Rabu, 21 September 2016

Mendamaikan Golongan Yang Bertikai




 وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (9 (
Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. ( QS Al Hujurat [49]: 8-9)

Tinjauan Bahasa

طَائِفَتَانِ
dua golongan
اقْتَتَلُوا
mereka yang beriman itu berperang
فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا
hendaklah kamu damaikan antara keduanya
بَغَتْ
melanggar perjanjian

 
SEBAB NUZUL AYAT

Ibnu Asyur menyebutkan dalam tafsirnya bahwa:
أَنَّ الْآيَةَ نَزَلَتْ فِي قِصَّةِ مُرُورِ رَسُول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى مَجْلِسٍ فِيهِ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أُبَيٍّ بْنُ سَلُولَ وَرَسُول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى حِمَارٍ فَوَقَفَ رَسُول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبَالَ الْحِمَارُ، فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أُبَيٍّ: خَلِّ سَبِيلَ حِمَارِكَ فَقَدْ آذَانَا نَتَنُهُ. فَقَالَ لَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَوَاحَةَ: وَاللَّهِ إِنَّ بَوْلَ حِمَارِهِ لَأَطْيَبُ مِنْ مِسْكِكَ فَاسْتَبَّا وَتَجَالَدَا وَجَاءَ قَوْمَاهُمَا الْأَوْسُ وَالْخَزْرَجُ، فَتَجَالَدُوا بِالنِّعَالِ وَالسَّعَفِ فَرَجَعَ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ فَأَصْلَحَ بَيْنَهُمْ ُ

Ayat ini turun pada kisah lewatnya unta Rasulullah Shalallah alaihi wa sallam di sebuah majelis yang ada Abdullah bin Ubay bin Salul,  sedang Rasulullah berada di atas keledainya, lalu beliau berdiri dan keledainya kencing. Abdullah bin Ubay berkata,” Minggir, keledai ini sudah mengganggu kita dengan bau busuknya,”. Lalu Abdullah bin Rawahah berkata,”Demi Allah kencing keledai Nabi lebih harum dari minyak kesturi,”. Lalu mereka bersitegang, berdebat hingga datanglah suku Aus dan Khazraj, merekapun nimbrung lalu saling melempar terompah dan biji-bijian, kemudian Rasulullah kembali lagi dan mendamaikan mereka. [1]

MAKNA BUGAT

a.      Secara bahasa

Menurut Ibnu Manzur dalam Lisan al ‘Arab kata البغات berarti التعدي  artinya melawan.[2]
Hal ini sesuai dengan firman Allah:
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالإثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ
Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar… ( QS. Al-A’raf [7]:33)

Sedangkan menurut Az Zamakhsyari dalam kitab Asas al Balaghah beliau menyebutkan kata:
البغي   adalah طلب الشيء  

Artinya meminta sesuatu

Dalam Kitab Taj al Arusy disebutkan makna bughat:[3]

وقالَ الأصْمَعيُّ: {بَغَى الرجلُ حاجَتَه أَو ضَالَّتَه

Menurut Asma’iy,” Bagha ar rajul hajatahu artinya Seseorang tersesat dalam keperluannya”.

Dalam Mu’jam Matn Al Lughah disebutkan makna kalimat Al Baghy adalah:[4]

الطلب و تجاوز الحد

Permintaan dan melampaui batas

 Dan orang yang dzalim dan melampaui batas disebut Baghi[5]

b.      Secara istilah

Adapun secara istilah, Para ulama berbeda dalam mendefinisikan bughat, kadang mendefinisikan bughat secara langsung, kadang mendefinisikan tindakannya, yaitu al-baghyu (pemberontakan).[6]
·         Menurut ulama Hanafiyah al-Baghyu adalah keluar dari ketaatan kepada imam (khalifah) yang haq (sah) dengan tanpa alas an haq.

 هُمْ الْخَارِجُونَ عَنْ الْإِمَامِ الْحَقِّ بِغَيْرِ حَقٍّ

Mereka adalah orang yang keluar dari ketaatan kepada imam yang haq dengan tanpa haq. [7]
·         Ulama Malikiyah menjelaskan al-Baghyu adalah mencegah diri untuk menaati imam (khalifah) yang sah dalam perkara bukan maksiat dengan menggunakan kekuatan fisik (mughalabah) sekalipun karena alasan ta`wil (penafsiran agama). Dan bughat adalah kelompok (firqah) dari kaum muslimin yang menyalahi imam a’zham (khalifah) atau wakilnya, untuk mencegah hak (imam) yang wajib mereka tunaikan, atau untuk menurunkannya.[8]
 
