Selasa, 17 Mei 2016

AT TIJARAH MA’A ALLAH (Perniagaan Dengan Allah)



يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى تِجَارَةٍ تُنْجِيكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيم
“ Hai orang-orang yang beriman, maukah kamu aku tunjukkan  suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (QS. As Shaff:10)

Tinjauan Bahasa

أَدُلُّكُمْ

Aku tunjukkan
تِجَارَةٍ

Perniagaan, perdagangan
Yang dimaksud dengan tijarah (perniagaan) disini adalah:

ما يقدمه المرء من عمل صالح، لينال به الثواب

“Amal shalih yang dipersembahkan seorang hamba untuk mendapatkan balasan dari Allah”[1]

تُنْجِيكُمْ

Yang menyelamatkanmu

عَذَابٍ أَلِيم

Azab yang pedih

Kandungan Ayat

Allah subhanahu wata’ala memanggil dengan panggilan kasih-Nya kepada orang-orang yang beriman, dengan ungkapan pertanyaan lembut,”Wahai orang-orang yang beriman, maukah kalian Aku tunjukkan perniagaan selain beruntung besar, juga bisa menyelamatkan kalian dari azab neraka yang pedih”?  Pertanyaan ini sebenarnya sudah diketahui jawabannya, namun Allah ingin lebih menggugah hati orang-orang beriman, bahwa perniagaan dengan Allah adalah bisnis yang tak kan pernah rugi sama sekali.

Ayat ini merupakan jawaban atas pertanyaan seperti dalam hadits yang bersumber dari sahabat Abdullah bin Salam, disaat kaum muslimin bertanya kepada nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam tentang amal perbuatan yang paling dicintai Allah, mereka akan melakukannya, lalu turunlah ayat ini.[2]
Menurut Imam As Suyuthi, menukil hadits yang bersumber dari Ibnu Abi Hatim dari sahabat Said bin Zubair:
لما نزلت قَالَ الْمُسلمُونَ: لَو علمنَا مَا هَذِه التِّجَارَة لأعطينا فِيهَا الْأَمْوَال والأهلين فَبين لَهُم التِّجَارَة

“Ketika ayat ini turun, kaum muslimin berkata,”Jika kami tahu perniagaan ini, maka kami akan mempersembahkan harta dan keluarga, lalu Allah menjelaskan perniagaan tersebut.[3]
Imam Ibnu Katsir mendeskripsikan perniagaan dengan Allah adalah perniagaan yang pasti akan mendapatkan keuntungan, bukan kerugian. Korelasi dalam perumpamaan amal shalih dengan perdagangan  dalam segi keuntungan, mereka akan beruntung ibarat keuntungan dalam perdagangan, yaitu masuk syurga atau selamat dari azab neraka.[4]

 Imam ibnu Asyur menyebutkan, kata tanya dalam ayat ini adalah هَلْ yang funsinya:

وَالِاسْتِفْهَامُ مُسْتَعْمَلٌ فِي الْعَرْضِ مَجَازًا لِأَنَّ الْعَارِضَ قَدْ يَسْأَلُ الْمَعْرُوضَ عَلَيْهِ لِيَعْلَمَ رَغْبَتَهُ فِي الْأَمْرِ الْمَعْرُوض

“Kata tanya yang digunakan dalam ungkapan adalam majaz (perumpamaan). Karena orang yang memberi penjelasan terkadang bertanya kepada hal yang dipaparkan  untuk mengetahui kecintaannya terhadap perkara yang dipaparkan.[5]
 Sedangkan menurut Syekh Wahbah Az Zuhaili , kata tanya dalam ayat ini bertujuan untuk menunjukkan kecintaan dan kerinduan ( li targhib wa tasywiq)[6]

Kesimpulan

1.      Allah menyebut perniagaan, agar hati manusia terpaut kepadanya, karena dalam pandangan manusia perniagaan mendatangkan keuntungan besar.
2.      Perniagaan dengan Allah adalah melakukan amal-amal shalih dan kerja-kerja ikhlas karena-Nya.
3.      Jangan ragu dengan balasan dari Allah, karena Allah tidak akan menyia-nyiakan amal seorang hamba, dan Dia punya cara tersendiri untuk membalasnya.
4.      Keuntungan terbesar adalah saat manusia dimasukkan kedalam syurga dan diselamatkan Allah dari azab yang pedih (neraka).

