Rabu, 23 Mei 2018




Pertanyaan:

Apakah wajib berniat shaum di bulan Ramadhan setiap harinya ataukah cukup satu kali niat saja untuk sebulan penuh?

Jawaban:

Niat dalam ibadah hukumnya wajib untuk membedakan antara ibadah dan bukan ibadah, atau untuk membedakan antara satu ibadah dan lainnya. Para ulama sepakat bahwa tempatnya niat adalah didalam hati, sedangkan mereka berbeda pendapat tentang  talafudz (pengucapan), dalam madzhab Syafi’i disunnahkan membaca Lafaz niat tersebut dengan maksud agar hati terkonsentrasi dalam suatu ibadah tertentu.

Terkait dengan niat puasa, ada dua pendapat tentang kondisi niat.

1.       Niat cukup sekali saja di awal Ramadhan
Ini adalah pendapat Imam Malik:

إذا نوى لجميع شهر رمضان من أول ليلة أجزأه ذلك

                “Jika seseorang berniat untuk sebulan penuh  pada awal Ramadhan maka mencukupi hal itu” (Al Ma’unah Fi Mazhab Alim Al Madinah, 458).

Menurut Imam Malik, puasa merupakan satu ibadah, yang tak terpisah-pisah dalam bilangan hari. Sehingga cukup satu kali saja niat diawal Ramadhan.

2.       Niat setiap malam Ramadhan

Ini adalah pendapat Mayoritas ulama mazhab (Syafi’I, Hanafi dan Hambali).

تجب النية لكل يوم من أيام رمضان؛ لأن صوم كل يوم عبادة منفردة
“Wajib berniat setiap hari dari bulan Ramadhan, karena puasa setiap harinya merupakan ibadah yang terpisah”. (Al Muhazab Fi Fikh Imam Asy Syafi’I, 180)

 Maksudnya puasa hari tertentu, jika batal maka harus mengganti di hari lain.

Kapan Waktu Berniat?

Dilakukan pada malam hari sampai menjelang Subuh, berdasarkan hadits Rasulullah:


من لم يبيت الصيام قبل طلوع الفجر فلا صيام له

“Siapa yang tidak berniat untuk berpuasa sebelum datang subuh, maka tidak ada puasa baginya” (HR. an-Nasa’i)

Sedangkan untuk puasa Sunnah, boleh niat pada pagi hari, dengan syarat belum makan atau minum.

عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ قَالَتْ دَخَلَ عَلَىَّ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ « هَلْ عِنْدَكُمْ شَىْءٌ ». فَقُلْنَا لاَ. قَالَ « فَإِنِّى إِذًا صَائِمٌ ». ثُمَّ أَتَانَا يَوْمًا آخَرَ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أُهْدِىَ لَنَا حَيْسٌ. فَقَالَ « أَرِينِيهِ فَلَقَدْ أَصْبَحْتُ صَائِمًا ». فَأَكَلَ

Dari ‘Aisyah Ummul Mukminin, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menemuiku pada suatu hari lantas beliau berkata, “Apakah kalian memiliki sesuatu untuk dimakan?” Kami pun menjawab, “Tidak ada.” Beliau pun berkata, “Kalau begitu saya puasa saja sejak sekarang.” Kemudian di hari lain beliau menemui kami, lalu kami katakan pada beliau, “Kami baru saja dihadiahkan hays (jenis makanan berisi campuran kurman, samin dan tepung).” Lantas beliau bersabda, “Berikan makanan tersebut padaku, padahal tadi pagi aku sudah berniat puasa.” Lalu beliau menyantapnya. (HR. Muslim no. 1154).

والله أعلم


Apakah Menangis Membatalkan Puasa



Pertanyaan:

Apakah hukum menangis saat puasa?

Jawaban:

Syekh Sayid Sabiq dalam kitab Fikih Sunnah merilis hal-hal yang membatalkan puasa, diantaranya:

1.       Makan dan minum secara sengaja
2.       Muntah dengan sengaja
3.       Haid dan nifas
4.       Onani
5.       Masuknya al ghiza (sejenis makanan) ke rongga perut ( Fikih Sunnah, 1/466)

Sedangkan menangis tidak masuk dalam kategori diatas.

Dilihat terlebih dahulu menangisnya karena apa, jika menangis sesenggukan, tersedu,  karena membaca Al Qur’an, bertaubat, terkena musibah, atau yang senada dengan ibadah maka tidaklah membatalkan puasa. Kecuali jika menangisnya air matanya begitu deras mengalir, hingga terminum.

