Rabu, 01 November 2017

Tafsir Surat An Nashr Ayat 2










Saat Manusia Masuk Islam dengan Berbondong-Bondong

..dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong (QS. An Nashr [110]:2)

a.      Tinjauan Bahasa

يَدْخُلُونَ
Mereka masuk

فِي دِينِ اللَّهِ
Agama Allah  (Islam)
أَفْوَاجًا
Berkelompok-berkelompok

b.      Kandungan Ayat

Ayat ini menggambarkan karunia besar, nikmat Allah nan agung, yang dianugerahkan kepada Rasulullah dan kaum muslimin, berupa kemenangan-kemenangan dalam dakwah dan kemenangan besar dalam Fathu Makkah. Namun kemenangan yang besar ini tidaklah tidaklah diraih dengan mudah seperti membalikkan telapak tangan. Rasulullah dan para sahabat telah mengalami ujian-ujian berat, saat di Mekkah, hijrah ke negeri Habasyah, hingga hijrah ke Madinah, hal itu terjadi setelah 20 tahun proses perjuangan dan jihad yang dilakukan oleh Rasulullah.  Sebuah kenikmatan akan terasa indah, saat meraihnya dengan berjuta pengorbanan, disitulah kedekatan dan kesyukuran terpanjatkan kehadirat Allah subhanahu wata’ala. Saat manusia dengan berkelompok-kelompok, bersuku-suku masuk kedalam agama ini, tanpa paksaan, semua tunduk kepada Allah Aza wa Jalla (Yusuf Al Qardhawi, Tafsir Juz Amma, 547)

c.       Pendapat Para Mufassirin

1.       Syekh Mutawalli Asy Sya’rawi

“Dahulu Allah menunjukkan pertolongan-Nya saat membinasakan Abrahah dan tentara bergajah yang menyerang ka’bah, Allah selamatkan Baitullah dan orang-orang yang taat kepada-Nya. Kemudian Allah menunjukkan pertolongannya lagi saat Fathu Makkah, berupa kemenangan besar tanpa pertumpahan darah, dan manusia memeluk agama Islam dengan berbondong-bondong. Ini bukti bahwa dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah adalah dakwah yang haq. Karena pertolongan Allah hanya akan turun kepada orang-orang yang mengusung kebenaran. (Syekh Mutawalli Asy Sya’rawi, 637H).

2.       Ibnu Katsir
Beliau menyebutkan tentang Rasulullah menyebutkan keutamaan penduduk Yaman saat peristiwa Fathu Makkah ini,

جَاءَ الفتحُ وَنَصْرُ اللَّهِ، وَجَاءَ أَهْلُ اليَمن". فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا أَهْلُ الْيَمَنِ؟ قَالَ: "قَوْمٌ رَقِيقَةٌ قُلُوبُهُمْ، لَيِّنَةٌ قلوبهم، الإيمان يمان، والفقه يَمان
Telah datang kemenangan dan pertolongan Allah, dan juga telah datang penduduk Yaman, lalu seseorang berkata,”Wahai Rasulullah, Apa keutamaan penduduk Yaman?”, Nabi menjawab,” Mereka kaum yang halus budi, lembut hati, iman adalah Yaman, dan Fikih adalah Yaman. (At Thabrani, Al Mu’jam Al Kabir, 11/328)

3.       Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
Beliau menyebutkan:
أي جماعات بعد أن كانوا يدخلون فيه أفرادا 
“Mereka masuk Islam secara berjamaah setelah mereka masuk sendiri sendiri. (Syekh Shalih Utsaimin, Tafsir Juz Amma, 340)

Tabiat orang yang takut terhadap sesuatu, mereka akan melakukan sesuatu dengan sembunyi-sembunyi. Saat Fathu Makkah orang masuk Islam dengan terang-terangan, tanpa tanpa takut, pada tahun itupula banyak utusan-utusan dari beragam wilayah menyatakan keislamannya.

