Rabu, 30 Mei 2018

Kapan Sebaiknya Waktu Menunaikan Zakat Fitrah?



Tanya:

Ana mau bertanya ustadz, untuk zakat fitri lebih baik diawal awal ramadhan atau diakhirkan sebelum khotib naik ke atas mimbar?

Jawab:

Syekh Wahbah Az Zuhaily menyebutkan ada 2 pendapat terkait kapan menunaikan zakat fitrah, diantaranya:

1.       Hanafiyah

Kalangan ini berpendapat bahwa zakat fitrah wajib ditunaikan (waktu wajib atau utama) ketika terbit fajar hari pertama idul Fitri. Alasannya karena nama Fitri disandarkan pada hari raya Iedul Fitri. Kalangan ini juga berpendapat sahnya zakat sejak awal Ramadhan, bahkan sebelum Ramadhanpun. namun lebih utama di akhirkan hingga sebelum berangkat shalat Iedul Fitri, dan tidak termasuk zakat jika ditunaikan setelah shalat Ied. Berdasarkan hadits bersumber dari  Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:

مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِىَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِىَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ.

Barangsiapa yang menunaikan zakat fithri sebelum shalat maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu hanya dianggap sebagai sedekah di antara berbagai sedekah.” (HR. Abu Daud no. 1609 dan Ibnu Majah no. 1827. 

2.       Jumhur Ulama (mayoritas) 

Waktu wajib menunaikan zakat fitrah adalah saat matahari terbenam, malam Iedul Fitri. Menurut kalangan Syafiiyah dibolehkan menunaikan  sejak awal Ramadhan. Sementara kalangan Malikiyah dan Hanabilah boleh ditunaikan, sehari atau dua hari sebelum Ied.

 لقول ابن عمر: «كانوا يعطونها قبل الفطر بيوم أو يومين»

“Berdasarkan pendapat Ibnu Umar,” Mereka menunaikan zakat fitrah sebelum Iedul Fitri, sehari atau dua hari “ (HR. Bukhari)

Juga berdasarkan hadits Nabi:
أغنوهم عن الطلب هذا اليوم

“Cukupkan mereka dari meminta-minta pada hari ini (Iedul Fitri)” (HR. Daruquthni)

Kesimpulan:

a.      Boleh menyegerakan bayar zakat dari awal Ramadhan
b.      Boleh juga membayarkannya sehari atau dua hari jelang Iedul Fitri
c.       Waktu utama adalah setelah matahari tenggelam malam Iedul Fitri hingga menjelang shalat Ied, namun perlu diperhatikan kesiapan panitia untuk hal ini, jangan sampai merepotkan saat pembagiannya.

Untuk saat ini pilihan membayarkan zakat pada sehari atau dua hari menjelang Ied merupakan pilihan yang bijak, karena akan memudahkan panitia mendistribusikan dan bagi mustahik bisa menggunakannya untuk membeli keperluan Iedul Fitri.

والله أعلم

Zakat Fitrah beras atau Uang ?



Ulama berbeda pendapat terkait zakat fitrah menggunakan uang atau beras.

1.      Jumhur ulama

Pendapat mayoritas ulama adalah tidak boleh menunaikan zakat dengan qimah (harga/uang) berdasarkan pendapat Ibnu Umar:


فرض رسول الله صلّى الله عليه وسلم صدقة الفطر صاعاً من تمر، وصاعاً من شعير
“Rasulullah shalallahu alaihi wasallam mewajibkan  zakat fitrah satu sha’ dari kurma dan satu sha dari Syair (gandum) (HR. Jama’ah, Nailul Authar, 4/179)

Kalangan Malikiyah Syafi'iyah dan Hanbaliyah berpendapat tidak membolehkan mengeluarkan zakat fitrah dalam bentuk uang, tetapi yang wajib dikeluarkan adalah jenis makanan sebagaimana yang disebutkan oleh Rasulullah Saw. Hal ini dikarenakan tidak adanya dalil yang membolehkan hal tersebut. (Al Mausu'ah Fiqhiyyah al Kuwaitiyah, 23/344).
 
