Rabu, 25 Januari 2017

Hukum Mengkonsumsi Daging Kodok


Katak (Anura) adalah binatang amfibi hidup didua alam, pemakan serangga yang hidup di air tawar atau di daratan, berkulit licin, berwarna hijau atau merah kecokelat-cokelatan, kaki belakang lebih panjang, pandai melompat dan berenang; sedangkan kodok, nama lain dari bangkong (bahasa Inggris: toad), memiliki kulit yang kasar dan berbintil-bintil atau berbingkul-bingkul, kerap kali kering, dan kaki belakangnya sering pendek saja, sehingga kebanyakan bangsa kodok kurang pandai melompat jauh.

Katak tergolong dalam ordo Anura, yaitu golongan amfibi tanpa ekor. Padaordo Anura terdapat lebih dari 250 genus yang terdiri dari 2600 spesies. Berikut ini terdapat 4 jenis katak di Indonesia yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat, yaitu:
1.    Rana cancrivora (katak sawah), hidup di sawah-sawah. Salah satu cirinya terdapat bercak-bercak coklat tua pada punggung dari depan sampai belakang. Ukuran badannya dapat mencapai 10 cm. Warna dagingnya putih.
2.    Rana Macrondo (katak hijau), yang berwarna hijau dan dihiasi totol-totol coklat kehijauan. Badan bagian depan lebih tinggi dibandingkan badan bagian belakang. Katak ini dapat tumbuh mencapai 15 cm. Pahanya panjang dan dagingnya berwarna kekuningan. Hidup di sungai-sungai, dapat juga hidup di sawah-sawah.
3.    Rana Limnocharis (katak rawa), mempunyai daging yang rasanya paling enak, ukurannya hanya 8 cm. Ciri lain dari katak ini adalah mempunyai warna kulit coklat dengan totol-totol coklat gelap.
4.    Rana Musholini (katak batu atau raksasa). Ciri khas dari katak ini adalah kepala berbentuk pipih dan moncong halus berbentuk segitiga, ujung moncong ada yang runcing dan ada pula yang tumpul. Gendang telinganya terlihat jelas. Pada kelopak matanya terdapat bintil-bintil. Pada bagian kepala dan punggung warna kulitnya coklat kelabu muda atau kelabu hitam sampai hitam dengan bercak-bercak hitam dan coklat. Pada bagian perut warna kulitnya putih bersih dan secara umum seluruh permukaan kulitnya baik punggung maupun perut bila diraba terasa lebih halus. Katak ini hanya terdapat di Sumatera terutama Sumatera Barat. Mencapai berat 1,5 kg dan panjangnya mencapai 22 cm


Hukum memakan daging Kodok adalah Haram

Dalam Kitab Nailul Authar disebutkan bahwa katak merupakan binatang yang haram dibunuh, dan para ulama menyebutkan bahwa binatang yang dilarang di bunuh maka dagingnya juga haram dimakan.

وَرَوَى الْبَيْهَقِيُّ مِنْ حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ النَّهْيَ عَنْ قَتْلِ الصُّرَدِ وَالضُّفْدَعِ وَالنَّمْلَةِ وَالْهُدْهُدِ

“Diriwayatkan oleh Al Baihaqi, dari Abu Hurairah bahwa ada larangan membunuh,burung Shurad (sejenis pipit), katak, semut dan burung Hud-Hud. [1]

Ketika menjelaskan hadis dari Abdurrahman bin Utsman, As-Syaukani menyatakan,

ﻓِﻴﻪِ ﺩَﻟِﻴﻞٌ ﻋَﻠَﻰ ﺗَﺤْﺮِﻳﻢِ ﺃَﻛْﻠِﻬَﺎ ﺑَﻌْﺪَ ﺗَﺴْﻠِﻴﻢٍ، ﺃَﻥَّ ﺍﻟﻨَّﻬْﻲَ ﻋَﻦْ ﺍﻟْﻘَﺘْﻞِ ﻳَﺴْﺘَﻠْﺰِﻡُ ﺗَﺤْﺮِﻳﻢَ ﺍﻟْﺄَﻛْﻞ
Hadis ini dalil haramnya memakan katak, setelah kita menerima kaidah, bahwa larang membunuh berkonsekuensi haram untuk dimakan. ( Nailul Authar, 8/143)
Bagaimana Fatwa MUI tentang Katak?