4.       Imam Al Quthubi
Beliau menyebutkan:
أَرَادَ بِالنَّاسِ أَهْلَ الْيَمَنِ. وَذَلِكَ أَنَّهُ وَرَدَ مِنَ الْيَمَنِ سَبْعُمِائَةِ إِنْسَانٍ مُؤْمِنِينَ طَائِعِينَ، بَعْضُهُمْ يُؤَذِّنُونَ، وَبَعْضُهُمْ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ، وَبَعْضُهُمْ يُهَلِّلُونَ، فَسُرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لك، وَبَكَى عُمَرُ وَابْنُ عَبَّاسٍ
“Maksud kata (الناس ) adalah penduduk Yaman. Karena tersebut jumlah mereka saat itu 700 orang mukmin yang masuk Islam, sebagian mereka mengumandangkan azan, sebagian lagi membaca Al Qur’an dan sebagian lagi bertahlil (mengucap lafaz La Ilaha Illallah) Nabi pun gembira, Umar dan Ibnu Abbas lalu menangis. (Tafsir Ibnu Katsir, 20/320)
5.       Abu Manshur Al Maturidi (333H)

Tangisan itu merupakan petunjuk bahwa kemenangan dan sempurnanya syariat adalah tanda semakin dekatnya ajal Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.
لما كفى مؤنة القيام بالتبليغ بنفسه بدخول الناس في الدِّين جماعة جماعة، وكان قبل ذلك يقوم بنفسه، عرف بذلك حضور أجله
Saat cukup perangkat dalam menyampaikan dakwah, manusia masuk kedalam agama Islam secara berjamaah-berjamaah, sebelumnya Nabi telah mendirikan dakwah dalam dirinya, diketahui dari hal tersebut kan tiba ajalnya.( Tafsir Al Maturidi, 10/635)


d.      Panjangnya Perjalanan Dakwah
Dr. Raghib  As Sirjani dalam kitab sirah Nabawiyahnya menyebutkan, masa persiapan menuju kemenangan dakwah lebih panjang dibanding dengan masa kokohnya dakwah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, ini mengajarkan sabar dalam menempuh jalan dakwah. Sejarah mencatat Rasulullah masuk kedalam tahap penaklukan kota Mekkah setelah dakwah berjalan kurang lebih 21 tahun lamanya, sedangkan total usia perjalanan dakwah nabi Muhammad adalah 23 tahun. Artinya 90 persen masa persiapan, lebih panjang dari pada masa penaklukan yang hanya sekitar 10 persen. Buktinya, setelah Rasulullah wafat dan digantikan oleh Abu Bakar Ash Shidiq  muncul gerakan murtad dan pembangkangan terhadap syariat zakat  secara nyata. Sebabnya karena banyak orang yang masuk Islam terpesona dengan jumlah yang banyak, namun bukan karena memahami dengan benar prinsip-prinsip Islam, apalagi karena ada faktor duniawi yang melatar belakanginya. Maka jumlah yang mayoritas secara lahiriyah, tidak selalu berbanding lurus dengan tingkat pemahaman terhadap agama ini. (Dr. Raghib As Sirjani, Sirah Nabawiyah, 10/37)

e.      Hikmah Ayat

1.       Rasulullah mengatur strategi dakwah sedemikian rupa sehingga masa persiapan menuju kemenangan pada Fathu Makkah sudah didahului oleh medan hijrah dan jihad qitali berulang kali, membuat kesiapan mental dikalangan kaum muslimin yang sudah terbiasa dengan kekalahan ataupun kemenangan, sehingga siap dalam segala kondisi.
2.       Fathu Makkah menjadi puncak sejarah dakwah Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam sebagai fathan mubina (kemenangan yang nyata) sehingga banyak orang masuk Islam tanpa paksaan secara berbondong-bondong.
3.       Penyebutan bangsa Yaman yang memiliki kelembutan, iman dan fikih, merupakan keutamaan, meskipun ketakwaan tidaklah diukur dari suku bangsa tertentu.