Berdasarkan dalil diatas, maka menunaikan zakat adalah dengan jenis makanan wilayah tersebut, dan tidak menggunakan uang. Ini adalah pendapat jumhur ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah. (Al-Mudawwanah al-Kubra, I/392; Al-Majmu’, VI/112; Al-Mughni, IV/295)

2.      Hanafiyah

وَذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ إِلَى أَنَّهُ يَجُوزُ دَفْعُ الْقِيمَةِ فِي صَدَقَةِ الْفِطْرِ، بَل هُوَ أَوْلَى لِيَتَيَسَّرَ لِلْفَقِيرِ أَنْ يَشْتَرِيَ أَيَّ شَيْءٍ يُرِيدُهُ فِي يَوْمِ الْعِيدِ
“Kalangan Hanafiyah berpendapat, boleh membayar zakat fitrah dengan uang. Bahkan lebih utama, untuk memudahkan fakir membeli sesuatu yang dia inginkan pada hari raya idul fitri”. ( Al Maushu’ah Al Fikhiyah Al Kuwaitiyah, 23/344)

Menurut kalangan Hanafiyah juga dilihat dari kemaslahatan si fakir, mana yang lebih ia butuhkan, uang ataukah beras.

3.      Lajnah Zakat Al Quds- Palestina
حسام الدين بن موسى محمد بن عفانة

Dr. Husamuddin bin Musa Muhammad al Gahafanah menyebutkan dalam kitab Yasalunaka aniz zakat:

وقد أجاز جماعة من أهل العلم إخراج القيمة في صدقة الفطر وقد نقل هذا القول عن جماعة من الصحابة والتابعين منهم الحسن البصري وعمر بن عبد العزيز وهو مذهب الثوري وأبي حنيفة وأبي يوسف وبه العمل وعليه الفتوى عند الحنفية وهو أرجح

Telah membolehkan sejumlah ahli ilmu terkait mengeluarkan zakat fitrah dengan uang, pendapat ini dinukil dari sejumlah sahabat, tabiin diantara mereka Hasan Al Bashri, Umar bin Abdul Aziz dia mazhab Ats Tsauri dan Abu Hanifah dan Abu Yusuf, mengamalkan fatwa dari kalangan Hanafiyah, itu lebih tepat. ( Yas’alunaka ‘An Az Zakah, 1/169).

Kesimpulan:

·         Untuk kondisi sekarang, membayar zakat dengan beras boleh, meski zaman Nabi dulu adanya kurma atau gandum, beras tidak dikenal,  dan dengan uang tidaklah terlarang dan zakatnya sah.
·       Meskipun demikian, kebolehan tersebut disesuaikan dengan kondisi wilayah tertentu, yang peredaran uang banyak, maka tidak terlarang menggunakan uang, namun jika peredaran uang  sedikit , maka menggunakan jenis makanan wilayah setempat. Karena agama ini memudahkan pemeluknya, tidak perlu berdebat kusir tentang yang boleh hanya beras. Ulama dahulu sudah membahasnya.

والله أعلم

Rabu, 23 Mei 2018




Pertanyaan:

Apakah wajib berniat shaum di bulan Ramadhan setiap harinya ataukah cukup satu kali niat saja untuk sebulan penuh?

Jawaban:

Niat dalam ibadah hukumnya wajib untuk membedakan antara ibadah dan bukan ibadah, atau untuk membedakan antara satu ibadah dan lainnya. Para ulama sepakat bahwa tempatnya niat adalah didalam hati, sedangkan mereka berbeda pendapat tentang  talafudz (pengucapan), dalam madzhab Syafi’i disunnahkan membaca Lafaz niat tersebut dengan maksud agar hati terkonsentrasi dalam suatu ibadah tertentu.

Terkait dengan niat puasa, ada dua pendapat tentang kondisi niat.

