Rabu, 01 Maret 2017

Tafsir Juz ‘Amma Surat An-Nas (Bag.1)



بسم الله الرحمن الرحيم

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ (1) مَلِكِ النَّاسِ (2) إِلَهِ النَّاسِ (3) مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ (4) الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ (5) مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ (6)







A.     Terjemah
1.       Katakanlah,”Aku berlindung kepada Tuhan manusia
2.       Raja manusia
3.       Sembahan manusia
4.       Yang membisikkan (kejahatan) kedalam dada  manusia
5.       Dari (golongan) jin dan manusia.

B.      Indentifikasi Surat

·         Nama surat     : An-Nas artinya Manusia
·         Urutan surat    :  ke-114
·         Jumlah ayat     : 6 ayat
·         Golongan         : Makiyyah


C.      Asbab Nuzul Surat An-Nas

Ada beberapa pendapat mufassirin mengenai asbab Nuzul surat An Nas diantaranya:
1.      Imam Asy Suyuthi
Imam Al-Baihaqi meriwayatkan dalam kitabnya Dalail An-Nubuwwah dari Al-Kalbi dari Abu Shalih,  dari Ibnu Abbas yang berkata, “Suatu ketika Rasullulah menderita sakit keras, lalu dua malaikat mendatangi beliau. Malaikat yang satu duduk diarah kepala sementara yang satu lagi diarah kaki. Malaikat yang berada di sebelah kaki lalu bertanya kepada malaikat yang di sebelah kepala, ‘Apa yang sedang menimpanya?’ Malaikat yang di sebelah kepala menjawab,” Thab, malaikat yang disebelah kaki bertanya, “Apakah Thab, Malaikat yang berada di kepala menjawab,” Terkena sihir”. Lalu  Malaikat yang di sebelah kaki bertanya lagi, ‘Siapa yang menyihirnya?’ Ia menjawab,”Labid bin A’sham, seorang Yahudi. ‘Malaikat itu bertanya lagi, ‘Dimana diletakkan sihirnya itu?” ia menjawab, ‘Di sebuah sumur milik si Fulan, di bawah batu. Hendaklah kalian pergi ke sumur itu kemudian keringkan airnya lalu angkat batunya. Setelah itu ambillah benda bulat kecil yang berada dibawahnya kemudian bakarlah.”
Pada pagi harinya, Rasullulah mengutus Ammar bin Yasir serta beberapa sahabat untuk pergi ke sumur tersebut. Ketika sampai, mereka melihat airnya berubah warna menjadi kecoklatan seperti air pacar. Mereka lantas menimba airnya, mengangkat batunya, mengeluarkan sebuah benda bulat kecil yang berada didalamnya lalu membakarnya. Ternyata didalamnya terdapat seutas tali yang memiliki sebelas simpul. Selanjutnya Allah menurunkan kedua surat ini (Surat An Nas dan Surat Al Falaq) . Setiap kali Rasullulah membaca satu ayat maka terurailah satu simpul.  Abu Nu’aim meriwayatkan dalam kitab ad-Dalail dari Abu Ja’far Ar-razi dari Rabi’ bin Anas bin Malik yang berkata, “Seorang laki-laki Yahudi membuatkan sesuatu terhadap Rasullulah sehingga beliau menderita sakit parah. Tatkala sahabat menjenguk, mereka meyakini bahwa Rasullulah terkena sihir. Malaikat Jibril kemudian turun membawa mu’awwaidzatain (Surah Al-Falaq dan An-Nas) untuk mengobatinya. Akhirnya, Rasullulah pun kembali sehat.[1]