والله أعلم


TAFSIR SURAT AN-NASHR AYAT 1




Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan (QS. An Nashr [110]:1)





A.    Makna Mufrodat

النصر: العون أو الإعانة على تحصيل المطلوب وَالْفَتْحُ تحصيل المطلوب الذي كان متعلقا أو موقوفا
An Nashr (pertolongan) atau bantuan untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan, dan Al Fath (kemenangan) adalah terkabulnya keinginann yang diharapkan yang sebelumnya tertunda atau terhalang. (Wahbah Zuhaily, Tafsir Al Munir, 30/448)

إِذا
“jika”
Menurut Syekh Yusuf Al Qardhawi, kata إذا  adalah keterangan waktu yang berfungsi kata bersyarat, yang membutuhkan jawaban sari syarat itu (jawabu asy syart)[1]

B.     Makna ‘Al Fath”

Ibnu Jarir At Thabari memaknai, Al Fath (kemenangan) dalam ayat ini adalah Fathu Makkah.
Syekh Yusuf Al Qardawi menafsirkan bahwa datangnya pertolongan Allah pada Fathu Makkah merupakan bentuk kasih sayang Allah yang berulang-ulang kepada Rasulullah dan kaum muslimin, karena sebelum Fathu Makkah Allah menunjukkannya kepada kaum muslimin, diantaranya:

·         Allah menolong Rasulullah saat bersama Abu Bakar Siddik di Gua Tsur, pada peristiwa hijrah ke Madinah. Seperti termaktub dalam firman Allah:

إلاَّ تَنْصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُما فِي الْغارِ إِذْ يَقُولُ لِصاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنا فَأَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَمْ تَرَوْها وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ كَفَرُوا السُّفْلى وَكَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيا وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (40)
Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: "Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita". Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. At Taubah: 40)

·         Pertolongan Allah pada perang Khandak (bulan Syawal tahun 5 Hijriyah)
·         Pertolongan Allah pada perang Khaibar   (7 H) Sulhu Al Hudaibiyah (akhir tahun ke 6 Hijriyah)
·         Pertolongan Allah pada peristiwa Fathu Makkah

Kisah Fathu Makkah

Abdul Malik Bin Hisyam menyebutkan dalam sirahnya, bahwa peristiwa Fathu Makkah terjadi pada tahun ke 8 hijriyah di bulan Ramadhan.[2] Adapun kejadian sebelum Fathu Mekkah adalah Perjanjian Hudaibiyah yang salah satu butirnya adalah gencatan senjata antara kaum muslimin dan kaum Quraisy Mekkah selama 10 tahun. Tersebutlah dua kabilah pada saat itu Bani Bakr yang masuk ikut dalam barisan perjanjian kaum Quraiys, dan Bani Khuza’ah masuk dalam barisan perjanjian kaum Muslimin. Terjadilah perselisihan diantara kedua kabilah tadi, akibatnya terjadilah penyerangan Bani Bakr yang mendukung Quraisy Mekkah kepada Bani Khuza’ah yang hingga timbul korban. Tokoh-tokoh Quraiyspun turut serta dalam penyerangan tersebut.Abu Sofyan sebagai pemimpin Quraisy Mekkah merasa bahwa dirinya telah melanggar perjanjian, lalu orang kafir Quraisy pun mengutus Abu Sufyan ke Madinah untuk memperbarui isi perjanjian. Sesampainya di Madinah, dia memberikan penjelasan panjang lebar kepada Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, namun beliau tidak menanggapinya dan tidak memperdulikannya. Dengan adanya pengkhianatan ini, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam memerintahkan para shahabat untuk menyiapkan senjata dan perlengkapan perang secara rahasia. Beliau mengajak semua shahabat untuk menyerang Makkah. Berangkatlah kaum muslimin bersama 10.000 pasukan lengkap menuju Mekkah. Meski sebelumnya seorang Sahabat Hatib bin Baltha’ah membocorkan rahasia penyerangan ke Mekkah ini, hingga membuat Umar bin Khattab berang, lalu Rasulullah menengahi bahwa maksud Hatib bin Baltha’ah adalah khawatir kepada keselamatan sanak saudaranya di Mekkah akan kedatangan kaum muslimin dan ia tidak bermaksud buruk. Singkatnya, kemudian Rasulullah masuk ke Mekkah, Khalid bin Walid ditempatkan di sayap kanan untuk memasuki Makkah dari dataran rendah dan menunggu kedatangan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam di Shafa. Sementara Zubair bin Awwam memimpin pasukan sayap kiri, membawa bendera Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dan memasuki Makkah melalui dataran tingginya. Syekh Shafiyurrahman Al Mubarakfuri menceritakan dalam sirahnya, Rasulullah kemudian memasuki Masjidil Haram serta membersihkan berhala-berhala didalam dan disekitarnya yang berjumlah 360 berhala, beliau juga mencium hajar Aswad dan tawaf seraya membaca firman Allah:[3]
 