1.       Niat cukup sekali saja di awal Ramadhan
Ini adalah pendapat Imam Malik:

إذا نوى لجميع شهر رمضان من أول ليلة أجزأه ذلك

                “Jika seseorang berniat untuk sebulan penuh  pada awal Ramadhan maka mencukupi hal itu” (Al Ma’unah Fi Mazhab Alim Al Madinah, 458).

Menurut Imam Malik, puasa merupakan satu ibadah, yang tak terpisah-pisah dalam bilangan hari. Sehingga cukup satu kali saja niat diawal Ramadhan.

2.       Niat setiap malam Ramadhan

Ini adalah pendapat Mayoritas ulama mazhab (Syafi’I, Hanafi dan Hambali).

تجب النية لكل يوم من أيام رمضان؛ لأن صوم كل يوم عبادة منفردة
“Wajib berniat setiap hari dari bulan Ramadhan, karena puasa setiap harinya merupakan ibadah yang terpisah”. (Al Muhazab Fi Fikh Imam Asy Syafi’I, 180)

 Maksudnya puasa hari tertentu, jika batal maka harus mengganti di hari lain.

Kapan Waktu Berniat?

Dilakukan pada malam hari sampai menjelang Subuh, berdasarkan hadits Rasulullah:


من لم يبيت الصيام قبل طلوع الفجر فلا صيام له

“Siapa yang tidak berniat untuk berpuasa sebelum datang subuh, maka tidak ada puasa baginya” (HR. an-Nasa’i)

Sedangkan untuk puasa Sunnah, boleh niat pada pagi hari, dengan syarat belum makan atau minum.

عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ قَالَتْ دَخَلَ عَلَىَّ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ « هَلْ عِنْدَكُمْ شَىْءٌ ». فَقُلْنَا لاَ. قَالَ « فَإِنِّى إِذًا صَائِمٌ ». ثُمَّ أَتَانَا يَوْمًا آخَرَ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أُهْدِىَ لَنَا حَيْسٌ. فَقَالَ « أَرِينِيهِ فَلَقَدْ أَصْبَحْتُ صَائِمًا ». فَأَكَلَ

Dari ‘Aisyah Ummul Mukminin, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menemuiku pada suatu hari lantas beliau berkata, “Apakah kalian memiliki sesuatu untuk dimakan?” Kami pun menjawab, “Tidak ada.” Beliau pun berkata, “Kalau begitu saya puasa saja sejak sekarang.” Kemudian di hari lain beliau menemui kami, lalu kami katakan pada beliau, “Kami baru saja dihadiahkan hays (jenis makanan berisi campuran kurman, samin dan tepung).” Lantas beliau bersabda, “Berikan makanan tersebut padaku, padahal tadi pagi aku sudah berniat puasa.” Lalu beliau menyantapnya. (HR. Muslim no. 1154).

والله أعلم


Apakah Menangis Membatalkan Puasa



Pertanyaan:

Apakah hukum menangis saat puasa?

Jawaban:

Syekh Sayid Sabiq dalam kitab Fikih Sunnah merilis hal-hal yang membatalkan puasa, diantaranya:

1.       Makan dan minum secara sengaja
2.       Muntah dengan sengaja
3.       Haid dan nifas
4.       Onani
5.       Masuknya al ghiza (sejenis makanan) ke rongga perut ( Fikih Sunnah, 1/466)

Sedangkan menangis tidak masuk dalam kategori diatas.

Dilihat terlebih dahulu menangisnya karena apa, jika menangis sesenggukan, tersedu,  karena membaca Al Qur’an, bertaubat, terkena musibah, atau yang senada dengan ibadah maka tidaklah membatalkan puasa. Kecuali jika menangisnya air matanya begitu deras mengalir, hingga terminum.

Adapun Syekh Shalih Utsaimin menyatakan bahwa kondisi air mata bagaimanapun tidak membatalkan puasa (Asy Syarith Sual Wal Jawab, Syekh Shalih Ustaimin)