Rabu, 27 November 2013

Orang-Orang Yang Merahasiakan Amal Kebaikan ( al Akhfiya )



Apa yang membedakan saat ini dan dahulu? Saat dimana Rasulullah dan para generasi pilihan meniti kehidupan, memberi teladan dengan keikhlasan yang nyaris tak terulang sepanjang zaman. Dahulu generasi itu tak pernah memandang kedudukan, tidak pula mengharapkannya. Mereka tak peduli di posisi mana mereka berjuang,depan atau belakang tidak menjadi soal, mereka tetap teguh berjuang menegakkan kalimat Allah. Itulah hati yang ikhlas, selalu menyibukkan diri dengan kebaikan, hingga tidak sempat mengorek-orek aib orang lain. Itulah hati yang ikhlas, yang selalu berfikir bagaimana mempersembahkan amal terbaik dihadapan Allah, bukan mencari popularitas dan pendukung.

Kini, zaman telah berubah. Manusia senang jika menjadi pusat berita, suka mendapat pujian, suka mengungkit kebaikan yang pernah dilakukan, sungguh kondisi ini merebak hampir disemua lini kehidupan. Orang-orang yang merahasiakan amal sangat jarang kita temui, seolah semua ingin dilihat dan diperhatikan oleh manusia lain.

Tidaklah dilarang untuk mengekspos amal baik, jika niatnya karena Allah kemudian agar orang lain mengikuti. Seperti firman Allah:

Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. ( Al Baqarah:271)

Imam Ibnu Katsir mengomentari ayat ini dalam tafsirnya:

Ayat ini petunjuk bahwa merahasiakan sedekah lebih utama dari pada menampakkannya, karena merahasiakannya akan jauh dari riya. ( Tafsir Ibnu Katsir,1/701)

Orang-orang yang merahasiakan amal adalah tidak suka popularitas, mereka beramal dalam kesunyian, jauh dari hiruk pikuk kepentingan manusia. Penampilan mereka nyaris diremehkan oleh manusia, namun di sisi Allah ternyata kedudukan mereka sangat mulia.

Rasulullah bersabda,”Berapa banyak orang yang rambutnya kusut, berdebu, ditolak didepan pintu dan tidak dipedulikan orang, sekiranya ia bersumpah kepada Allah, niscaya Dia akan mengabulkan sumpahnya.” ( Muslim )

Suatu hari, Rasulullah sedang berkumpul dengan para sahabat, tiba-tiba seorang laki-laki lewat di dekat beliau. Lalu beliau bertanya kepada para sahabat,” Bagaimana pendapat kalian mengenai orang itu? Para sahabat menjawab,”Orang itu adalah orang yang terhormat, jika ia meminta pertolongan ia akan ditolong. Jika melamar, ia akan diterima. Jika berkata, perkataannya akan didengar. Tak berapa lama, lewatlah seorang laki-laki lain di dekat Rasullah. Beliau kembali bertanya kepada para sahabat,” Bagaimana dengan laki-laki ini?. Para sahabat menjawab,”Dia orang biasa, jika meminta tolong, ia tidak akan diberi. Jika melamar wanita, ia akan ditolak, dan jika berkata, perkataannya tidak akan didengarkan. Kemudian Nabi bersabda,” Sungguh orang ini lebih baik dari dunia dan seisinya,” (Bukhari )

Seseorang bertanya kepada Abu Hasan bin Basyar,” Bagaimanakah jalan menuju Allah? Ia menjawab,” Taatilah Allah secara sembunyi-sembunyi, sebagaimana engkau mendurhakainya secara sembunyi-sembunyi, hingga kebajikan masuk kedalam hatimu.”

Ibnu Uthaibah berkata,” Jika apa yang dirahasiakan sama seperti apa yang ditampakkan, itulah keadilan. Jika apa yang dirahasiakan lebih baik dari apa yang ditampakkan, itulah keutamaan. Jika apa yang ditampakkan lebih baik dari apa yang dirahasiakan, itulah kecurangan.”

Siapakah orang-orang yang merahasiakan amal itu?