والله أعلم

 

[1] Ahmad bin musthafa Al Maraghi (w.1371), Tafsir Al Maraghi, (Mesir: Maktabah Musthafa Al Babiy al Halby,1365H) j.28 h.89
[2] Ibnu Katsir (w.774), Tafsir Ibnu Katsir, Tahqiq:Sami bin Muhamamad Salamah,(Dar At Thyabah,tt) j.8 h. 112
[3] Imam As Suyuthi (w. 911 H), Ad Dur al Mantsur,( Beirut: Dar al Fikr) j.8 h. 149
[4] As Syaukani (w.1250H),Fath al Qadir,(Beirut:Dar ibn Katsir,1414H) J.5 h. 264
[5]  Ibnu Asyur (w.1393 H), At Tahrir wa Tanwir, ( Tunisia: Dar Tunis lin Nasyr,1984) j. 28 h.193

[6] Wahbah Zuhaily, Tafsir al Munir, (Damaskus: Dar al Fikr Mu’ashir,1418H) j.28 h. 174

Selasa, 10 Mei 2016

Allah Akan Memenangkan Agama Islam Dari Agama Lain



هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ (9)
“Diallah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar, agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang musyrik membenci”. (QS. As Shaff: 9)

Tinjauan Bahasa
دِينِ الْحَقِّ
Agama yang benar
لِيُظْهِرَهُ
Memenangkan, menolong


Kandungan Ayat
Allah Subhanahu wata’ala yang telah mengutus para Rasul-Nya, dengan membawa petunjuk, menuntun jalan hidayah, membentangkan jalan kebenaran, memberi kabar gembira dan memperingatkan akan datangnya azab yang pedih bagi siapa saja yang ingkar akan kebenaran yang dibawa oleh para Rasul-nya. Agama yang benar adalah Islam. Islam adalah agama yang mengajarkan tunduk hanya kepada Allah dan menaati perintah-perintah serta menjauhi larangan dalam koridor kebenaran.
Muhammad bin Muhammad al Khatib menerangkan dalam tafsirnya, 

{وَدِينِ الْحَقِّ} الإسلام؛ الذي هو حق كله {لِيُظْهِرَهُ} ليعليه {عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ} اسم جنس؛ أي ليظهره على سائر الأديان
“Yang dimaksud dengan agama yang benar adalah Islam, yang semuanya berisi kebenaran,  dan Allah akan menolong agama islam dari seluruh agama yang lain, kalimat Ad Din adalah ismul Jinsi ( Kata Benda Jenis) yang fungsinya utk menerangkan makna mayoritas (istighraq)[1].
Imam At Thabai dalam tafsirnya menukil hadits yang bersumber dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anha:
وروي عن عائشة -رضي الله عنها- قالت: سمعت رسول الله-صلى الله عليه وسلم- يقول: « لا يذهب الليل والنهار حتى تعبد اللات والعزى، فقلت: يا رسول الله، إن كنت لأظن حين أنزل الله: هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ » أن ذلك تام، قال: إنه سيكون من ذلك ما شاء الله ثم يبعث الله ريحا طيبة فتوفى كل من كان في قلبه مثقال حبة من خردل من إيمان، فيبقى من لا خير فيه فيرجعون إلى دين آبائهم
Diriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu Anha, ia berkata,” Aku mendengar Rasulullah bersabda,”Tidaklah berlalu siang dan malam hingga berhala Lata dan “Uzza disembah, Aku bertanya,” Wahai Rasulullah, dalam bagaimana dengan dugaanku saat Allah menurunkan firman-Nya,” “Diallah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar, agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang musyrik membenci”. Bukankah itu Kesempurnaan? Rasulullah menjawab,” Akan terjadi kesempurnaan Islam sesuai kehendak Allah, lalu allah mengirimkan angin yang baik, kemudian wafatlah setiap orang yang masih memiliki iman di hatinya meski hanya seberat biji kecil, lalu yang tersisa adalah orang yang tiada kebaikan dalam dirinya, dan mereka kembali kepada agama nenek moyangnya”.[2]

Allah Akan Memenangkan Islam Diatas Agama Lain
Imam Thahir bin Asyur menyebutkan bahwa agama islam akan Allah menangkan dari agama agama lain, hingga Islam tersebar keseluruh dunia, ketahuilah bahwa kabar ini adalah optimisme yang Allah berikan kepada umat Islam yang akan menang dari agama lain, seperti dahulu agama Nashrani yang tersebar hingga Konstatinopel Kesultanan Romawi. Namun segalanya berproses hingga agama islam tersebar ke seluruh penjuru dunia.[3]
Imam As Sa’di dalam tafsirnya menyebutkan:
ليعليه على سائر الأديان، بالحجة والبرهان
Meninggikan Islam  dari sekian agama, dengan hujjah (bukti) dan tanda kebenaran [4](burhan)

