Senin, 28 Maret 2016

LARANGAN BERBICARA, APA YANG KAMU TIDAK DILAKUKAN


Firman Allah

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ (2) كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ (3)
Wahai orang-orang yang beriman mengapa kalian mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan?
Itu sangat dibenci Allah jika kalian mengatakan apa-apa yang tidak  dikerjakan ( QS. As Shaff[61]:2-3)

Tinjauan Bahasa

لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ
Mengapa kalian mengatakan apa yang tidak dikerjakan
Kalimat tanya (istifham) dalam ayat ini berfungsi untuk teguran (li taubikh)[1]

كَبُرَ مَقْتًا
Besarnya murka Allah

مَقْتًا
Murka

Kandungan Ayat

Meskipun iman ada di dalam hati, namun ia akan terpancar keluar bersama ucapan, perilaku dan akhlak seorang mukmin. Seorang mukmin yang benar imannya ia akan berbicara dengan pertimbangan imannya, tidak berdusta dan memegang teguh ucapannya. Ucapan seorang mukmin ibarat madu yang manis, damai untuk didengarkan dan menjadi obat bagi manusia. Ia tidak berbicara kecuali mengandung kebaikan, dan ketika diam, diamnya pun mengandung kebaikan. Karena diamnya orang mukmin adalah untuk berfikir dan berzikir. Maka pantang bagi seorang mukmin untuk berbicara atas apa yang ia tidak ketahui, apalagi ia berbicara terhadap amal kebaikan yang ia tak pernah lakukan. Murka Allah amatlah besar jika seseorang mengatakan apa yang ia tak lakukan.

Ayat ini seakan menjadi teguran  bagi setiap kita khususnya para da’i dalam menyerukan dakwah kepada Allah untuk menjadi orang pertama dalam melaksanakan kebaikan, dan menjadi orang pertama dalam menjauhi kemunkaran sebelum ia menyampaikan dakwahnya kepada orang lain. Karena kekuatan dakwah akan lebih terasa manakalah para da’i menjadi panutan, teladan dalam amal-amal kebaikan, bukan hanya ucapan tanpa di praktekkan.

 Imam As Sa’di menafsirkan ayat ini sebagai berikut:

لم تقولون الخير وتحثون عليه، وربما تمدحتم به وأنتم لا تفعلونه، وتنهون عن الشر وربما نزهتم أنفسكم عنه، وأنتم متلوثون به ومتصفون به.
“ Mengapa kalian menyeru kebaikan atau mungkin kalian memuji diri kalian sendiri terhadap kebaikan, sedang kalian tidak melaksanakan? Atau kalian mencegah kemunkaran atau mungkin juga kaliah mensucikan diri darinya, namun sebenatnya kalian berlumur keburukan it”.[2]



Imam Ibnu Katsir menyebutkan dalam tafsirnya ayat ini menjadi dasar pijakan para ulama salaf akan wajibnya memenuhi janji secara mutlak. Meskipun harus terkena denda atau sanksi dari janji yang diucapkan itu ataupun tidak[3]

Beliau juga menyebutkan bahwa tanda-tanda orang munafik adalah mengingkari ucapan dan janjinya, seperti disebutkan dalam hadits:

"آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ: إِذَا حَدَّث كَذَبَ، إِذَا وَعَد أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
“Tanda-tanda orang munafik ada tiga,” Jika berbicara ia dusta, jika berjanji ia ingkar, dan jika diberikan amanah ia berkhianat”.
( Sahih Bukhari no.33, Sahih Muslim no. 59, bersumber dari Abu Hurairah Radhiyallah Anhu)


Juga dalam hadits lain disebutkan:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا : إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ , وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ , وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ , وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ ، فَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا

Dari Abdullah bin Amru, berkata, “Telah bersabda Rasulullah Shalallahu Alahi wasallam,” Empat hal jika terdapat dalam diri seseorang, ia benar-benar seorang munafik yang sesungguhnya (khalisan) yaitu,”Jika berkata, ia dusta, jika berjanji ia ingkar, jika mengadakan perjanjian ia membatalkan, jika berselisih ia kejam”. ( Sahih Bukhari no. 2292)

