Minggu, 24 September 2017

TAFSIR SURAT AN NASHR ( MUQADDIMAH)





إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ (1) وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا (2) فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا (3)

1.      Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,
2.       Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong,
3.       Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.

A.     Identifikasi Surat

·         Termasuk Madaniyah
·         Urutan surat 110
·         Dinamakan juga surat Al Fath (Kemenangan) dan juga surat At Taudhi’ (Perpisahan)
·         Jumlah ayatnya ada 3 dan 23 kata serta 70 huruf [1]
·         Menurut An Nasai dari Ubaidillah bin Abdullah bin Utaibah, surat An Nasr merupakan surat terakhir yang diturunkan Allah.
·         Turun setelah surat At Taubah
·         Waktu turun surat ini ada 2 pendapat:
o   Sebelum Fathu Makkah, dan merupakan janji Allah seperti tercantum dalam firman-Nya:
إِنَّ الَّذِي فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لَرادُّكَ إِلى مَعادٍ
Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al Quran, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali QS. (Al Qashash[28]: 85)
o   Setelah Fathu Makkah terjadi  tahun 8 Hijriyah pada bulan Ramadhan, kemudian surat ini turun pada tahun 10 hijriyah. Dimana 70 hari setelah surat ini turun, Rasulullah wafat. Dan mayoritas Ulama berpendapat dengan hal ini.

·         Menurut Syekh Wahbah Az Zuhaily surat ini dinamakan surat An-Nashr, karena dimulai dengan kata:
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ
Menyatakan tentang peristiwa Fathu Makkah Al Mukarramah[2].


B.      Sebab TuruN Surat

Imam Asy Syaukani menyebutkan dalam Tafsirnya:
Surat ini turun di Madinah, seperti riwayat yang bersumber dari Abi Syaibah,

هَذِهِ السُّورَةُ نَزَلَتْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْسَطَ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ بِمِنًى، وَهُوَ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ إِذا جاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ حَتَّى خَتَمَهَا فَعَرَفَ رسول الله صلى الله عليه وسلم أنها الْوَدَاعُ
Surat ini turun atas Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam pertengahan hari tasyriq di Mina, saat beliau melaksanakan haji wada’, Jika datang pertolongan Allah dan kemenangan hingga selesia, dan Rasulullah mengetahui akan saat perpisahan.[3]

Imam Al Bukhari dalam kitab Shahihnya menyebutkan tentang sebab turun surat An Nasr:
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ، حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ، عَنْ أَبِي بِشْرٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: كَانَ عُمَرُ يُدْخِلُنِي مَعَ أَشْيَاخِ بَدْرٍ فَكَأَنَّ بَعْضَهُمْ وَجَدَ فِي نَفْسِهِ، فَقَالَ: لِمَ تُدْخِلُ هَذَا مَعَنَا وَلَنَا أَبْنَاءٌ مِثْلُهُ، فَقَالَ عُمَرُ: إِنَّهُ مَنْ قَدْ عَلِمْتُمْ، فَدَعَاهُ ذَاتَ يَوْمٍ فَأَدْخَلَهُ مَعَهُمْ، فَمَا رُئِيتُ أَنَّهُ دَعَانِي يَوْمَئِذٍ إِلَّا لِيُرِيَهُمْ، قَالَ: مَا تَقُولُونَ فِي قَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى: {إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالفَتْحُ} ؟ فَقَالَ بَعْضُهُمْ: أُمِرْنَا أَنْ نَحْمَدَ اللَّهَ وَنَسْتَغْفِرَهُ إِذَا نُصِرْنَا، وَفُتِحَ عَلَيْنَا، وَسَكَتَ بَعْضُهُمْ فَلَمْ يَقُلْ شَيْئًا، فَقَالَ لِي: أَكَذَاكَ تَقُولُ يَا ابْنَ عَبَّاسٍ؟ فَقُلْتُ: لاَ، قَالَ: فَمَا تَقُولُ؟ قُلْتُ: «هُوَ أَجَلُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْلَمَهُ لَهُ»، قَالَ: {إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالفَتْحُ} «وَذَلِكَ عَلاَمَةُ أَجَلِكَ»، {فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا}  فَقَالَ عُمَرُ: «مَا أَعْلَمُ مِنْهَا إِلَّا مَا تَقُولُ»