2.      Menurut Ibnu Katsir
Menyebutkan pendapat dari gurunya yaitu Ats-Tsa’labi bersumber riwayat dari Ibnu Abbas dan Aisyah Radhiyallahuanhuma:
Seorang anak Yahudi membantu Rasulullah Shalallah alaihi wasallam, anak tersebut didatangi seorang laki-laki Yahudi berulangkali (membujuknya) hingga anak itu mengambil sisir rambut nabi Muhammad Shalallah alaihi wasallam dan beberapa gerigi sisirnya, lalu diberikannya kepada orang Yahudi tersebut dan menyihir Rasulullah. Orang Yahudi tersebut bernama Labid Bin A’sham, lalu di benamkan disebuah sumur milik Bani Zuraiq, dikenal dengan sebutan Zarwan. Lalu Rasulullah Shalallah alaihi wasalam sakit, dan rambut kepalanya bertaburan. Seolah Nabi mendatangi istrinya, padaha beliau tidak mendatangi istrinya, hal itu berlangsung selama enam bulan. Beliau tidak mengetahui apa yang dapat menyelamatkannya. Saat beliau tidur datanglah dua malaikat dan salah satunya duduk diarah kepala beliau, dan yang lain duduk diarah kedua kaki. Malaikat yang berada di arah kaki bertanya kepada malaikat yang berada di arah kepala,”Apa yang terjadi dengan lelaki ini?”.” Terkena Thab,. Apakah Thab?’ ia berkata,” sihir”.

 

Siapakah yang melakukannya?, malaikat itu menjawab,”Labid bin A’sham seorang Yahudi. “Dengan apa ia disihir?”, malaikat menjawab,”Dengan sisir dan Dimana diletakkan?, di dasar sumur dibawah batu sumur Zarwan, Kemudian Rasulullah seperti orang yang siuman, Lalu Rasulullah bersabda,” Wahai Aisyah, tidakkah engkau merasa bahwa Allah memberitahukan tentang penyakitku?”. Kemudian Rasulullah mengutus Ali, Zubair dan ‘Ammar bin Yasir lalu mereka menguras air sumur yang berwarna seperti pacar, lalu mengangkat batu dan mengeluarkan sisir dan geriginya, terlihat ikatan ada dua belas tali, setiap ikatan terhubung dengan jarum. Lalu Allah menurunkan surat AL Falaq dan An Nas, setiap dibaca satu ayat terlepaslah ikatan tersebut, Rasulullah terlihat bugar setelah semua ikatan terlepas. Seolah ia baru saja diikat dengan ikatan. Lalu malaikat Jibril berkata:
بِاسْمِ اللَّهِ أرْقِيك، مِنْ كُلِّ شَيْءٍ يُؤْذِيكَ، مِنْ حَاسِدٍ وَعَيْنٍ اللَّهُ يَشْفِيكَ
Dengan nama Allah aku merukyahmu, dari segala yang menyakitimu dan dari mata yang hasad, Allah lah yang menyembuhkanmu”.[2]

D.     Keutamaan Surat An-Nas

·         Surat An-Nas termasuk kedalam surat perlindungan (Al Mu’awizatain) bersama surat Al Falaq. Yaitu surat yang berisi perlindungan kepada Allah.

أُنْزِلَ أَوْ أُنْزِلَتْ عَلَيَّ آيَاتٌ لَمْ يُرَ مِثْلُهُنَّ قَطُّ الْمُعَوِّذَتَيْنِ
“Telah diturunkan kepadaku ayat-ayat yang tidak semisal dengannya yaitu Al Mu’awwidatain (surat An Nas dan surat Al Falaq).[3](H.R Muslim no. 814, At Tirmidzi no. 2827, An Naasa’i no. 944).



·         Termasuk surat yang dianjurkan untuk dijadikan wirid zikir ba’da shalat.

Rasulullah bersabda:
اقْرَأُوا الْمُعَوِّذَاتِ فِيْ دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ
“Bacalah Al Mu’awwidzat pada setiap selesai shalat.” [4]
(HR. Abu Dawud no. 1523, dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah no. 1514)
·         Surat yang dianjurkan untuk membacanya menjelang tidur, seperti sabda Rasulullah Shalallah Alaihi Wasallam:

Top of Form

Bottom of Form

حدثنا قتيبة بن سعيد حدثنا المفضل بن فضالة عن عقيل عن ابن شهاب عن عروة عن عائشة أن النبي صلى الله عليه وسلم كان إذا أوى إلى فراشه كل ليلة جمع كفيه ثم نفث فيهما فقرأ فيهما قل هو الله أحد و قل أعوذ برب الفلق و قل أعوذ برب الناس ثم يمسح بهما ما استطاع من جسده يبدأ بهما على رأسه ووجهه وما أقبل من جسده يفعل ذلك ثلاث مرات
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Said, telah menceritakan kepada kami Al Mufadhal bin Fadhalah dari Uqail dari Ibnu Syihab dari ‘Urwah dari Aisyah bahwa Nabi Shalallah Alihi Wasallam jika hendak tidur di tempat tidurnya setiap malam Beliau mengumpulkan kedua telapak tangannya, lalu meniupkannya dan membaca,”Qul Huwallahu Ahad, Qul A’uzubirabbinnas, dan Qul A’uzubirabbil Falaq, lalu mengusapkan sebisa mungkin seluruh tubuh, kepala dan wajah sebanyak tiga kali.”[5]( Sahih Bukhari, Kitab Fadhailul Qur’an, 4730)
E.      Kandungan umum Surat

Kandungan surat An Nas secara umum adalah tentang memohon perlindungan kepada Allah  sebagai Rabb (Pengatur), Malik (Raja)  dan Ilah (Sesembahan)  manusia atas godaan syetan dari jenis jin dan manusia. (bersambung..)
والله أعلم





[1] Jalaluddin Asy Syuthi, Lubab Nuqul Fi Asbab Nuzul, (Beirut: Muassasah Al Kutub Ats Tsaqafiyah, 2002 M, h. 214
[2] Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, 8/538
[3] H.R Muslim no. 814, At Tirmidzi no. 2827, An Naasa’i no. 944

[4] HR. Abu Dawud no. 1523, dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah no. 1514
[5] Sahih Bukhari, Kitab Fadhailul Qur’an, 4730)


Rabu, 08 Februari 2017

PUASA TAPI GHIBAH, APAKAH PUASANYA HARUS DI BATALKAN ATAU DILANJUTKAN?



Pertanyaan:

Mhn maaf saya seorang ibu umur 42 tahun. Jika kita menjalankan puasa sunnah lalu melakukan perbuatanmarah atau ghibah (yg pernah saya dengar hal tersebut menyebabkan gugurnya pahala puasa) apakah puasanya dibatalkan saja ustaz?

Jawaban:

Puasa merupakan ibadah lahir dan bathin yang hanya Allah yang menilainya. Puasa memiliki syarat wajib dan syarat sah yaitu: Islam, berakal, baligh dan suci dari haid dan nifas. ( Wahbah Zuhaily, Al Fikhul Islami Waadillatuhu, 3/1670)
Ibadah puasa memiliki kedudukan yang mulia serta pahala yang berlipat ganda, sampai-sampai Allah sendiri yang berjanji untuk membalasnya.

Rasulullah bersabda:

عن أَبي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قال : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : قَالَ اللَّهُ : كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu berkata,”Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda,”Allah berfirman,” Setiap amal anak Adam adalah untuknya, kecuali puasa, sesungguhnya puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang akan mengganjarnya”. (HR. Bukhari, No. 1761, Muslim, No. 1946)

Namun demikian, untuk mencapai derajat puasa yang luhur, banyak sekali tantangannya, diantaranya adalah perbuatan maksiat, kata-kata kotor, caci maki dan sejenisnya yang dapat mengurangi keutamaan pahala puasa tersebut.

وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنَّي امْرُؤٌ صَائِمٌ

“Jika salah seorang di antara kalian melaksanakan ibadah puasa, maka janganlah ia mengucapkan perkataan kotor dan jangan berteriak-teriak. Jika ia dicaci oleh orang atau hendak diajak berkelahi, maka hendaknya ia mengatakan ‘Aku sedang puasa.'” (HR. Bukhari, No.1904 & Muslim, No. 1151)
Dan betapa berat menggapai pahala puasa ini, sehingga Rasulullah bersabda,” Betapa banyak orang yang berpuasa, ia tak mendapatkan selain lapar dan haus”. ( Sahihul Jami’, 3490)

