Jumat, 27 Januari 2017

Hukum Mengkonsumsi Jalalah




Jalalah adalah hewan-hewan yang mengkonsumi kotoran dalam mayoritas makanannya, hewan tersebut bisa sapi, unta, kambing, ayam atau hewan lain hingga berubah baunya.[1]
bisa juga ikan lele dan sejenis.
Larangan tersebut tercantum dalam hadits:

عن ابن عباس رضي الله عنهما قال: " نهى رسول الله، صلى الله عليه وسلم، عن شرب لبن الجلالة ". رواه الخمسة إلا ابن ماجه.
وصححه الترمذي. وفي رواية " نهى عن ركوب الجلالة " رواه أبو داود

Dari Ibnu Abbas Radhiyallah Anhuma berkata,” Rasulullah melarang minum susu dari Jalalah, (riwayat Lima Imam kecuali Ibnu Majah disahihkan oleh Tirmizi dalam riwayat lain,”Dilarang mengendarai Jalalah” (Riwayat Abu Daud)

Kondisi hewan yang mengkonsumsi kotoran

1.      Hewan yang mengkonsumi sedikit saja kotoran, sedang mayoritas makanannya adalah makanan yang biasa dikonsumi (bukan kotoran). Maka hewan ini tidak dihukumi Jalalah

فأما إذا رعت الكلأ ، واعتلفت الحَبَّ ، وكانت تنال مع ذلك شيئاً من الجِلَّة ، فليست بجلالة ، وإنما هي كالدجاج ونحوها من الحيوان الذي ربما نال الشيء منها ، وغالب غذائه وعلفه من غيرها : فلا يكره أكله .

Adapun jika digembalakan di padang rumput, mengkonsumsi biji-bijian, dan bersama itu mengkonsumsi sedikit kotoran, maka tidak dihukumi  al Jalalah, namun hukumnya seperti ayam dan sejenisnya yang mengkonsumsi sedikit kotoran, dan mayoritas makananya bukan, dan hukum memakan hewan ini tidaklah makruh.[2]

Syekh Al Utsaimin berkata:

فإذا كانت تأكل الطيب والقبيح ، وأكثر علفها الطيب ، فإنها ليست جلالة ، بل هي مباحة

“Jika memakan makanan yang baik dan kotor juga, dan sebagian besar makanannya adalah baik, maka ia bukan termasuk Al Jalalah, dan hukumnya mubah.[3]


2.      Hewan yang mayoritas makanannya adalah kotor, dan hanya sedikit saja mengkonsumsi yang bersih. Sehingga bau dagingnya. Hukumnya haram dikonsumsi, air susunya haram diminum dan dilarang ditunggangi.

Hewan ini jika bau dan pengaruh kotorannya sudah hilang maka hukumnya menjadi halal.[4]

3.       Hewan yang mayoritas mengkonsumsi kotoran, namun tidak berpengaruh terhadap bau dan dagingnya. Maka para ulama berselisih pendapat tentang hukumnya.

Menurut Hanabilah termasuk jalalah, karena menurut kalangan ini yang dimaksud dengan jalalah adalah hewan yang mayoritas mengkonsumsi kotoran, baik memiliki pengaruh terhadap dangingnya atau tidak.

Menurut Hanafiyah dan Syafiiyah, tidak termasuk jalalah, karena menurut kalangan ini meski mengkonsumis mayoritas kotoran namun tak berbekas pengaruh dalam dagingnya maka hukumnya halal.[5]

Menurut Imam Nawawi:

لَا اعْتِبَارَ بِالْكَثْرَةِ ، وَإِنَّمَا الِاعْتِبَارُ بِالرَّائِحَةِ وَالنَّتْنِ ، فَإِنْ وُجِدَ فِي عَرَقِهَا وَغَيْرِهِ رِيحُ النَّجَاسَةِ فَجَلَّالَةٌ ، وَإِلَّا فَلَا

Banyak bukanlah ukuran, akan tetapi ukurannya adalah bau busuk jika keringat dan lainnya tercium bau busuk  najis maka ia termasuk jalalah, jika tidak maka bukan. ( Majmu Syarh Muhazab, 9/28)

Berapa lama Karantina Jalalah?