·         Ulama Syafi’iyah mengartikan bughat adalah kaum muslimin yang menyalahi imam dengan jalan memberontak kepadanya, tidak mentaatinya, atau mencegah hak yang yang wajib mereka tunaikan (kepada imam), dengan syarat mereka mempunyai kekuatan (syaukah), ta`wil, dan pemimpin yang ditaati (muthâ’) dalam kelompok tersebut.[9]
 
Bughat juga diartikan sebagai orang-orang yang keluar dari ketaatan dengan ta`wil yang fasid (keliru), yang tidak bisa dipastikan kefasidannya, jika mereka mempunyai kekuatan (syaukah), karena jumlahnya yang banyak atau adanya kekuatan, dan di antara mereka ada pemimpin yang ditaati (Asna al-Mathalib, IV/111).

Kandungan Ayat

 Ayat diatas mengandung pelajaran berupa langkah-langkah menghadapi golongan yang memberontak, dalam sebuah kepemimpinan (khalifah). Karena golongan yang memberontak pemerintahan bukanlah termasuk golongan Rasulullah, seperti dalam hadits Rasulullah dari Ibnu Umar Radhiyallah anhuma:[10]

مَنْ حَمَلَ عَلَيْنَا السِّلاَحَ فَلَيْسَ مِنَّا

Barangsiapa yang membawa senjata untuk memerangi kami, maka ia bukanlah golongan kami.” (Muttafaqun ‘alaih)

PENDAPAT PARA MUFASSIRIN

·         Menurut imam At Thabari maksud dari ayat 9 diatas adalah:[11]

وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا
وإن طائفتان من أهل الإيمان اقتتلوا، فأصلحوا أيها المؤمنون بينهما بالدعاء إلى حكم كتاب الله، والرضا بما فيه لهما وعليهما، وذلك هو الإصلاح بينهما بالعدل

Jika ada dua golongan dari ahlul iman, saling berperang, maka damaikanlah keduanya, dengan menyeru mereka kepada berhukum kepada kitabullah, dan ridha atas apa yang terjadi dengan mereka, itulah perdamaian (islah) dengan dasar keadilan.

(فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الأخْرَى) يقول: فإن أبَت إحدى هاتين الطائفتين الإجابة إلى حكم كتاب الله له، وعليه وتعدّت ما جعل الله عدلا بين خلقه، وأجابت الأخرى منهما
(Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain)

Jika salah satu golongan enggan menerima keputusan berhukum dengan kitabullah (perdamaian) hendaklah ia bersiap dengan apa yang telah Allah jadikan adil diantara ciptaan-Nya, dan menerima golongan lain.
 (فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي) يقول: فقاتلوا التي تعتدي، وتأبى الإجابة إلى حكم الله
(حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ) يقول: حتى ترجع إلى حكم الله الذي حكم في كتابه بين خلقه

(Hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah)

Hendaklah golongan yang melawan kalian perangi, hingga kembali kepada hukum Allah

 (فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ) يقول: فإن رجعت الباغية بعد قتالكم إياهم إلى الرضا بحكم الله في كتابه، فأصلحوا بينها وبين الطائفة الأخرى التي قاتلتها بالعدل: يعني بالإنصاف بينهما، وذلك حكم الله في كتابه الذي جعله عدلا بين خلقه.

(Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil)

Jika golongan yang melawan tersebut mereka kembali dan ridha dengan hukum Allah, maka damaikan kembali dengan kelompok yang telah engkau perangi dengan adil, dengan adil diantara kedua kelompok tersebut, itulah hukum Allah yang telah berlaku adil bagi makhluk-Nya.

Ketika kita melakukan hal-hal tersebut diatas untuk mendamaikan kedua belah pihak yang salah satunya memberontak, maka kita sudah menolong mereka dari kezaliman.

 Seperti sabda Nabi Muhammad SAW:

عَنْ أَنَسٍ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم قَالَ: "انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَذَا نَصَرْتُهُ مَظْلُومًا فَكَيْفَ أَنْصُرُهُ ظَالِمًا؟ قَالَ: "تَمْنَعُهُ مِنَ الظُّلْمَ، فَذَاكَ نَصْرُكَ إِيَّاهُ"

“Dari Anas bin Malik, bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda, “ Tolonglah saudaramu yang zalim atau terzalimi, lalu aku bertanya,” Wahai Rasulullah, ini jika menolong orang yang terzolimi, bagaimana aku menolong orang zalim?” Rasulullah bersabda,” Engkau melarang ia berlaku zalim, maka itulah pertolonganmu kepadanya”. (HR. Bukhari, No. 2443)