Ayat Ketiga

كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ
“Itu sangat dibenci Allah jika kalian mengatakan apa-apa yang tidak  dikerjakan”( QS. Ash Shaff:3)

Muhammad Sayid At Thantawi menyebutkan:
كَبُرَ بمعنى عظم، لأن الشيء الكبير، لا يوصف بهذا الوصف، إلا إذا كان فيه كثرة وشدة في نوعه
“Kata “Kabura” bermakna ‘Adzuma” artinya agung, besar. Tidak disifatkan dengan sifat tersebut kecuali karena banyaknya dan dahsyat dalam jenisnya”.[4]

 Gambaran murka Allah ini seyogyanya menjadi pelajaran buat kita untuk menjauhi sifat –sifat kaum munafik.  An Nakha’i berkata: Tiga ayat dalam Kitabullah yang membuatku tak bisa memutuskan perkara manusia, ayat tersebut adalah:[5]

(لم تقولون ما لا تفعلون)

Mengapa kalian mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan” (QS. Ash Shaff:2)

(أتأمرون الناس بالبر وتنسون أنفسكم)

Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) sedangkan kamu melupakan diri kamu sendiri ( QS. Al Baqarah: 44)

(وما أريد أن أخالفكم إلى ما أنهاكم عنه)
Dan aku tidaklah berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang”.(QS. Hud:88)



[1] Jabir Abu Bakar al Jazairi, Aisar Tafasir Li Kalam ‘Aliyil Kabir,Jilid 5 (Madina:Maktabah Ulum wal Hikam, 1424H) h. 335
[2]  Abdurrahman Nashir As’ Sa’dy w. 1376 H, Taisir al Karim Ar Rahman fi tafsir Kalamil Mannan, Jilid 1 ( Beirut: Muassasah Ar Risalah,1420 H) h. 858
[3] Ibnu Katsir w 774, ( Tafsir Qur’an Al Adzim, Jilid 8 ( Dar Taybah li Nasyr, 1420) h. 105
[4] Muhammad Sayid  Thantawi, Tafsir al Wasith lil Qur’anil Karim, Jilid 14 ( Cairo: Dar Nahdhah) h. 54
[5] Abu Thayeb Muhammad Sidik Khan w. 1307H,  Fathul bayan Fi Maqashid  Al Qur’an, Jilid 14 ( Beirut: Maktabah al ‘Ashriyah, 1412H) h. 98

Kamis, 10 Maret 2016

TAFSIR BASMALLAH



         Apakah Basmallah Termasuk Ayat Al Fatihah?

Para ulama bersepakat bahwa Basmallah adalah termasuk bagian surat An Naml yang berbunyi:
إِنَّهُ مِنْ سُلَيْمَانَ وَإِنَّهُ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
“Sesungguhnya ( surat ) itu dari Sulaiman dan sesungguhnya isinya”Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.( QS. An Naml [27]:30)

Namun mereka berbeda pandapat tentang apakah Basmallah termasuk ayat dari surat Al Fatihah dalam beberapa pendapat diantaranya:

1.     Basmallah bukan ayat Al Qur’an secara mutlak.

Pendapat pertama mengatakan bahwa Basmallah bukan termasuk ayat Al Qur’an secara mutlak, adapun Basmallah diletakkan diawal surat fungsinya sebagai pembuka surat, wasilah tabaruk ( mencari keberkahan)  dan sebagai pemisah antar surat. Seperti dianut oleh Imam Malik, Abdullah bin Ma’bad, Al Auza’I, Sebagian Hanafiah, pendapat ini pula yang dipilih oleh Al Baqilani. ( Majmu fatawa,22/432) juga dinukil dalam kitab-kitab tafsir ( Maalim Fi Tanzil, 1/38,  Al Kasyaf,1/4, Tafsir An Nasafi.1/1)