Telah menceritakan Musa bin Ismail, telah menceritakan kepada kami Abu ‘Awanah dari Abi Bisyr dari Said bin Jubair, dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Umar memasukkanku bersama tokoh-tokoh senior Perang Badar, timbul tanda tanya pada sebagian mereka,”Mengapa engkau memasukkan anak ini, kamipun punya anak sepertinya, lalu Umar berkata,”Sesungguhnya ia seperti yang kalian telah ketahui, lalu Umar memanggilnya pada suatu hari dan memasukkannya bersama mereka, aku tidak melihat melainkan Umar ingin menunjukkanku kepada mereka. Lalu Umar berkata,”Apa pendapat kalian tentang firman Allah:

{إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالفَتْحُ}

Sebagian mereka berkata,”Kita diperintahkan untuk memuji Allah, memohon ampun kepada-Nya, jika Dia memenangkan kita, membukakan kemenangan untuk kita. Dan sebagian lagi terdiam tak berkata sedikitpun”. Lalu Umar berkata kepadaku,’Begitukan maknanya wahai Ibnu Abbas?”. Aku berkata,”Bukan”. Umar berkata,” Lalu apa pendapatmu,”Menurutku Itu adalah ajalnya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam,”.

{إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالفَتْحُ}
Itu adalah tanda ajalnya, lalu Umar berkata, “Tak ada yang lebih tahu melainkan seperti apa yang kau katakan”. (HR. Bukhari, No. 4970)

 Ibnu Hajar Al Asqalani  menyebutkan, bahwa salah satu kebiasaan Umar bin Khattab adalah memasukkan orang yang diangga memiliki keistimewaan dalam sebuah majelis sebagai penghormatan.
كَانَ عُمَرُ يُدْخِلُنِي مَعَ أَشْيَاخِ بَدْرٍ أَيْ مَنْ شَهِدَ بَدْرًا مِنْ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَكَانَتْ عَادَةُ عُمَرَ إِذَا جَلَسَ لِلنَّاسِ أَنْ يَدْخُلُوا عَلَيْهِ عَلَى قَدْرِ مَنَازِلِهِمْ فِي السَّابِقَةِ وَكَانَ رُبَّمَا أَدْخَلَ مَعَ أَهْلِ الْمَدِينَةِ مَنْ لَيْسَ مِنْهُمْ إِذَا كَانَ فِيهِ مَزِيَّةً
Umar memasukkanku bersama Syaikh Badr, yaitu dari kalangan Muhajirin dan Anshar, yang turut dalam perang Badar, karena kebiasaan Umar dalam majelis, ia memasukkan seseorang yang memiliki kedudukan, terkadang ia memasukkan orang-orang bersama penduduk Madinah meski bukan dari orang Madinah jika orang tersebut memiliki keistimewaan”.[4]

C.      Kandungan Umum Surat
·         Surat ini merupakan bisyarah (kabar gembira) dari Rasulullah Shalalahu alaihi wasallam, bahwa kelak agama Islam akan tersebar luas, manusia akan berbondong-bondong masuk kedalamnya. Ditandai dengan peristiwa Fathu Makkah.
·         Perintah untuk senantiasa mensucikan Allah dengan bertasbih, memuji Allah, bersyukur dan memohon ampunan dalam kehidupan sehari-hari.