Mereka adalah orang-orang yang memiliki rahasia dengan Allah, rahasia yang tidak nampak oleh kebanyakan manusia. Ia mencintai Allah, dan Allah mencintainya, ia berusaha menutupi rahasia itu dari khalayak. Biarlah hanya Allah dan dirinya saja.

Mereka adalah orang-orang bertakwa, yang bersungguh-sungguh menutupi amal baik mereka karena takut kepada Allah, menjaga diri dari segala yang merusak amalannya dari sifat riya, ghurur dan ingin dipuji.
Mereka mungkin ada dibarisan terdepan dari para pemimpin yang tidak suka popularitas dan penciteraan, mereka mungkin juga ada dibarisan prajurit yang tidak dikenali, mereka berjuang dan berjihad,  mereka ibarat kepulan debu-debu yang beterbangan menggapai ridha Allah.

Mereka adalah kaum muslimin yang shalat, rukuk dan sujud merendahkan diri dihadapan Allah, dikeheningan malam, hingga air mata mereka menetes.

Mereka adalah kaum muslimin yang memperhatikan kondisi kaum miskin dan lemah, memberi bantuan, menolong dan menyantuni dalam kesunyian manusia.

Mereka adalah orang-orang yang beramal hanya karena Allah, tidak takut caci maki, hujatan dan cibiran, karena tujuan mereka hanya Allah, pujian dan cacian tidak menghalangi mereka untuk berbuat baik. Mereka yakin sekali dalam mengamalkan firman Allah:

Katakanlah: sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam ( Al An’am:162)

Beberapa ibrah dari orang-orang yang merahasiakan amal
a.       Mudrik bin Aus al Akhmasy berkata,” ketika aku bersama Umar bin Khattab,tiba-tiba datang seorang utusan yang mengabarkan syuhada yang gugur di perang Nahawand. Ia menyebutkan beberapa nama, Fulan bin Fulan dan seterusnya. Adapun lainnya kami tidak mengenalnya. Lalu Umar bin Khattab berkata,” Namun Allah mengenali mereka”.

b.      Amr bin Qais Al Mala’i berpuasa sunnah selama dua puluh tahun, namun keluarganya tidak mengetahui. Setiap pagi ia mengambil bekal makan siang, lalu berangkat ke tokonya. Kemudian ia mensedekahkan makanannya kepada fakir miskin, sementara keluarganya tidak mengetahui hal itu. (Shifat ash Shafwah,3/81)

c.       Abdullah bin Mubarak menuturkan,” Aku berada di Mekkah saat krisis ekonomi dan kemarau berkepanjangan. Kaum muslimin kemudian keluar rumah untuk melakukan shalat Istisqa, setelah shalat selesai dilaksanakan, hujan tak kunjung turun, lama kami menunggu. Tanpa aku sadari disampingku ada seorang laki-laki kurus, berkulit hitam. Aku mendengar suaranya lirih berdoa,” Ya Allah, sesungguhnya mereka sudah berdoa kepada-Mu, namun Engkau tidak mengabulkannya. Sungguh aku bersumpah kepada-Mu agar Engkau menurunkan hujan kepada mereka.
Tak berapa lama, cuaca pun berubah mendung disusul dengan hujan deras yang turun kepada Kami”.( Shifatus al shafwah , 2/177)

d.      Inilah Umar bin Khattab yang keluar pada pertengahan malam, menelusuri sunyinya kota Madinah, seorang diri. Umar tidak melihat ada orang lain memperhatikannya. Umar pun masuk kesebuah rumah tua, tak berapa lama keluar. Laki-laki yang memperhatikan Umar adalah Talhah bin Ubaidillah, namun Umar tidak mengetahuinya.

Esok paginya Talhah menuju rumah yang semalam didatangi Umar, betapa terkejutnya, ia mendapati seorang tua renta, buta sedang terduduk lemah. Talhah pun bertanya,”Apa yang dilakukan orang yang tadi malam masuk kerumahmu?. Laki-laki itu menjawab,” Ia sudah lama datang kerumahku, ia mencukupi segala kebutuhanku, membersihkan rumahku, menyapu dan merapikan perkakasnya,”.