 Menurut Ibnu Hajar, jalalah bisa halal dikonsumsi jika baud an pengaruhnya sudah hilang.( Fathul bari, 9/648)

Sebagian ulama menetapkan waktu tertentu dalam karantina jalalah hingga bersih, dan sebagian lagi tidak, artinya dikembalikan kepada lumrahnya kebersihan.

·         Untuk sapi dan unta 40 hari
·         Kambing 7 hari
·         Ayam 3 hari ( Fathul Bari, 9/648)


[1] Sayid Sabiq, Fikih Sunnah, 3/285
[2] Al Khattabi, Ma’alim Sunan, 4/244
[3] Syarah Riyadhus Shalihin, 6/4343
[4] Ibrahim Al Harbi, Gharib al Hadits, 1/115
[5] As Sarakhsi, Al Mabsuth, 11/255

Rabu, 25 Januari 2017

Hukum Mengkonsumsi Daging Kodok


Katak (Anura) adalah binatang amfibi hidup didua alam, pemakan serangga yang hidup di air tawar atau di daratan, berkulit licin, berwarna hijau atau merah kecokelat-cokelatan, kaki belakang lebih panjang, pandai melompat dan berenang; sedangkan kodok, nama lain dari bangkong (bahasa Inggris: toad), memiliki kulit yang kasar dan berbintil-bintil atau berbingkul-bingkul, kerap kali kering, dan kaki belakangnya sering pendek saja, sehingga kebanyakan bangsa kodok kurang pandai melompat jauh.

Katak tergolong dalam ordo Anura, yaitu golongan amfibi tanpa ekor. Padaordo Anura terdapat lebih dari 250 genus yang terdiri dari 2600 spesies. Berikut ini terdapat 4 jenis katak di Indonesia yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat, yaitu:
1.    Rana cancrivora (katak sawah), hidup di sawah-sawah. Salah satu cirinya terdapat bercak-bercak coklat tua pada punggung dari depan sampai belakang. Ukuran badannya dapat mencapai 10 cm. Warna dagingnya putih.
2.    Rana Macrondo (katak hijau), yang berwarna hijau dan dihiasi totol-totol coklat kehijauan. Badan bagian depan lebih tinggi dibandingkan badan bagian belakang. Katak ini dapat tumbuh mencapai 15 cm. Pahanya panjang dan dagingnya berwarna kekuningan. Hidup di sungai-sungai, dapat juga hidup di sawah-sawah.
3.    Rana Limnocharis (katak rawa), mempunyai daging yang rasanya paling enak, ukurannya hanya 8 cm. Ciri lain dari katak ini adalah mempunyai warna kulit coklat dengan totol-totol coklat gelap.
4.    Rana Musholini (katak batu atau raksasa). Ciri khas dari katak ini adalah kepala berbentuk pipih dan moncong halus berbentuk segitiga, ujung moncong ada yang runcing dan ada pula yang tumpul. Gendang telinganya terlihat jelas. Pada kelopak matanya terdapat bintil-bintil. Pada bagian kepala dan punggung warna kulitnya coklat kelabu muda atau kelabu hitam sampai hitam dengan bercak-bercak hitam dan coklat. Pada bagian perut warna kulitnya putih bersih dan secara umum seluruh permukaan kulitnya baik punggung maupun perut bila diraba terasa lebih halus. Katak ini hanya terdapat di Sumatera terutama Sumatera Barat. Mencapai berat 1,5 kg dan panjangnya mencapai 22 cm


Hukum memakan daging Kodok adalah Haram

Dalam Kitab Nailul Authar disebutkan bahwa katak merupakan binatang yang haram dibunuh, dan para ulama menyebutkan bahwa binatang yang dilarang di bunuh maka dagingnya juga haram dimakan.