والله أعلم

Diringkas Oleh Al Faqir Ilallah
Fauzan Sugiyono, Lc, M.Ag




[1] Syekh Nawawi Al-Bantani, Tafsir Murah Labid, 2/673
[2] Wahbah Az Zuhaily, Tafsir Al Munir, 30/445
[3] Imam Asy Syaukani, Fathul Qadir, 5/623
[4] Ibnu Hajar al Atsqalani, Fathul Bari, 8/735

Kamis, 14 September 2017

TESIS JUDUL STATUS ANAK DARI PERNIKAHAN DI BAWAH TANGAN


Silahkan  download karya Tesis  S2, saya Fauzan Sugiyono kala kuliah di Pasca Sarjana Institute Ilmu Ilmu Al Qur'an Jakarta tahun 2016, pada link dibawah ini, semoga bermanfaat

https://blogpaidepok.wordpress.com/karya-tesis-pascasarjanaku/

Rabu, 13 September 2017

HUKUM MENIKAHI WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DAN STATUS ANAKNYA




Assalaamu'alaikum ustadz, 

Bagaimana hukumnya jika seorang perempuan hamil di luar pernikahan, kedua orang tuanya malu, lalu bagaimanakah hukum pernikahan dan status anaknya?

J di Jawa Barat


Waalaikum salam,

Islam mengatur pergaulan antara lain jenis, dengan melarang pergaulan bebas dan mendekati zina. perbuatan zina terjadi karena lemahnya pemahaman agama Islam, atau keluarga yang broken home, ketika kepala keluarga tidak mendidik dengan akhlak Islam.
 
A.     Hukum perkawinan wanita hamil diluar nikah sah, menurut para ulama:

a.       Pendapat yang mengharamkan
Mazhab Maliki dan Hambali mengharamkan
Aisyah, Ali bin Abi Thalib, Al-Barra' dan Ibnu Mas'ud termasuk di antara Sahabat yang mengharamkan pria menikahi wanita yang dizinainya. Dan karena itu, mereka tidak menganggap sah pernikahan semacam ini.

b.      Pendapat yang membolehkan
Mazhab Syafii dan Mazhab Hanafi membolehkan menikahi wanita yang hamil karena zina, tanpa harus menunggu anak lahir.
وَيَجُوزُ نِكَاحُ الحَامِلِ مِنَ الزِّنَا لأَنَّ حَمْلَهَا لاَيَلْحَقُ بِأَحَدٍ فَكَانَ وُجُودُهُ كَعَدَمِهِ

Boleh menikahi wanita hamil dari perzinaan, karena sesungguhnya kehamilannya itu tidak dapat ditujukan kepada seseorang, sehingga wujud dari kehamilan tersebut adalah seperti ketiadaannya.( Al Muhazzab, 2/113)

 (مَسْأَلَةُ ش) وَيَجُوزُ نِكَاحُ الحَامِلِ مِنَ الزِّنَا سَوَاءُ الزَّانِى وَغَيْرِهِ وَوَطْءُهَا حِيْنَئِذٍ مَع الكَرَاهَةِ

Boleh menikahi wanita yang hamil dari perzinaan, baik oleh laki-laki yang menzinainya atau oleh lainnya dan menyetubuhi wanita pada waktu hamil dari zina tersebut adalah makruh. (Bughyatul Musytarsyidin hlm. 201)

أَمَّا وَطْءِ الزِّنَا فَإنَّهُ لاَ عِدَّةَ فِيْهِ وَيَحِلُّ التَّزْوِيْجُ بِالحَامِلِ مِنَ الزِّنَا وَوَطْءِهَا وَهِيَ حَامِلٌ عَلَى الأصَحِّ وَهَذَا عِنْدَ الشَّافِعِى

Adapun hubungan seksual dari perzinaan, maka sesungguhnya tidak ada 'iddah padanya. Halal mengawini wanita yang hamil dari perzinaan dan halal menyetubuhinya sedangkan wanita tersebut dalam keadaan hamil menurut pendapat yang lebih kuat.( Al-Fiqh ala Madzahibil Arba’ah juz 4/533)

B.      Tinjauan Kompilasi hukum Islam Indonesia

Disebutkan dalam (Bab VIII) tentang  Kawin Hamil sama dengan persoalan menikahkan wanita hamil. Pasal 53 dari BAB tersebut berisi tiga(3) ayat , yaitu :

a.      Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dinikahkan dengan pria yang menghamilinya.
b.      Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat(1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dulu kelahiran anaknya.
c.       Dengan dilangsungkan perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.