وَقُلْ جاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْباطِلُ إِنَّ الْباطِلَ كانَ زَهُوقاً

 Dan katakanlah: "Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap". Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap (Qs. Al Isra [17]:81)

Kemudian Rasulullah melaksanakan shalat didepan ka’bah dan berceramah dihadapan kaum Quraisy.

يا معشر قريش، ما ترون أني فاعل بكم؟ قالوا: خيرا، أخ كريم وابن أخ كريم، قال: فإني أقول لكم كما قال يوسف لإخوته: لا تَثْرِيبَ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ اذهبوا فأنتم الطلقاء.

“Wahai orang Quraisy, apa yang kalian bayangankan tentang apa yang akan aku lakukan terhadap kalian? Merekapun menjawab, “Yang baik-baik, sebagai saudara yang mulia, anak dari saudara yang mulia. Beliau bersabda,“Aku sampaikan kepada kalian sebagaimana perkataan Yusuf kepada saudaranya: ‘Pada hari ini tidak ada cercaan atas kalian. Allah mengampuni kalian. Dia Maha penyayang.’ Pergilah kalian! Sesungguhnya kalian telah bebas!”

Begitu lembutnya hati Rasulullah memaafkan kaum Quraisy yang dahulu menyusahkan beliau dan para sahabat, seandainya mau tentu beliau bisa memerangi dan membunuh mereka semua, namun keluhuran akhlak beliaulah Mekkah ditaklukkan tanpa pertumpahan darah. Lalu Rasulullah menetap di Mekkah selama 19 hari, mengarahkan manusia kepada petunjuk Allah, memerintahkan Bilal untuk mengumandangkan azan dan mengadili para pembangkan dari kaum Quraisy serta membersihkan sisa-sisa kemusyrikan. Sebuah penaklukan yang besar, kemenangan yang abadi dalam sejarah Islam.

 


Beliau menyebutkan dalam tafsirnya:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ: " إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ " دَعَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاطِمَةَ  وَقَالَ: "إِنَّهُ قَدْ نُعِيت إِلَيَّ نَفْسِي"، فَبَكَتْ ثُمَّ ضَحِكَتْ، وَقَالَتْ: أَخْبَرَنِي أَنَّهُ نُعيت إِلَيْهِ نفسُه فَبَكَيْتُ، ثُمَّ قَالَ: "اصْبِرِي فَإِنَّكِ أَوَّلُ أَهْلِي لِحَاقًا بِي" فَضَحِكْتُ
Dari Ibnu Abbas berkata, saat turun ayat:

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, memanggil Fatimah, dan bersabda,” Ini adalah ucapan belasungkawa terhadapku. Lalu Fatimahpun menangis, tak lama kemudian tertawa, dan berkata,” Rasulullah mengabarkan kepadaku bahwa ayat tersebut adalah ungkapan belasungkawa kepadanya, lalu aku menangis, kemudian Nabi bersabda,”Bersabarlah Fatimah, sesungguhnya kamu adalah keluargaku yang pertama yang akan menyusulku, lalu aku tertawa”.(Dalalil Nubuwah, 7/167)

والله أعلم

ditulis oleh: Ust. Fauzan Sugiyono, Lc, M.Ag


[1] Yusuf Al Qaradhawi, Tafsir Juz Amma, 546
[2] Abdul Malik bin Hisyam (213 H), Sirah Nabawiyah, (Mesir 1375 H), 2/389
[3] Ar Rakhiq Al Makhtum, Shafiyur Rahman Al Mubarakfuri (Damaskus:427), 1/343
[4] Tafsir Ibnu Katsir, 8/509

Minggu, 24 September 2017

TAFSIR SURAT AN NASHR ( MUQADDIMAH)





إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ (1) وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا (2) فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا (3)

1.      Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,
2.       Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong,
3.       Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.