Bentuk Penjagaan Allah Terhadap Agama Islam
1.      Menjaga sumber hukum islam
Sumber hukum islam yang senantiasa terjaga adalah Al Qur’an. Allah akan menjaga selalu Al qur’an sepanjang masa keaslian dan hukum-hukum didalamnya, banyaknya majelis-majelis Al Qur’an dan para Hufaz serta orang-orang yang mendalami ilmu-ilmu Al qur’an adalah salah satu bentuk penjagaan Allah terhadap Al Qur’an.
firman Allah:
“Sesungguhnya Kami yang menurunkan Al Qur’an dan Kami yang akan menjaganya” (QS. Al Hijr:9)

2.      Muncul Pembela-Pembela Agama Islam disetiap zaman

Seiring dengan terjaganya Al Qur’an tentu ada orang atau golongan yang senantiasa menegakkan kebenaran dan menjunjung tinggi nilai-nilai Al Qur’an. Rasulullah bersabda:

 لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ
            “Masih akan terus ada satu kelompok pada umatku, mereka akan tetap berada   di atas kebenaran sampai hari kiamat datang”. [HR Bukhari dan Muslim].
            Terkait golongan yang membela kebenaran, Imam Nawawi menyebutkan             beberapa pendapat:
-          Menurut Imam Bukhari, mereka adalah ahli ilmu, kaum yang mencintai ilmu
-          Menurut imam Ahmad, “Jika mereka bukan ahli hadits, maka aku tidak tahu siapa mereka”.
-          Fudhail binIyadh,” Yang dimaksud oleh Imam Ahmad adalah Ahlus sunnah wal jamaah”.
Imam Nawawi berkata;
وَيَحْتَمِل أَنَّ هَذِهِ الطَّائِفَة مُفَرَّقَة بَيْن أَنْوَاع الْمُؤْمِنِينَ مِنْهُمْ شُجْعَان مُقَاتِلُونَ، وَمِنْهُمْ فُقَهَاء، وَمِنْهُمْ مُحَدِّثُونَ، وَمِنْهُمْ زُهَّاد وَآمِرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَنَاهُونَ عَنْ الْمُنْكَر، وَمِنْهُمْ أَهْل أَنْوَاع أُخْرَى مِنْ الْخَيْر، وَلَا يَلْزَم أَنْ يَكُونُوا مُجْتَمَعِينَ بَلْ قَدْ يَكُونُونَ مُتَفَرِّقِينَ فِي أَقْطَار الْأَرْض
“Kemungkinan yang dimaksud dengan golongan kebenaran mereka tersebar dalam berbagai type kaum muslimin, mereka ada pada pasukan pemberani, ahli fikih, ahli hadits, orang zuhud, para penyeru kebenaran yang melakukan amar ma;ruf nahy munkar, dan para pelaku kebaikan lain, tidak harus terkumpul pada satu golongan khusus, namun tersebar di seantero jagat.( An Nawawi, Syarh Sahih Muslim,13/67)

3.      Bisyarah (kabar gembira) dari nabi

 Rasulullah bersabda:
ليبلغ هذا الأمر مبلغ الليل والنهار، ولا يترك الله بيت مدر ولا وبر إلا أدخله الله هذا الدين بعز عزيز أو بذل ذليل، يعز بعز الله في الإسلام، ويذل به في الكفر
“Agama ini akan sampai keseluruh penjuru, bak siang dan malam, Alla tidak meninggalkan sebuah rumah melainkan akan dimasuki agama ini dengan kekuatan islam atau dengan melemahnya  kekufuran”. ( HR. Hakim)


والله أعلم



[1] Muhammad bin Muhammad al Khatib w. 1402H, Audhah Tafasir, ) Mesir:Maktabah Mishriyah,1383) juz 1 h. 684
[2] HR. Muslim, Kitab Fitan wa Asyrat as Sa’ah, no, 2907, Al Hakim, Al Mustadrak ‘Ala Shahihaini, Kitab al Fitan wa al Malahim,no. 3578
[3] Muhammad Thahir bin Asyur w.1393H, At Tahrir wa Tanwir,( Tunis: Dar Tunis Lin Nasyr,1984) j. 28 h. 192
[4] Abdurrahman Nashir As Sa’di, Taisir Al Karim Ar Rahman Fi tafsir Kalam al Mannan, (Muassasah Ar Risalah: 1420 H), Tahqiq:Abdurrahman bin Ma’lla Al Luwaihiq, j.1 h. 859