Senin, 25 November 2013

Bahaya Lisan



Lidah tak bertulang, begitu kata pepatah. Kecil bentuknya, namun besar  dampak yang ditimbulkannya. Dengan lisan bisa terjadi kesepakatan dan perdamaian, dengannya pula  api perselisihan dan permusuhan bisa berkobar.
Hasan Al Bashri berkata,” Lisan seorang mukmin ada di belakang hatinya, jika ia hendak berkata ia akan memikirkan akibatnya, sedangkan lisan seorang munafik ada didepan hatinya, ia berkata-kata tanpa berfikir akibatnya”
Secara fisik nikmat lidah wajib disyukuri, ia sebagai alat pengecap rasa, membolak-balik makanan didalam mulut hingga mendorongnya kedalam kerongkongan, maka tak heran jika seseorang menderita sariawan dilidah, lezatnya makanan tidak dapat diniikmati secara sempurna.
Nikmat ini disebutkan secara khusus oleh Allah didalam Al Qur’an:
Bukankah  Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata. Lidah dan dua bibir
( Al Balad:8-9 )
Lisan ibarat pisau bermata dua, jika digunakan dalam ketaatan, membaca Al Qur’an dan kebaikan lain, akan mendatangkan ridha Allah dan pahala,  itulah bentuk kesyukuran, namun jika dipergunakan untuk keburukan dan fitnah akan mendatangkan murka Allah dan dosa, itulah bentuk kufur nikmat.
Mengapa perlu waspada terhadap bahaya lisan?
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam telah menjelaskan dalam banyak hadits terkait dengan lisan diantaranya:
1.       Menyandingkan lisan dengan keimanan

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda,” Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia berkata baik atau diam ( Bukhari,6018, Muslim,47 )

Iman adalah bekal manusia menuju Allah, ia juga penyelamat dari azab kubur dan siksa neraka. Ketika lisan di sandingkan dengan keimanan berarti ia pun memiliki kedudukan istimewa dan menentukan dalam esensi keimanan. Hadits di atas menunjukkan jika lisan seseorang baik dalam bertutur kata, itu adalah refleksi keimanan didalam hatinya, begitupula jika lisan seseorang gemar berkata kotor, menyakiti orang lain dan tidak terkontrol, itu merupakan cerminan imannya.

2.       Lisan sumber ridha Allah

Rasulullah bersabda,” Seseorang mengucapkan perkataan tanpa disadarinya mengandung ridha Allah pada hari kiamat dan seseorang mengucapkan perkataan tanpa disadarinya mengandung murka Allah pada hari kiamat ( Bukhari, 7/79 )

Semua perkataan yang keluar dari lisan, aka nada perhitungannya di sisi Allah, baik dan buruk.  Perkataan yang baik selain menentramkan hati juga akan dibalas dengan kebaikan dan keridhaan Allah kelak, sedangkan perkataan yang buruk membuat hati gundah dan tidak tenang akan dibalas kelak dengan kemurkaan Allah pada hari kiamat. Semua tercatat rapi disisi Allah.

Firman Allah:

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلاَّ لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. ( Qaf:18)

Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini,” Malaikat menulis semua perkataan baik maupun buruk dari anak Adam. Hingga perkara kecil seperti makan, minum, bepergian, datang dan melihat sesuatu, ketika sampai pada hari Kamis, di beberkanlah semuanya dihadapan Allah.( Tafsir Ibnu Katsir,519)

3.       Tanda lurusnya hati
Rasulullah bersabda,” Tidak lurus iman seseorang hingga lurus hatinya, dan tidak lurus hati seseorang hingga lurus lisannya”.( HR. Ahmad )

Jelaslah bahwa lisan itu cerminan dari hati dan iman seseorang. Hati yang bersih menjadi tempat yang subur bagi keimanan. Hati yang kotor menyebabkan iman rusak dan lisan yang tak terjaga.

4.       Muslim yang baik selamat lisannya
Rasulullah bersabda,” Seorang muslim adalah yang orang lain selamat dari lisan dan tangannya.”( Ahmad,2/7086)

Seorang muslim ibarat lebah, dimana ia hingga tidak pernah membuat onar dan kerusakan. Lebah akan mengeluarkan madu nan manis yang sangat bermanfaat. Begitulah seorang muslim, kata-kata yang keluar dari lisannya tidak pernah menyakiti orang lain, sikapnya menarik dan akhlaknya mulia. Imannya tercermin dari perilaku yang membuat ketenangan  dimanapun ia berada. Setiap orang yang bertetangga dengan muslim, mereka akan mengambil kebaikan darinya. Karena muslim yang baik, akan menjadi panutan bagi masyarakat sekitarnya.