A.     Identifikasi Surat

·         Termasuk Madaniyah
·         Urutan surat 110
·         Dinamakan juga surat Al Fath (Kemenangan) dan juga surat At Taudhi’ (Perpisahan)
·         Jumlah ayatnya ada 3 dan 23 kata serta 70 huruf [1]
·         Menurut An Nasai dari Ubaidillah bin Abdullah bin Utaibah, surat An Nasr merupakan surat terakhir yang diturunkan Allah.
·         Turun setelah surat At Taubah
·         Waktu turun surat ini ada 2 pendapat:
o   Sebelum Fathu Makkah, dan merupakan janji Allah seperti tercantum dalam firman-Nya:
إِنَّ الَّذِي فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لَرادُّكَ إِلى مَعادٍ
Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al Quran, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali QS. (Al Qashash[28]: 85)
o   Setelah Fathu Makkah terjadi  tahun 8 Hijriyah pada bulan Ramadhan, kemudian surat ini turun pada tahun 10 hijriyah. Dimana 70 hari setelah surat ini turun, Rasulullah wafat. Dan mayoritas Ulama berpendapat dengan hal ini.

·         Menurut Syekh Wahbah Az Zuhaily surat ini dinamakan surat An-Nashr, karena dimulai dengan kata:
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ
Menyatakan tentang peristiwa Fathu Makkah Al Mukarramah[2].


B.      Sebab TuruN Surat

Imam Asy Syaukani menyebutkan dalam Tafsirnya:
Surat ini turun di Madinah, seperti riwayat yang bersumber dari Abi Syaibah,

هَذِهِ السُّورَةُ نَزَلَتْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْسَطَ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ بِمِنًى، وَهُوَ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ إِذا جاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ حَتَّى خَتَمَهَا فَعَرَفَ رسول الله صلى الله عليه وسلم أنها الْوَدَاعُ
Surat ini turun atas Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam pertengahan hari tasyriq di Mina, saat beliau melaksanakan haji wada’, Jika datang pertolongan Allah dan kemenangan hingga selesia, dan Rasulullah mengetahui akan saat perpisahan.[3]

Imam Al Bukhari dalam kitab Shahihnya menyebutkan tentang sebab turun surat An Nasr:
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ، حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ، عَنْ أَبِي بِشْرٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: كَانَ عُمَرُ يُدْخِلُنِي مَعَ أَشْيَاخِ بَدْرٍ فَكَأَنَّ بَعْضَهُمْ وَجَدَ فِي نَفْسِهِ، فَقَالَ: لِمَ تُدْخِلُ هَذَا مَعَنَا وَلَنَا أَبْنَاءٌ مِثْلُهُ، فَقَالَ عُمَرُ: إِنَّهُ مَنْ قَدْ عَلِمْتُمْ، فَدَعَاهُ ذَاتَ يَوْمٍ فَأَدْخَلَهُ مَعَهُمْ، فَمَا رُئِيتُ أَنَّهُ دَعَانِي يَوْمَئِذٍ إِلَّا لِيُرِيَهُمْ، قَالَ: مَا تَقُولُونَ فِي قَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى: {إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالفَتْحُ} ؟ فَقَالَ بَعْضُهُمْ: أُمِرْنَا أَنْ نَحْمَدَ اللَّهَ وَنَسْتَغْفِرَهُ إِذَا نُصِرْنَا، وَفُتِحَ عَلَيْنَا، وَسَكَتَ بَعْضُهُمْ فَلَمْ يَقُلْ شَيْئًا، فَقَالَ لِي: أَكَذَاكَ تَقُولُ يَا ابْنَ عَبَّاسٍ؟ فَقُلْتُ: لاَ، قَالَ: فَمَا تَقُولُ؟ قُلْتُ: «هُوَ أَجَلُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْلَمَهُ لَهُ»، قَالَ: {إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالفَتْحُ} «وَذَلِكَ عَلاَمَةُ أَجَلِكَ»، {فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا}  فَقَالَ عُمَرُ: «مَا أَعْلَمُ مِنْهَا إِلَّا مَا تَقُولُ»