Kamis, 05 Mei 2016

LEBIH DEKAT DENGAN IMAM ABU HAMID AL GHAZALI (450-505 H)


Dia adalah Syekh, Imam, Bahr Hujjatul Islam, salah satu keajaiban zaman, hiasannya agama, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Ahmad At Thusi As Syafi’i  Al Ghazali, pemilik banyak karya dan kecerdasan yang tiada tara. Lahir di desa Ghazalah daerah Thus, Iran tahun 450 H.
Orang tua Al Ghazali seorang tukang tenun yang miskin, dan menyukai ilmu tasawuf, saat meninggal ia berpesan kepada kawa-kawannya untuk mendidik anak-anaknya yang masih kecil.
Kemudian ia pindah ke Naisabur, melanjutkan rihlah ilmiyahnya menimba ilmu kepada Imam al Haramain Abu Al Maali Al Juwaini. Beliau memperdalam fikih dalam waktu singkat, menguasai ilmu Kalam dan tekhnik berdebat, hingga menjadi pendebat ulung pada zamannya. Lalu tak berapa lama ia dilirik oleh menteri dan dipercaya untuk mengatur pola pendidikan di Nizamiyah Baghdad sekitar tahu 480 H dan saat itu usia beliau adalah 30 tahun. Ia pun mengarang kitab Ushul Fikih, fikih, Filsafat dan Hikmah, seolah tulisan mengalir tak henti dari otaknya yang cerdas.
Namun karena kecintaanya kepada ilmu jabatan yang diembannya membuatnya tidak bernafsu berkuasa, dia meneruskan kecintaannya pada sifat-sifat zuhud, perbaikan jiwa, ikhlas, lalu ia mengunjungi Baitul Maqdis dan belajar kepada ahli fikih Nasr bin Ibrahim al Maqdisi, pemilik Jami’ Al Umawi di Damaskus dan disanalah ia mengarang kitab Ihya Ulumuddin, Kitab Al Qisthas, Al Arbain dan Kitab Mahk Nadzar.[1]

Fase Kehidupan Imam Al Ghazali
Kehidupan Imam Al Ghazali terbagi menjadi tiga fase utama: pertama,fase perkembangan. Pada fase ini Al Ghazali tumbuh normal layaknya manusia lain. Dipenuhi dengan semangat menimba ilmu dan menelaah khazanah ilmiyah dari para guru-gurunya. Fase kedua, masa keraguan, saat Al Ghazali mulai terjun menekuni dunia ilmu Kalam dan filsafat, hingga ia  membantah dan membongkar teori-teori filsafat dari Yunani yang digawangi oleh Aristoteles dan karya dari Ibnu Sina yang berjudul Maqashid Al Falasifah. Tak butuh waktu lama kemudian Al Ghazali menelurkan sebuah karya yang berisi bantahan terhadap kaum filososfis dalam kitabnya Tahafutul Falasifah (Kerancuan Filsafat)

Karya-Karya Imam Al Ghazali
Imam Al Ghazali menuliskan karya yang begitu banyak dalam beragam disiplin ilmu agama seperti Fikih, Ushul Fikih, Akidah, Tasawuf, Filsafat dan lain-lain, diantaranya:
a. Al Iqtishad Fil I’tiqad (Akidah)
b. Bughyatul Murid Fi Masail At Tauhid (Akidah)
c. Iljam Al Awam ‘An ilm Al Kalam (Filsafat)
d. Al Maqshad Al Asna Syarh Asmaul Husna (Tauhid)
e. Tahafut Falasifah (Filsafat)
f. Mizan Al Amal
g. Ihya Ulumuddin
h. Bidayatul Hidayah
i. Al Arbain Fi Ushulddin
j. Kimiya As Saadah
k. Minhajul Abidin
l. Al Wasith
m. Al Musthasfa Fi Ilm Ushul Fikh
n.Syifaul Ghalil
o. Al Qishthas
p. Lubab Nazar

Ada banyak tuduhan miring dilemparkan oleh orang-orang yang tidak sejalan dengan pemikiran Imam Al Ghazali, menuduh beliau Zindiq, terlalu mendalam dalam ilmu Kalam, Ahli berfilsafat dan tuduhan lainnya, namun beliau tetaplah ulama yang besar, tuduhan tersebut tidaklah mengerdilkan kemampuan dan karya-karya besarnya bagi agama islam.








[1] Imam Az Zahabi, Siyar A’lam Nubala, (Muassasah Ar Risalah, 1405) juz 19, h. 346