5.       Lisan jaminan masuk surga
Rasulullah bersabda,” Dari Sahl bin Saad Rasulullah bersabda,” Barangsiapa yang dapat menjamin kepadaku untuk menjaga apa yang ada di antara kedua janggutnya ( lisan ) dan kedua kakinya ( kemaluan ), aku menjaminya dengan surga.( Bukhari,6109)

Surga adalah dambaan setiap insan, disana kenikmatan abadi disediakan Allah bagi hamba-hamba –Nya. Surga yang luasnya seluas langit dan bumi sangatlah menarik hati setiap orang beriman. Salah satu jaminan dari Allah agar masuk surga adalah terjaganya lisan dari perkataan yang tidak berguna.

6.       Syarat keselamatan
Hadits yang bersumber dari Uqbah bin Amir radhiyallahu anhu ia berkata,” Aku bertanya kepada Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam,” Apakah keselamatan itu? Beliau bersabda,” Jagalah lisanmu, berlapanglah dirumahmu, tangisis dosamu.” ( Tirmidzi, hadits Hasan )

Keselamatan adalah dambaan setiap manusia, ketenangan merupakan impian setiap kita. salah satu syarat mendapatkan ketenangan dan keselamatan adalah terjaganya lisan. Karena lisan yang terjaga dari berkata-kata kotor akan menentramkan diri dan manusia disekelilingnya. Semoga Allah tunjukkan jalan keselamatan itu bagi kita semua. Amin . fauzan.

Rabu, 20 November 2013

Sepenggal Perjalanan

Tak terasa usiaku sudah menginjak kepala tiga, usia yang sudah tidak lagi muda, uban dikepalaku pun mulai berani  menampakkan jatidirinya perlahan-lahan namun pasti. Sementara rambutku perlahan-lahan pamit tak kembali lagi terutama garda terdepan.

Tak terasa, sudah banyak hal yang aku kerjakan, sebagian masih berproses, sebagian masih jalan ditempat.
namun itulah manusia, selalu merasa kurang dan memang tidak mungkin sempurna.

Banyak hal yang belum ku raih untuk membahagiaan orang-orang yang aku cintai, ortu, mertua dan keluarga kecilku dengan dua bidadari imut, cantik nan shalihah semoga menjadi qurrata a'yun dunia akheratku.

Hidup begitu singkat, kemarin seolah aku masih kanak-kanak, bermain bola, mandi di kali, mencari rumput untuk kambing rama ku ke sawah dan ladang. sekarang aku sudah jadi bapak-bapak.

Syukur,  Alhamdulillah itulah ungkapan yang paling indah aku ungkapkan kepada Allah. yang telah membimbingku hingga kini, semoga hidanyah  Nya tidak terputus kepadaku hingga akhir hayatku kelak. Amiin

Selasa, 12 November 2013

Konsep Khiyar ( pilihan ) Dalam Transaksi Ekonomi Syari'ah



Pengertian khiyar

Menurut bahasa khiyar adalah memilih yang terbaik diantara dua hal atau lebih.
Secara istilah khiyar adalah hak bagi pihak-pihak yang melakukan transaksi untuk melangsungkan atau membatalkan transaksi tersebut sesuai dengan syarat dan sebab tertentu ( al fikh al al Islami madkhal lidirasatihi,458)

Tujuan khiyar
Tujuannya adalah memberikan hak kepada para pihak yang bertransaksi adar tidak rugi dan menyesal dikemudian hari. Selain untuk menjamin akad atas dasar kerelaan kedua belah pihak.