Telah menceritakan Musa bin Ismail, telah menceritakan kepada kami Abu ‘Awanah dari Abi Bisyr dari Said bin Jubair, dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Umar memasukkanku bersama tokoh-tokoh senior Perang Badar, timbul tanda tanya pada sebagian mereka,”Mengapa engkau memasukkan anak ini, kamipun punya anak sepertinya, lalu Umar berkata,”Sesungguhnya ia seperti yang kalian telah ketahui, lalu Umar memanggilnya pada suatu hari dan memasukkannya bersama mereka, aku tidak melihat melainkan Umar ingin menunjukkanku kepada mereka. Lalu Umar berkata,”Apa pendapat kalian tentang firman Allah:

{إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالفَتْحُ}

Sebagian mereka berkata,”Kita diperintahkan untuk memuji Allah, memohon ampun kepada-Nya, jika Dia memenangkan kita, membukakan kemenangan untuk kita. Dan sebagian lagi terdiam tak berkata sedikitpun”. Lalu Umar berkata kepadaku,’Begitukan maknanya wahai Ibnu Abbas?”. Aku berkata,”Bukan”. Umar berkata,” Lalu apa pendapatmu,”Menurutku Itu adalah ajalnya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam,”.

{إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالفَتْحُ}
Itu adalah tanda ajalnya, lalu Umar berkata, “Tak ada yang lebih tahu melainkan seperti apa yang kau katakan”. (HR. Bukhari, No. 4970)

 Ibnu Hajar Al Asqalani  menyebutkan, bahwa salah satu kebiasaan Umar bin Khattab adalah memasukkan orang yang diangga memiliki keistimewaan dalam sebuah majelis sebagai penghormatan.
كَانَ عُمَرُ يُدْخِلُنِي مَعَ أَشْيَاخِ بَدْرٍ أَيْ مَنْ شَهِدَ بَدْرًا مِنْ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَكَانَتْ عَادَةُ عُمَرَ إِذَا جَلَسَ لِلنَّاسِ أَنْ يَدْخُلُوا عَلَيْهِ عَلَى قَدْرِ مَنَازِلِهِمْ فِي السَّابِقَةِ وَكَانَ رُبَّمَا أَدْخَلَ مَعَ أَهْلِ الْمَدِينَةِ مَنْ لَيْسَ مِنْهُمْ إِذَا كَانَ فِيهِ مَزِيَّةً
Umar memasukkanku bersama Syaikh Badr, yaitu dari kalangan Muhajirin dan Anshar, yang turut dalam perang Badar, karena kebiasaan Umar dalam majelis, ia memasukkan seseorang yang memiliki kedudukan, terkadang ia memasukkan orang-orang bersama penduduk Madinah meski bukan dari orang Madinah jika orang tersebut memiliki keistimewaan”.[4]

C.      Kandungan Umum Surat
·         Surat ini merupakan bisyarah (kabar gembira) dari Rasulullah Shalalahu alaihi wasallam, bahwa kelak agama Islam akan tersebar luas, manusia akan berbondong-bondong masuk kedalamnya. Ditandai dengan peristiwa Fathu Makkah.
·         Perintah untuk senantiasa mensucikan Allah dengan bertasbih, memuji Allah, bersyukur dan memohon ampunan dalam kehidupan sehari-hari.

والله أعلم

Diringkas Oleh Al Faqir Ilallah
Fauzan Sugiyono, Lc, M.Ag




[1] Syekh Nawawi Al-Bantani, Tafsir Murah Labid, 2/673
[2] Wahbah Az Zuhaily, Tafsir Al Munir, 30/445
[3] Imam Asy Syaukani, Fathul Qadir, 5/623
[4] Ibnu Hajar al Atsqalani, Fathul Bari, 8/735