Hikmah 

·         Perintah mendamaikan dua golongan kaum muslimin yang berselisih (bertikai)
·         Bughat adalah pemberontak dalam sebuah system kekhalifahan
·         Hukuman terhadap pelaku bughat adalah diperangi sampai mereka kembali kepada perintah Allah, yaitu kembali taat kepada khalifah atau negara dan menghentikan pembangkangan mereka.
·         Perintah Allah untuk berlaku adil dan menjauhi kezaliman dalam segala bentuknya


والله أعلم



[1] Ibnu Asyur, At Tahrir wa Tanwir,  (Tunisia: Dar Tunis, 1984) j. 26/238
[2] Ibnu Manzur, Lisan Al ‘Arab J. 1/241
[3] Az Zubaidi, Taj al Arusy, Dar al Hidayah, 37/82
[4]  Mu’jam Matn Al Lughah, 1/320
[5] Amanillah Muhammad Shadiq, Ahkam Bughat fi Syariah Islamiyah, Jamiah Muhammad Ibnu Suud, 1976, h. 37
[6] Abdul Qadir Audah, at-Tasyrî’ al-Jinâ`i al-Islami, 1996 hal. 673-674
[7] Ibn ‘Abidin, Rad al Mukhtar ‘ala ad Dur al Mukhtar, Beirut: Dar al Fikr, 1412 H, j 4 h. 261
[8] (A-Zarqani, Hasyiyah Az-Zarqani wa Hasyiyah Asy-Syaibani, hal. 60).
[9] Nihayatul Muhtaj, VIII/382; asy-Syayrazi, Al-Muhadzdzab, II/217; Taqiyuddin al-Husaini, Kifayatul Akhyar, II/197-198; Zakariya al-Anshari, Fathul Wahhab, II/153).
[10]  Subulus Salam, III/257. Kitab Qitâl Ahl Al-Baghi,  Imam Asy-Syairazi, Al-Muhadzdzab, II/217).
[11] At Thabari, Tafsir At Thabari, Muassasah Ar Risalah, 1420 H, J. 22/ 292

Minggu, 18 September 2016

MENYIKAPI SEBUAH BERITA





يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ


“Wahai orang-orang yang beriman, jika seseorang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan) yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu”. (QS. Al-Hujurat [49]:6)

Tinjauan Bahasa

فَاسِقٌ
Orang fasik
فَتَبَيَّنُوا
Telitilah kebenaran
والمراد من التبين التعرف والتفحص ومن التثبت الإفادة وعدم العجلة
Yang dimaksud denga tabayun adalah “tafahus” memeriksa dan ‘tatsabut’ berarti tidak tergesa-gesa.[1]
بِجَهَالَةٍ
Karena kebodohan (kecerobohan)

Kandungan Ayat

Ayat ini mengajarkan kepada orang-orang yang beriman untuk membiasakan diri mengklarifikasi tentang sebuah kabar atau berita yang diterima. Khususnya, jika yang membawa kabar tersebut adalah orang-orang fasik.

Sabab Nuzul

Ada banyak periwayatan tentang Asbab Nuzul ayat ini, satu diantaranya yang dikutip oleh Imam Ibnu Katsir:

وَقَالَ مُجَاهِدٌ وَقَتَادَةُ: أَرْسَلَ رَسُولُ اللَّهِ الْوَلِيدَ بْنَ عُقْبَةَ إِلَى بَنِي الْمُصْطَلِقِ ليُصدّقهم، فَتَلَقَّوْهُ بِالصَّدَقَةِ، فَرَجَعَ فَقَالَ: إِنَّ بَنِي الْمُصْطَلِقِ قَدْ جَمَعَتْ لَكَ لِتُقَاتِلَكَ -زَادَ قَتَادَةُ: وَإِنَّهُمْ قَدِ ارْتَدُّوا عَنِ الْإِسْلَامِ-فَبَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ خَالِدَ بْنَ الْوَلِيدِ إِلَيْهِمْ، وَأَمَرَهُ أَنْ يَتَثَبَّتَ وَلَا يَعْجَلَ. فَانْطَلَقَ حَتَّى أَتَاهُمْ لَيْلًا فَبَعَثَ عُيُونَهُ، فَلَمَّا جَاءُوا أَخْبَرُوا خَالِدًا أَنَّهُمْ مُسْتَمْسِكُونَ بِالْإِسْلَامِ، وَسَمِعُوا أَذَانَهُمْ وَصَلَاتَهُمْ، فَلَمَّا أَصْبَحُوا أَتَاهُمْ خَالِدٌ فَرَأَى الَّذِي يُعْجِبُهُ، فَرَجَعَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَهُ الْخَبَرَ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ هَذِهِ الْآيَةَ. قَالَ قَتَادَةُ: فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "التَّبيُّن مِنَ اللَّهِ، والعَجَلَة مِنَ الشَّيْطَانِ".