Adapun Syekh Shalih Utsaimin menyatakan bahwa kondisi air mata bagaimanapun tidak membatalkan puasa (Asy Syarith Sual Wal Jawab, Syekh Shalih Ustaimin)

Apakah Hukum mencuci muka disiang hari Ramadhan, agar tidak haus?




Pertanyaan:

Apakah Hukum mencuci muka disiang hari Ramadhan, agar tidak haus?

Jawaban:

Bismillah, tidak mengapa mencuci muka pada siang hari agar badan segar.  Kebolehan ini berdasarkan hadits Rasulullah shalallahu alaihi wasallam para sahabat melihat beliau mengguyur kepala:

لقد رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم بالعَرْج يصب على رأسه الماء وهو صائم من العطش أو من الحر

“Aku melihat Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam, disebuah desa disebut ‘Al Araj, mengguyur kepalanya dengan air saat berpuasa karena haus dan panas”. (HR. Abu Daud-disahihkan oleh Syekh Nashiruddin Al Albani)

Hukum Menshare Foto-foto Makanan Saat Puasa



Tanya:

Apakah Hukum melihat foto makanan akhirnya timbul nafsu makan saat puasa dan hukum menshare-nya sehingga orang lain tergiur?

Jawab

Puasa itu tidak hanya menahan lapar, haus dan segala yang membatalkannya dari terbit fajar hingga terbenam matahari, namun juga menjaga diri agar puasa kita tidak sia-sia. Oleh karenanya Imam Abu Hamid Al Ghazali  memberi tingkatan puasa kedalam 3 golongan:

1.       Puasa umum (hanya meninggalkan lapar dan haus saja, tanpa menjaga panca indera dari dosa)
2.       Puasa khusus ( meninggalkan lapar dan haus dan menjaga panca indera karena Allah)
3.       Puasa Khususul Khusus ( fokus pada Ibadah dan meninggalkan hal-hal yang dapat merusak pahala puasa, meski hanya berfikir nanti sore akan berbuka pakai apa) (Ihya Ulumuddin, 1, 234)

Terkait dengan hukum melihat foto makanan sebenarnya tidak membatalkan puasa, namun puasanya bisa rusak, apalagi jika setelahnya timbul godaan untuk membatakan. 

Sedangkan hukum menshare-foto makanan agar orang lain ada dua kondisi:

·         Dengan niat agar orang lain batal

Jika diniatkan agar puasa orang lain batal, maka hukumnya seperti orang yang merintangi orang lain untuk beribadah. Apalagi di bulan Romadhan, bisa terjatuh pada dosa.

Rasulullah bersabda:

وَمَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ

“Barangsiapa yang memberi petunjuk pada kejelekan, maka ia akan mendapatkan dosa dari perbuatan jelek tersebut dan juga dosa dari orang yang mengamalkannya setelah itu tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun juga.” (HR. Muslim, 1017).

·         Iseng saja

Jika mensharenya iseng saja buat seru-seruan saja, maka hal tersebut tidaklah layak dilakukan pada saat berpuasa. Sebaiknya dihindari.

Rasulullah bersabda:

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ

“Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat.” (HR. Tirmidzi no. 2317, Ibnu Majah no. 3976. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Wallahu a’lam


Apakah hukum mencium  aroma makanan sehingga mengundang nafsu makan membatalkan puasa?

Jawaban:

Tidak mengapa mencium aroma makanan ketika sedang berpuasa, asalkan tidak menjadi hobi yang diperturutkan, apalagi ia sedang berpuasa.

Syekh Sulaiman bin Manshur al Jamal menyebutkan:

لانه ليس عينا ويؤخذ من هذا أن وصول الدخان الذي فيه رائحة البخور أو غيره   إلا جوفه لا يضر

Karena itu bukan materi, dari sini bahwasanya sampainya asap aroma wewangian atau lainnya terhirup kerongga perut tidak masalah (Hasyiyah Al Jamal, 2/318).

Adapun terkait mencicipi makanan hukumnya, boleh selama tidak berlebihan dan tidak tertelan.

لا بأس أن يذوق الطعام ؛ الخل أو الشيء ما لم يدخل حلقه وهو صائم

Ibnu Abbas berkata,” Tidak mengapa mencicipi makanan , cuka atau sejenisnya, selama tidak sampai tertelan saat sedang berpuasa” (HR Al Baihaqi, Abi Syaibah dalam Sunan Al Kubra)

Kesimpulan:

Saat berpuasa, sebaiknya dihindari mendekati makanan atau minuman karena khawatir memicu nafsu makan dan akhirnya tergiur membatalkannya. Perbanyak ibadah atau tilawah.