C.      Status Anaknya

status anak yang dilahirkan tetap sebagai anak zina. Dan karena itu dinasabkan pada ibunya. Bukan pada pria yang menikahi ibunya karena faktanya ia bukan ayah biologisnya. Apabila anak tadi terlahir perempuan, maka yang menjadi walinya adalah wali hakim atau pejabat KUA (Kantor Urusan Agama).
Dalilnya:

الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ ، وَلِلْعَاهِرِ الحجَرُ

Anak itu dinasabkan kepada suami yang sah sedangkan laki-laki yang berzina itu tidak dapat apa-apa (HR Bukhari no 6760 dan Muslim no 1457)

Maksudnya, ayah biologis hubungan perzinaan bukanlah ayah si anak. Dan tidak berhak menjadi wali pernikahannya.

Tidak berhak mendapat warisan

Dalam Islam, anak zina juga tidak berhak mendapat harta warisan dari orang tua angkatnya. Berdasarkan pada hadits:

مَنْ عَهِرَ بِامْرَأةٍ حُرَةِ أو أَمَةِ قَومٍ فَالوَلَدُ وَلَدُ زِنا ، لا يَرِثُ وَلا يُوْرَثُ
Barangsiapa yang berzina dengan seorang perempuan maka status anaknya adalah anak zina. Dia tidak mewarisi dan tidak menerima warisan (dari ayah biologisnya).

Ayah Biologis zina tidak berhak menjadi wali

فَالسُّلْطَانُ وَلِىُّ مَنْ لاَ وَلِىَّ لَهُ
Penguasa adalah wali nikah bagi perempuan yang tidak memiliki wali nikah. (Kitab Al Mustadrok 'alas Sahihain)


Oleh; Ust. Fauzan Sugiyono, Lc, M.Ag
(Pengasuh Yayasan Amal Robbani Insan Sejahtera Depok)

Tafsir Surat Al Masad Bagian Tiga



KELAK ABU LAHAB DAN ISTRINYA MASUK NERAKA 

سَيَصْلَى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ (3) وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ (4) فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِنْ مَسَدٍ (5) 

Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak (3) Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar (4) Yang di lehernya ada tali dari sabut (5) (QS. Al-Masad [111]:3-5)

Tinjauan bahasa


حَمَّالَة
pembawa
الْحَطَب
Kayu bakar

مسد
Tali sabut

Setelah Allah kabarkan dalam ayat sebelumnya, bahwa Abu Lahab benar-benar akan celaka, dan tak kan berguna anak, harta dan segala daya upayanya dalam mencelakakan Rasulullah dan dakwah pada saat itu, kemudian Allah mengabarkan kejadian pada masa mendatang tentang nasib Abu Lahab. Kelak ia akan masuk neraka yang apinya bergejolak dahsyat.

Kandungan Ayat Ayat ke 3:

سَيَصْلَى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ
Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak (QS. Al Masad:3)

Menurut Fakhruddin Ar Razi [606H] dalam kitabnya Mafatihul Ghaib, ayat ini mengandung tiga petunjuk kejadian:

a.       Berita buruk akan kerugian dan celaka Abu Lahab
b.      Berita buruk bahwa anak dan hartanya tak kan berguna
c.       Berita buruk bahwa Abu Lahab kelak termasuk penghuni neraka, dan ia mati dalam kekafirannya.( Ar Razi, Mafatihul Ghaib,32/353)

Objek Dakwah Pada Keluarga Rasulullah

Menurut Syekh Shalih bin Utsaimin dalam tafsir Juz Amma, ada tiga objek dakwah dalam keluarga Nabi Muhammad:

1.      Beriman dan berjihad di jalan dakwah Nabi Muhammad mereka adalah Abbas bin Abdul Muthalib dan Hamzah bin Abdul Muthalib
2.      Mendukung dakwah Nabi, namun mati tetap dalam kekafiran, ia adalah Abu Thalib
3.      Menghambat dakwah Nabi sejak hidup hingga mati, mereka adala Abu Jahal dan Abu Lahab. (Syekh Shalih bin Ustaimin, Tafsir Juz Amma, 274)