Berkata Mujahid dan Qatadah saat Rasulullah mengutus Al Walid bin ‘Uqbah ke kaum Bani al-Musthaliq untuk memungut zakat mereka. Maka mereka menemui secara beramai-ramai, kemudian Al Walid pulang dan berkata kepada Nabi,”Sesungguhnya Bani Musthaliq beramai-ramai berkumpul untuk membunuh Engkau,”- Qatadah menambahkan,”Sesungguhnya mereka telah murtad (keluar dari agama Islam). Kemudian Rasulullah mengutus Khalid bin Walid untuk mencari informasi yang kuat dan tidak tergesa-gesa. Lalu Khalid bin Walid pun berangkat dan sampai kepada mereka malam hari. Lalu ia mengutus mata-mata. Setelah selesai mata-mata tersebut mengabarkan bahwa Bani Musthaliq masih berpegang teguh dengan Agama Islam, terdengar azan dan shalat mereka,. Ketika pagi menjelang, Khalid mendatangi mereka dan melihat hal yang membuatnya kagum. Lalu Khalid bin Walid kembali kepada Rasulullah Shalallahu Alaihi wasallam, dan mengabarkan kejadiannya. Maka Allah menurunkan ayat ini dan Rasulullahpun bersabda,”Tabayun (klarifikasi) dari Allah, dan tergesa-gesa dari syetan.”[2]

Hadits diatas menunjukkan, klarifikasi sebuah berita sebelum disebarkan kepada orang lain, karena berita yang salah akan mengakibatkan efek yang negative dalam persepsi maupun tindakan seseorang.

Kata “fasiq” berarti keluar dari koridor syariat, istilah tersebut lebih umum dari makna kafir. Mengandung pengertian sedikit dan banyak, kecil dan besar sesuai dengan efek yang ditimbulkannya. Yaitu untuk orang yang tidak mempercayai atau mengamalkan hukum syariat baik seluruhnya, atau sebagiannya. ( Tafsir Ar Razi, 2/147)

Sedangkan menurut Syekh Wabah Az Zuhaily kata ‘fasiq’ berarti: 
 
خارج عن حدود الدين أو الشرع

Keluar dari batas-batas agama atau syariat[3]

{أَن تُصِيبُواْ قَوْمًا بِجَهَالَةٍ} أي لئلا تصيبوا قوماً وأنتم جاهلون حقيقة الامر

Agar suatu kaum tidak celaka sedang kalian tak mengetahui hakikat hal yang sebenarnya.[4]
 Kemudian agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan) yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.

Fasiq, Fajir dan Maksiat

Syaikh Shalih Al Munajid ketika ditanya tentang perbedaan antara Fasiq, fasiq dan Maksiat beliau menjawab, “Kata al fisq sering digunakan untuk mengungkapkan dosa-dosa besar, seperti zina, riba, mencuri dan sejenisnya.sedangkan Fajir sering digunakan untuk mengungkapkan perbuatan yang lebih parah dari dosa-dosa besar, seperti liwath (sodomi) ,berzina dengan mahramnya, bersumpah palsu dan sejenisnya.[5] Sedangkan Ibnu Taimiyah menyebutkan tentang makna Fajir:

اسم جامع لكل متجاهر بمعصية ، أو كلام قبيح يدل السامع له 

Nama umum untuk setiap yang melakukan kemaksiatan secara terang-terangan, atau ucapan buruk yang terdengar orang. (Majmu’ Fatawa,15/286)

Kesimpulan  

·         Tabayun (klarifikasi) atas berita yang diterima.
·         Hindari perilaku fasiq, fajir dan maksiat

والله أعلام


[1] Muhammad Siddiq Khan,  Fath al Bayan fi Maqashid Al Qur’an, ( Beirut: Maktabah Ashriyah, 1412H) J. 13 h. 136
[2] Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’an Al Azim, (Dar At Thayibah, 1420 H) J. 7 h. 327
[3] Wahbah Az Zuhaily, Tafsir Al Munir,  (Damaskus: Dar Fikr Al Muashir,  1418 H J. 26 h. 225
[4] Muhammad Ali Ash Shabuni, Shafwah At Tafasir, ( Cairo: Dar Ash Shabuni, 1417H) J. 3 h. 216
[5] Mauqi’Al Islam Wa Al Jawab, Shalih AL Munajjid.