وَرَوَى الْبَيْهَقِيُّ مِنْ حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ النَّهْيَ عَنْ قَتْلِ الصُّرَدِ وَالضُّفْدَعِ وَالنَّمْلَةِ وَالْهُدْهُدِ

“Diriwayatkan oleh Al Baihaqi, dari Abu Hurairah bahwa ada larangan membunuh,burung Shurad (sejenis pipit), katak, semut dan burung Hud-Hud. [1]

Ketika menjelaskan hadis dari Abdurrahman bin Utsman, As-Syaukani menyatakan,

ﻓِﻴﻪِ ﺩَﻟِﻴﻞٌ ﻋَﻠَﻰ ﺗَﺤْﺮِﻳﻢِ ﺃَﻛْﻠِﻬَﺎ ﺑَﻌْﺪَ ﺗَﺴْﻠِﻴﻢٍ، ﺃَﻥَّ ﺍﻟﻨَّﻬْﻲَ ﻋَﻦْ ﺍﻟْﻘَﺘْﻞِ ﻳَﺴْﺘَﻠْﺰِﻡُ ﺗَﺤْﺮِﻳﻢَ ﺍﻟْﺄَﻛْﻞ
Hadis ini dalil haramnya memakan katak, setelah kita menerima kaidah, bahwa larang membunuh berkonsekuensi haram untuk dimakan. ( Nailul Authar, 8/143)
Bagaimana Fatwa MUI tentang Katak?

MEMAKAN DAN MEMBUDIDAYAKAN KODOK

Rapat Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, yang diperluas dengan beberapa utusan Majelis Ulama Daerah, beberapa Dekan Fakultas Syari'ahIAIN dan tenaga-tenaga ahli dari Institut Pertanian Bogor, yang diselenggarakan pada hari senin, 18 Shafar 1405 H. (12 Nopember 1984 M.) di Masjid Istiqlal Jakarta, setelah : 

Menimbang : 

Bahwa akhir-akhir ini telah tumbuh dan berkembang usaha pembudidayakan kodok oleh sebagian para petani ikan. 

Mendengar :

a. Pengarahan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia dan Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia. 
b.  Keterangan para ahli perikanan tentang kehidupan kodok dan peternakannya. 
c.  Makalah-makalah dari Majelis Ulama Daerah Sumatera Barat, NTB, IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, IAIN Walisongo Semarang. 
d.  Pembahasan para peserta dan pendapat-pendapat yang berkembang dalam sidang tersebut. 

Memperhatikan dan memahami :

a. Ayat-ayat al-Qur’an dan as-Sunnah, serta kaidah-kaidah fiqhiyah antara lain : 

1.  Surat al-An’am ayat 145 

“Katakanlah : Tiada aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yangmengalir atau daging babi karena sesungguhnya semua itu adalah kotor ataubinatang yang disembelih atas nama selain Allah.” 

2.  Surat al-Mai’dah ayat 96 

“Dahalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang orang yang dalam perjalanan. 

3.  Surat Al-A’raf, ayat 157 

“Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi  mereka segala yang buruk”. 

b.  Hadits-hadits Nabi Muhammad SAW : 

“Dari Abdurrahman bin Utsman Al Quraisy bahwanya seorang tabib (dokter) bertanya kepada Rasulullah SAW, tentang kodok yang dipergunakan dalam campuran obat, maka Rasulullah SAW melarang membunuhnya.” (Ditakharijkan oleh Ahmad dan dishahihkan Hakim, ditakhrijkannya pula Abu Daud dan Nasa’I). 

c.  Memanfaatkan kulit bangkai selain anjing dan babi, melalui proses penyamakan, dibolehkan menurut ajaran agama. 

d.  Semua binatang yang hidup menurut jumhur ulama hukumnya tidak najis kecuali anjing dan babi. 

e.  Khusus mengenai memakan daging kodok, jumhur ulama berpendapat tidak halal, sedangkan sebagian ulama yang seperti Imam Malik menghalalkan. 

f.  Menurut keterangan tenaga ahli dari Institut Pertanian Bogor Dr. H. Mahammad Eidman M.Sc. bahwa dari lebih kurang 150 jenis kodok yang berada di Indonesia baru 10 jenis yang diyakini tidak mengandung racun, yaitu : 

1.    Rana Macrodon 
2.    Rana Ingeri 
3.    Rana Magna 
4.    Rana Modesta 
5.    Rana Canerivon 
6.    Rana Hinascaris 
7.    Rana Glandilos 
8.    Hihrun Arfiki 
9.    Hyhrun Pagun 
10.    Rana Catesbiana 

Maka dengan bertawakal kepada Allah SWT, sidang :

MEMUTUSKAN

1.  Membenarkan adanya pendapat Mazhab Syafii/jumhur Ulama tentang tidak halalnya memakan daging kodok, dan membenarkan adanya pendapat Imam Maliki tentang halalnya daging kodok tersebut. 