MEMAKAN DAN MEMBUDIDAYAKAN KODOK

Rapat Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, yang diperluas dengan beberapa utusan Majelis Ulama Daerah, beberapa Dekan Fakultas Syari'ahIAIN dan tenaga-tenaga ahli dari Institut Pertanian Bogor, yang diselenggarakan pada hari senin, 18 Shafar 1405 H. (12 Nopember 1984 M.) di Masjid Istiqlal Jakarta, setelah : 

Menimbang : 

Bahwa akhir-akhir ini telah tumbuh dan berkembang usaha pembudidayakan kodok oleh sebagian para petani ikan. 

Mendengar :

a. Pengarahan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia dan Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia. 
b.  Keterangan para ahli perikanan tentang kehidupan kodok dan peternakannya. 
c.  Makalah-makalah dari Majelis Ulama Daerah Sumatera Barat, NTB, IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, IAIN Walisongo Semarang. 
d.  Pembahasan para peserta dan pendapat-pendapat yang berkembang dalam sidang tersebut. 

Memperhatikan dan memahami :

a. Ayat-ayat al-Qur’an dan as-Sunnah, serta kaidah-kaidah fiqhiyah antara lain : 

1.  Surat al-An’am ayat 145 

“Katakanlah : Tiada aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yangmengalir atau daging babi karena sesungguhnya semua itu adalah kotor ataubinatang yang disembelih atas nama selain Allah.” 

2.  Surat al-Mai’dah ayat 96 

“Dahalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang orang yang dalam perjalanan. 

3.  Surat Al-A’raf, ayat 157 

“Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi  mereka segala yang buruk”. 

b.  Hadits-hadits Nabi Muhammad SAW : 

“Dari Abdurrahman bin Utsman Al Quraisy bahwanya seorang tabib (dokter) bertanya kepada Rasulullah SAW, tentang kodok yang dipergunakan dalam campuran obat, maka Rasulullah SAW melarang membunuhnya.” (Ditakharijkan oleh Ahmad dan dishahihkan Hakim, ditakhrijkannya pula Abu Daud dan Nasa’I). 

c.  Memanfaatkan kulit bangkai selain anjing dan babi, melalui proses penyamakan, dibolehkan menurut ajaran agama. 

d.  Semua binatang yang hidup menurut jumhur ulama hukumnya tidak najis kecuali anjing dan babi. 

e.  Khusus mengenai memakan daging kodok, jumhur ulama berpendapat tidak halal, sedangkan sebagian ulama yang seperti Imam Malik menghalalkan. 

f.  Menurut keterangan tenaga ahli dari Institut Pertanian Bogor Dr. H. Mahammad Eidman M.Sc. bahwa dari lebih kurang 150 jenis kodok yang berada di Indonesia baru 10 jenis yang diyakini tidak mengandung racun, yaitu : 

1.    Rana Macrodon 
2.    Rana Ingeri 
3.    Rana Magna 
4.    Rana Modesta 
5.    Rana Canerivon 
6.    Rana Hinascaris 
7.    Rana Glandilos 
8.    Hihrun Arfiki 
9.    Hyhrun Pagun 
10.    Rana Catesbiana 

Maka dengan bertawakal kepada Allah SWT, sidang :

MEMUTUSKAN

1.  Membenarkan adanya pendapat Mazhab Syafii/jumhur Ulama tentang tidak halalnya memakan daging kodok, dan membenarkan adanya pendapat Imam Maliki tentang halalnya daging kodok tersebut. 

2.  Membudidayakan kodok hanya untuk diambali manfaatnya, tidak untuk dimakan. Tidak bertentang dengan ajaran Islam. 

Jakarta, 18 Shafar 1405 H
12 Nopember 1984 M


KOMISI FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua
PROF.KH.IBRAHIM

Sekretaris
H.MAS’UD


** Kesimpulan dari fatwa MUI adalah memperbolehkan budidaya kodok dan menetapkan keharaman mengkonsumsi kodok mengikuti pendapat mayoritas ulama’.



[1] As Syaukani,Nailul Authar, 8/142

Tidak ada komentar:

Posting Komentar