Namun dalil dari pendapat ini bersifat umum dan tidak ada dalil  sharih ( jelas ) khusus tentang Basmallah bukan ayat Al Qur’an secara mutlak.  Seperti hadits Anas bin Malik dan Aisyah Radhiyallahu anhuma yang menyatakan bahwa Rasulullah dan Khulafaurrasyidin memulai bacaan Al Fatihah dengan “ Alhamdulillahirabbil Alamin,” namun dalil tersebut mengisyaratkan Nabi dan para sahabat membaca Basmallah secara sir (pelan) bukan berarti tidak membacanya sama sekali, dan bukan berarti membaca pelan itu menjadikan  Basmallah tidak termasuk dari ayat Al Qur’an. ( Syarh Ma’anil Atsar,1/204-205)

Syaikh Ahmad Syakir menyatakan,”

القول الذي زعموا نسبته إلى مالك، ومن معه في أنها ليست آية أصلا قول لا يوافق قاعدة أصولية ثابتة، ولا قراءة صحيحة
Pendapat yang mengaitkan dengan pendapat Imam Malik dan lainya adalah pendapat yang tidak berdasar dan tidak sepaham dengan kaidah ushuliyah yang kokoh, juga tidak sesuai dengan ilmu qiraat yang benar. ( Ahmad Syakir, Ta’liq Sunan at Tirmidzi,2/22)


2.     Basmallah hanya ayat dari surat Al Fatihah sa
Pendapat kedua ini menyatakan bahwa Basmallah hanya ayat dari surat al Fatihah saja, pendapat ini bersumber dari riwayat sebagian salaf seperti  Said bin Zubair,sebagian besar fukaha Mekkah, Kuffah dan ini juga pendapat yang dikemukakan oleh Imam Syafii, Imam Ahmad, Ibnu Ishaq, Ibnu Ubaid, Az Zuhri, Atha dan lainnya.
(Tafsir At Thabari,1/109, Al Umm,1/107,  Al Majmu’3/332-333, Tafsir Ibnu Katsir,1/35Al Istidzkar,2/176, Al Mughni, 2/151)

Dalil pendapat ini diantaranya:

a)      Hadits  Nabi Shalallahu alaihi wasallam bersumber dari Ummu Salamah:

عن أم سلمة - رضي الله عنها - أنها سُئلت عن قراءة النبي - صلى الله عليه وسلم - فقالت: «كان يقطع قراءته آية آية، بسم الله الرحمن الرحيم، الحمد لله رب العالمين، الرحمن الرحيم»
Dari Ummu Salamah Radhiyallahu anha, Ia ditanya tentang bacaan Nabi, lalu ia menjawab,” Nabi memutus bacaan ayat per ayat, Bismillahirahmanirrahim, Al Hamdulillahirabbil alamin, Ar Rahmanirrahim).
( HR.Abu Daud,no. 4002, Ahmad, 6/303,Daruquthni Bab Wujub Qiraat Basmallah Wal Jahr biha,no.37, disahihkan oleh Al Al Bani  dalam Sahih Sunan Abi Daud no. 2927)

b)      Hadits Nabi Shalallahu alaihi wasallam bersumber dari Anas bin Malik:

عن أنس بن مالك - رضي الله عنه - أنه سئل عن قراءة النبي - صلى الله عليه وسلم - فقال: «كانت مداً، ثم قرأ: بسم الله الرحمن الرحيم، يمد بسم الله، ويمد بالرحمن، ويمد بالرحيم»
Dari Anas bin Malik Radhiyallahuanhu, ia ditanya tentang bacaan Nabi Shalallahu alaihi wasallam dan menjawab,” Bacaannya panjang, lalu membaca,” Bismillahirahmanirrahim dengan memanjangkan Bismillah, ar Rahman dan Ar Rahim”.
 ( HR. Bukhari, Bab Mad Al Qira’ah no.5047, Abu Daud, no.1465, An Nasa’i no. 970, Ibnu Majah, 1353, Ahmad,3/119 dan 192)

c)       Riwayat yang bersumber dari Abu Hurairah:

ما رواه أبو هريرة عن النبي - صلى الله عليه وسلم - قال: قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم -: «إذا قرأتم الحمد، فاقرؤوا بسم الله الرحمن الرحيم، إنها أم القرآن، وأم الكتاب، والسبع المثاني، وبسم الله الرحمن الرحيم، أحد آياتها»
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah dari Nabi Shalallahu alihi wasallam, bersabda,” Jika kalian membaca Al Hamdu, maka bacalah Bismillahirrahmanirrahim, Karena ia adalah Ummul Qur’an dan Ummul Kitab dan Sab’ul Matsani. Dan Bismillahirahmanirhim adalah salah satu ayatnya.
( HR. Daruquthni,no 36, Al Baihaqi , 2/45 , hadits Ini di sahihkan oleh Al Albani)

3.     Basmallah merupakan ayat setiap surat didalam Al Qur’an kecuali surat Al Bara’ah
Pendapat ini di dukung oleh Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Az Zuhri, sebagian Hanafiyah dan Syafiiyah dan Sufyan As Tsauri. ( Maalim Tanzil, 1/39)
Dalil-dalil pendapat ini adalah sebagai berikut:

Hadits
ما رواه أنس بن مالك - رضي الله عنه - قال: «أغفى النبي - صلى الله عليه وسلم - إعفاءة - ثم تبسم ضاحكًا، فقال: أنزل علي آنفا سورة ثم قرأ بسم الله الرحمن الرحيم {إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ} إلى آخر السورة
Apa yang diriwayatkan oleh Imam Malik berkata,” Rasulullah tertidur sebentar kemudian  terbangun sambil tersenyum dan bersabda,” Telah turun kepadaku barusan sebuah surat,” lalu Beliau membaca Bismillahirrahmanirrahim, Inna a’thainaka al kautsar, hingga akhir ayat. ( HR. Muslim)

Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah membaca Basmallah pada awal surat Al Kautsar, namun tidak berarti menunjukkan bagian dari setiap surat ( Al Lubab fi Tafsir Al Istiadzah wal Basmallah, 1/113)

4.     Basmallah adalah ayat tersendiri, bukan termasuk ayat setiap surat 

Pendapat ini dianut oleh Ibnu Al Mubarak, Imam Ahmad, Muhammad bin Husain As Syaibani, Daud Adz Dhahiri, Ibnu Quddamah, dan Syaikul Islam Ibnu Taymiyah.
Dalil kalangan ini adalah:

Hadits:
 ما رواه عبد الله بن عباس - رضي الله عنهما - قال: «كان النبي - صلى الله عليه وسلم - لا يعرف فصل السورة، حتى تنزل عليه بسم الله الرحمن الرحيم» رواه أبو داود
Apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas Radhiyallahuanhuma, berkata,”  Dahulu Nabi Shalallahu alaihi wasallam tidak mengetahui pemisah antar surat dalam Al Qur’an hingga Allah menurunkan,”Bismillahirahmanirrahim.” ( HR. Abu Daud )



Ibnu Taimiyah berkata:

فكونها تنزل يدل على أنها آية من القرآن، وكونها للفصل بين السور يدل على أنها ليست من السور، وإنما هي آية مستقلة
Ungkapan bahwa Basmallah diturunkan menunjukkan ia adalah ayat Al Qur’an dan ungkapan “pemisah antar surat” menunjukkan ia bukan bagian dari surat tertentu melainkan Basmallah yang merupakan bagian yang berdiri sendiri. ( Majmu’ Fatawa, 22/276)

·         Hukum membaca Basmallah dalam Shalat

§  Wajib membaca Basmallah dalam setiap shalat dan setiap rekaat, bagi Imam disunnahkan membaca keras, demikian pendapat Imam as Syafi’i.
Dalinya:

عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَرَأْتُمْ الْحَمْدُ للهِ فَاقْرَؤُوْا بِسْمِ اللهِ الرَّحمنِ الرَّحِيْمِ اِنَّهَا اُمُّ الْقُرآَنِ وَاُمُّ الْكِتَابِ وَالسَّبْع الْمَثَانِيْ وَبِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ اِحْدَى آَيَاتِهَا.