Terkait dengan perbuatan marah dan ghibah, Perbuatan seperti ini tidak membatalkan puasanya, namun mengurangi pahalanya. Karenanya, wajib atas seorang muslim untuk menahan diri dan menjaga lidahnya dari perbuatan mencela, ghibah (mengunjing), menebar fitnah dan berbagai perbuatan yang diharamkan Allah pada bulan Ramadhan dan bulan lainnya ( Fatawa Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhutsil ‘Ilmiyah Wal Ifta’, 10/333)

Imam An Nawawi dalam Al Majmu’ menyebutkan,”Orang yang melakukan ghibah saat berpuasa, ia sudah bermaksiat kepada Allah, namun hal tersebut tidak membatalkan puasa, pendapat ini juga dianut oleh Imam Malik, Ahmad, Abu Hanifah dan ulama lainnya, kecuali Al Uza’ie. Dan kesempurnaan puasa seharusnya dijaga dengan menjaga panca indera dari melakukan kemaksiatan. (Imam An Nawawi, Al Majmu’ Syarh Muhazab, 6/398)

Kesimpulan:

  • Marah dan ghibah tidaklah membatalkan puasa, namun mengurangi pahala puasa dan kesempurnaannya disisi Allah
  • Bagi yang melakukan ghibah atau marah tidak perlu membatalkan puasanya pada hari itu, namun terus dilanjutkan hingga waktu berbuka. 
  •  Orang yang berpuasa memiliki keutamaan dibanding orang yang tidak berpuasa, meskipun puasa sunnah, jika puasa tersebut dibatalkan karena marah atau ghibah, maka ia kehilangan kesempatan beramal shalih pada waktu-waktu ia sedang berpuasa.
  • Perbanyak istighfar dan bertaubat atas dosa ghibah dan marah tersebut, ikuti perbuatan maksiat dengan ketaatan, semoga perbuatan baik itu menghapus perbuatan buruk.


إن الحسنات يذهبن السيئات

Firman Allah:

Sesungguhnya perbuatan-perbuatan baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan buruk ( QS. Hud: 114)

والله أعلم

 














Rabu, 01 Februari 2017

Asal Muasal Kata Depok




Ada beberapa perbedaan pendapat terkait dengan  apa makna kata depok dan siapa yang pertama kali mempopulerkannya.  Pendapat-pendapat tersebut adalah:

1.       Depok merupakan akronim (singkatan) dari De Earste Protestante Organisatie van Kristenen.
2.       Depok adalah singkatan dari Deze Emheid Predikt On Kristus
3.       Depok adalah singkatan De Earste Proteatanche Onderdan Kristen
4.       Dewan Ekonomi Orang-orang Kristen (Depok)
5.       Depok berasal dari kata ‘Pa-depok-an” yang artinya tempat belajar dan menimba ilmu.

Pada tahun 1947 J.W De Vrries bekerjasama dengan Fakultas Sastra Universitas Indonesia mengadakan penelitian terhadap orang-orang Kristen Depok. Tujuannya ingin mengetahui sejauh mana penggunaan bahasa Belanda di Depok setelah Indonesia merdeka. Metode yang digunakan adalah wawancara. Namun sayang, yang diwawancarai adalah orang Kristen Depok saja. Sehingga kesimpulannya warga Depok asli adalah Kristen sebagai ahli waris dari Cornelis Chastelein.
Namun kesimpulan itu lemah dari beberapa sisi, yaitu:

1.      Sisi akronim, untuk nama Depok, seharusnya memiliki arti tertentu misal Persatuan Catur Seluruh Indonesia PERCASI, sedang Depok tidak seperti itu.
2.      Ada daerah lain yang menggunakan nama Depok, seperti di Nusa Tenggara, Sumedang, Sleman, Semarang dan lain-lain. Dan itu tidak ada kepanjangannya.
3.      Penggunaan akronim baru dikenal abad -19 sedang kedatangan Chastelein datang abad-16, jelas penggunaan akronim tidaklah lazim.
4.      Pendidikan zaman dulu dinamakan padepokan, karena kebiasaan seorang guru dengan murid-murid duduk bersila melakukan kegiatan belajar mengajar. Sehingga lama-lama dikenal dengan istilah Depok.

Sumber: Jejak Langkah Islam di Depok, MUI 2007