2.  Membudidayakan kodok hanya untuk diambali manfaatnya, tidak untuk dimakan. Tidak bertentang dengan ajaran Islam. 

Jakarta, 18 Shafar 1405 H
12 Nopember 1984 M


KOMISI FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua
PROF.KH.IBRAHIM

Sekretaris
H.MAS’UD


** Kesimpulan dari fatwa MUI adalah memperbolehkan budidaya kodok dan menetapkan keharaman mengkonsumsi kodok mengikuti pendapat mayoritas ulama’.



[1] As Syaukani,Nailul Authar, 8/142

Rabu, 18 Januari 2017

SIAPAKAH MARGONDA ?




Jika anda masuk ke Depok via lenteng Agung pasti akan melewati Jalan Margonda yang merupakan penghubung antara kota Jakarta Selatan dan Kota Depok. Ya, memang Jalan Margonda menjadi etalasenya kota Depok, kota yang akrab disebut dengan ikon belimbing. Namun tahukah anda, siapakan Margonda itu? Hingga dijadikan sebagai nama jalan utama di kota Depok? Berikut sekelumit sejarahnya.

Margonda lahir dan dibesarkan di Bogor, tinggal di jalan Ardio Bogor tidak terekam kapan tahun Margonda di lahirkan. Nama aslinya Marganda, namun orang sering memanggilnya Margonda. Pendidikan yang ditempuhnya AMS ( Algemeene Middelbare School ) setingkat SMA kini. Saat itu jarang orang pribumi yang bisa sampai tamat AMS. 

Pada waktu revolusi fisik pecah, Margonda masuk anggota Badan Keamanan Rakyat (BKR) di Bogor. Setelah ia mengenyam pendidikan latihan militer singkat di Bogor dengan pangkat Letnan Muda.

Memasuki paruh pertama 1940-an, Margonda mengikuti pelatihan penerbang cadangan di Luchtvaart Afdeeling, atau Departemen Penerbangan Belanda. Namun tidak berlangsung lama, karena 5 Maret 1942 Belanda menyerah kalah, dan bumi Nusantara beralih kekuasaannya ke Jepang. Margonda lantas bekerja untuk Jepang.

Saat Jepang takluk dengan bom atom Amerika di Nagasaki dan Hiroshima pada tahun 1945, Margonda ikut aktif dengan gerakan kepemudaan yang membentuk laskar-laskar. Margonda bersama tokoh-tokoh pemuda lokal di wilayah Bogor dan Depok mendirikan Angkatan Muda Republik Indonesia (AMRI) yang bermarkas di Jalan Merdeka, Bogor.

Sewaktu pecah penyerangan di markas tentara Inggris di wilayah Kalibata, Margonda gugur sebagai syahid.. Dan mereka adalah warga bogor pertama yang gugur dalam pertempuran melawan Belanda dan Inggris. Margonda gugur 16 November 1945 di Kali Bata, Depok daerah bersungai di kawasan Pancoran Mas, Depok. Sungai yang bermuara di Kali Ciliwung itu menjadi saksi gugurnya Margonda. Dan dimakamkan di Bogor pada tahun 1955. Lalu di pindahkan ke Taman Makam Pahlawan Dreded, Bogor. Bersama Margonda ada rekannya yang bernama Sutomo, turut gugur

Nama Margonda tercatat di Museum Perjuangan Bogor bersama ratusan pejuamg yang gugur. Semasa berjuang, Margonda berkawan dekat dengan Ibrahim Adjie dan TB Muslihat. TB Muslihat senasib dengan Margonda. Dia gugur dalam pertempuran.

Pemerintah Bogor membangun patung TB Muslihat di Taman Topi, sekitar stasiun Bogor. Sementara Ibrahim Adjie, berhasil selamat. Dia berkarir menjadi tentara dengan jabatan akhir Pangdam Siliwangi.

Secara umum warga Depok tidak mengetahui riwayat Margonda, karena minimnya informasi. Dan juga karena perjuangan Margonda dikenal baru sebatas wilayah Bogor dan local Depok, tidak menasional.

Sumber: Buku Jejak Langkah Islam di Depok, 2007