“Abu Hurairah RA berkata: “Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallama bersabda: “Apabila kamu membaca surat al-Hamdu lillah, maka bacalah bismillahirrahmanirrahim, karena sesungguhnya ia adalah induk al-Qur’an, induk al-Kitab dan tujuh ayat yang diulang-ulang. Sedangkan Bismillahirrahmanirrahim adalah salah satu ayatnya.”
 (HR. ad-Daraquthni ,1/312) dan al-Baihaqi,as-Sunanul Kubra, 2/45)

           
عَنْ نُعَيْمٍ الْمُجْمِرِ قَالَ صَلَّيْتُ وَرَاءَ أَبِي هُرَيْرَةَ فَقَرَأَ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ثُمَّ قَرَأَ بِأُمِّ الْقُرْآنِ حَتَّى إِذَا بَلَغَ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ فَقَالَ آمِينَ فَقَالَ النَّاسُ آمِينَ … قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنِّي لَأَشْبَهُكُمْ صَلَاةً بِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Nu’aim al-Mujmir berkata: “Aku shalat di belakang Abu Hurairah, lalu ia membaca bismillahirrahmanirrahim, kemudian membaca Ummul Qur’an, sehingga setelah sampai pada ghairil maghdhubi ‘alaihim walad-dhallin, maka ia berkata, amin. Lalu orang-orang juga berkata, amin… Lalu Abu Hurairah berkata: “Demi Dzat yang jiwaku dalam kekuasaan-Nya, sesungguhnya aku adalah orang yang paling menyerupai kamu shalatnya dengan Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam”.

Hadits tersebut diriwayatkan oleh an-Nasa’i,1/134), dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, 1/251), Ibnu Hibban (V/100), ad-Daraquthni (I/309), al-Hakim (al-Mustadrak, I/232) dan al-Baihaqi (as-Sunanul Kubra II/58). Hadits tersebut juga dishahihkan oleh al-Imam an-Nawawi dan al-Hafizh Ibnu Hajar (Fathul Bari, II/267)

§  Sunnah membaca  Basmallah dalam shalat dan sunnah dibaca sir ( pelan). Demikan pendapat Imam Ahmad dan Abu Hanifah.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ صَلَّيْتُ خَلْفَ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ فَكَانُوا يَسْتَفْتِحُونَ بِ (الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ) لاَ يَذْكُرُونَ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ فِى أَوَّلِ قِرَاءَةٍ وَلاَ فِى آخِرِهَا.

“Anas bin Malik berkata: “Aku shalat di belakang Nabi Shallallahu’alaihi wasallam, Abu Bakar, Umar dan Utsman. Mereka memulai dengan alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Mereka tidak menyebut bismillahirrahmanirrahim di awal bacaan dan di akhirnya”. (HR. Muslim ,no.918).

Hadits di atas menunjukkan bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallama, Abu Bakar, Umar dan Utsman memulai shalatnya dengan bacaan alhamdulillahi rabbil ‘alamin, tanpa membaca basmalah di awal dan di akhirnya.

§  Tidak wajib  dan tidak disunnahkan ( tidak membaca ) dalam shalat fardhu, namun mubah dalam shalat sunnah, demikian pendapat Imam Malik, namun pendapat ini lemah berdasarkan hadits-hadits diatas.

Kesimpulan:
§  Pendapat Ibnul Qayyim Al Jauziyah dalam masalah ini:
والإِنصاف الذي يرتضيه العالم المنصف، أنه صلى الله عليه وسلم جهر، وأسر، وقنت، وترك، وكان إسرارُه أكثَر من جهره، وتركه القنوتَ أكثر من فعله
“Pendapat yang bijak yang dibenarkan oleh para ulama yang objektif adalah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah membaca secara keras dan pelan, pernah berqunut dan pernah meninggalkannya. Namun membaca pelan lebih banyak dibanding mengeraskannya, dan meninggalkan qunut lebih banyak dibanding melakukannya.” (Imam Ibnul Qayyim, Zaadul Ma’ad, 1/272)
واالله أعلم