Potret Keluarga Calon Penghuni Neraka

Keluarga dalam Islam merupakan sarana untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah. Di dalamnya bukan hanya berisi kegiatan keduniawian saja, namun juga harus memiliki rencana-rencana ibadah dan aktifitas ukhrawi agar mendapatkan keberkahan didunia dan akherat. Potret keluarga Abu Lahab merupakan miniatur keluarga calon penghuni neraka. Saat mereka memusuhi Rasulullah dengan permusuhan yang mendalam, bahkan aktifitas memusuhi dakwah Nabi Muhammad menyebabkan kebencian yang luar biasa dalam keseharian mereka. Abu Lahab gemar menghasut orang-orang Quraisy agar memusuhi Nabi, begitupula istrinya gemar mengadu domba untuk mencelakakan Nabi. Sehingga Allah mengancam keluarga tersebut dengan neraka yang berkobar di akherat kelak, nauzubillah min zalik.


 Kandungan Ayat ke empat

وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ
Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar

      Menurut Ibnu Jarir At Thabari, makna ayat ini adalah:
a.       Istri Abu Lahab melakukan rencana buruk untuk mencelakakan Rasulullah dengan meletakkan duri-duri kayu pada malam hari dijalan yang dilalui beliau.
b.      Istri Abu Lahab gemar mengadu domba (namimah). (Tafsir At Thabari, 24/680)

Imam Ibnu Katsir menyebutkan dalam tafsirnya:
وَكَانَتْ زَوْجَتُهُ مِنْ سَادَاتِ نِسَاءِ قُرَيْشٍ، وَهِيَ: أُمُّ جَمِيلٍ، وَاسْمُهَا أَرْوَى بنتُ حَرْبِ بْنِ أُمَيَّةَ، وَهِيَ أُخْتُ أَبِي سُفْيَانَ. وَكَانَتْ عَوْنًا لِزَوْجِهَا عَلَى كُفْرِهِ وَجُحُودِهِ وَعِنَادِهِ؛ فَلِهَذَا تَكُونُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَونًا عَلَيْهِ فِي عَذَابِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ

Istri Abu Lahab adalah tokoh wanita kaum Quraisy, dialah Ummu Jamil, namanya Arwa binti Harb bin Umayyah, saudara perempuan Abu Sofyan. Ia membatu suaminya, Abu Lahab dalam kekafiran, ingkar dan pembangkangan. Oleh karenanya pada hari kiamat kelak, ia turut menjerumuskan suaminya ke neraka Jahannam.(Tafsir Ibnu Katsir, 8/515)

Menurut Ahmad Musthafa Al Maraghi dalam tafsirnya menyebutkan bahwa istri Abu Lahab membawa kayu bakar dan duri-duri lalu disebarkan pada malam hari di jalan yang dilalui Rasulullah, agar beliau celaka. ( Tafsir Al Maraghi,30/263)

Kandungan Ayat kelima

فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِنْ مَسَدٍ

Yang di lehernya ada tali dari sabut

Ilustrasi yang Allah deskripsikan untuk istri Abu Lahab adalah sosok wanita yang begitu kepayahan membawa kayu bakar dan tali temali. Ini gambaran hina bagi wanita yang begitu gigihnya memerangi dakwah Nabi Muhammad, kelak dineraka, istri Abu Lahab ini akan memikul kayu bakar neraka dan lehernya terkalungkan tali dari api neraka, seperti saat dahulu di dunia. ( Tafsir Al Maraghi, 30/263)

Hikmah

·         Abu Lahab dan istrinya potret orang atau golongan yang menghalangi, membenci bahkan mengharap padamnya Islam dan dakwah, type keluarga seperti mereka aka nada setiap zaman.
·         Ancaman neraka kepada Abu Lahab dan istrinya pasti terjadi bahwa keduanya akan disiksa dengan siksaan yang sangat pedih kelak.
·         Keluarga merupakan objek dakwah yang penting, maka jangan tinggalkan keluarga dalam proses taqarrub kepada Allah.


Oleh: Ust. Fauzan Sugiyono, Lc, M.Ag

(Pembina Yayasan Amal Rabbani Insan Sejahtera (YARIS) Depok-Jawa Barat