Macam-macam khiyar
a.       Khiyar Majlis ( pilihan berdasarkan tempat )
Yaitu hak para pihak yang bertransaksi untuk melakukan akad atau membatalkannya selama masih berada ditempat akad akad dan belum berpisah. Khiyar ini hanya dikenal oleh kalangan Syafiiyah dan Hanabilah.
Dalilnya adalah:
البَيِّعَانِ بِالِخيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا
“Dua orang yang melakukan akad jual beli masing masing pihak memiliki hak pilih selama keduanya belum berpisah badan ( Bukhâri Muslim )

Makna ‘berpisah badan menurut ulama Syafiiyah diserahkan kepada kebiasaan setempat.
b.      Khiyar syarat ( pilihan berdasarkan syarat )

Sesuai dengan namanya, kedua belah pihak yang bertransaksi menyepakati syarat yang mereka kemukakan dalam transaksi. Misal:  Saya akan membeli barang ini dengan syarat saya berhak meneruskan atau membatalkannya setelah lima hari. 

Selama tenggang waktu tersebut, kedua belah pihak tidak boleh melakukan transaksi dengan barang yang sama kepada orang lain.

c.       Khiyar ta’yin ( pilihan  berdasarkan penentuan barang )
Jika transaksi yang dilakukan dalam banyak jenis barang, kemudian penjual meminta kepada pembeli untuk memilih jenis barang  yang disenangi.( Al fikhul Islami wa Adillatuhu,525 )

d.      Khiyar aib
Transaksi dapat dibatalkan jika terdapat cacat  ( aib ) pada objek transaksi.

e.      Khiyar ru’yah
Merupakan pilihan bagi pembeli untuk menyatakan berlaku atau batalnya jual beli yang dilakukan terhadap satu objek yang belum dilihat ketika akad.

Hadits nabi:
من اشترى شيئا لم يره فالبيع جائز وله الخيار إذا رآه ، إن شاء أخذه بجميع الثمن وإن شاء رده
Barangsiapa membeli sesuatu yang belum dilihatnya, jual belinya boleh, dan ia berhak memilih jika telah melihatnya, antara mengambil atau menolak ( Nashbur Rayah, 441 )

Jumat, 08 November 2013

Hukum menunda Qadha puasa hingga tiba Ramadhan Berikutnya



Menunda qadha puasa hingga tiba bulan Ramadhan berikutnya tidak terlepas dari tiga kondisi:
1.       Sengaja

Jika seseorang mengetahui hukum, namun sengaja mengulur-ulur waktu hingga tiba bulan Ramadhan berikutnya, yang harus ia lakukan adalah:
a.       Segera bertaubat kepada Allah, tidak mengulangilagi dikemudian hari, karena ia dengan sengaja bermaksiat dengan  meremehkan perintah Allah.

Firman Allah:
“Bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu…” (Ali ‘Imrân: 133)
b.      Ia wajib mengqadha puasanya setelah bulan Ramadhan berakhir

2.       Tidak sengaja
Dua keadaan orang yang tidak mampu berpuasa sehingga ia menunda qadha puasa adalah:
a.       Sementara
Jika ia sudah memiliki kemampuan untuk mengganti ( sehat ) maka ia segera mengganti puasa tersebut. Berdasarkan firman Allah:

Dan barang siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain.” (Al-Baqarah: 185)

b.      Permanen
Jika ketidakmampuannya bersifat permanen, tidak bisa hilang dan tidak bisa sembuh, maka baginya harus memberi makan orang miskin sejumlah hari yang ditinggalkannya sebanyak 1 sha’ sehari ( 1 sha’= kira-kira 1,5 kg beras ).

Dan jika ia meninggal dunia maka keluarganyalah yang menanggung  fidyah tersebut (I'laamul Muwaqqi'iin ,3/554)

3.       Tidak tahu
Hal ini terjadi karena minimnya pengetahuan agama , belum baligh, hilang akal dan ia tidak mengetahui jumlah hari yang ditinggalkan.
Apabila seseorang tidak tahu dan sulit untuk mendapatkan pengetahuan agama, karena tinggal di pedalaman, maka tidak ada beban apapun kepadanya, namun jika ia ragu, hendaklah meyakinkan dirinya semampu mungkin akan jumlah hari yang ia tinggalkan.
Firman Allah:
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (Al-Baqarah: 286)
Dan firman Allah:
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu,” (Qs. At-Taghâbun: 16)