Selasa, 13 Oktober 2015

MENUJU JAMA’ATUL MUSLIMIN ( RESENSI BUKU )



1.     Tentang Penulis
Dr. Salim Segaf Al Jufri  merupakan sahabat karib penulis saat kuliah di Madinah, ketika memberi kata pengantar pada buku ini, menuturkan,” Beliau adalah seorang ilmuwan dan aktifis dakwah tulen yang patut diteladani. Buku ini adalah tesis yang dipertahankan beliau untuk meraih gelar magister di Universitas Islam Madinah Al Munawarah. Tesis beliau mendapat  nilai excellent. Namun beliau sudah wafat dalam usia yang relatif muda, 40 tahun, tak lama setelah merampungkan tesis ini.”

2.     Motivasi Terkait Tema Buku
Keruntuhan Turki Utsmani, dan penghapusan system khilafah oleh Kemal Attaturk tahun 1924, merupakan puncak kemerosotan peran politik Islam, setelah hampir 14 abad kaum muslimin memegang peranan penting dalam peradaban dunia dan islam, kemudian berangsur-angsur redup dan hilang terpecah-pecah.
Adapun motivasi yang mendorong penulis untuk memilih tema ini adalah:
·         Hilangnya jamaatul muslimin ( jamaah kaum muslimin ) dari kehidupan umat islam. Dan kewajiban menegakkannya.
 Firman Allah: “ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil Amri diantara kamu, kemudian jika kamu berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul Nya, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir ( An Nisa:59)

 Umar bin Khattab berkata,” Tidak ada islam melainkan dengan jamaah, tidak ada jamaah kecuali dengan imamah ( kepemimpinan ) dan tidak ada kepemimpinan kecuali dengan ketaatan (  Ad Darimi )

·         Perpecahan dan kemerosotan yang menimpa umat islam karena tidak adanya khilafah dan qiyadah ( kepemimpinan ) yang dapat menyatukan umat islam dan menghimpun kekuatan islam.
·         Adanya upaya musuh-musuh islam untuk menjauhkan umat islam dari hukum-hukum islam,  padahal hukum islam merupakan satu-satunya system yang dapat membahagiakan manusia dunia dan akherat.
·         Nash ( teks ) Al Qur’an dan Hadits banyak yang membicarakan tentang perintah ditegakkannya jamaatul muslimin.
·         Tersebarnya kebathilan di atas muka bumi akibat tidak adanya hukum islam yang tegak diatas dasar pemerintahan islam
·         Banyaknya firqah ( kelompok ) dari kalangan umat islam merupakan isyarat akan mudahnya perpecahan, sehingga perlu adanya upaya serius untuk menyatukan dan mengembalikan khilafah ditangan umat islam.

3.     Pendahuluan
Perjalanan sejarah umat islam akan mengalami 5 masa, yaitu:
a.       Periode Nubuwwah ( masa Rasulullah)
b.      Periode Khilafah ‘ala Minhajin Nubuwah ( Khulafaur Rasyidin selama kurang lebih 30 tahun)
c.       Periode Mulkan ‘Adhon ( raja yang menindas, meski pemerintahnya secara formal berlansakan islam)
d.      Periode Mulkan Jabariyyan (Penguasa sekuler) masa sekarang ini.
e.      Akan kembali lagi kelak ke Khilafah Ala Minhajin Nubuwah (pemerintahan atas dasar ajaran nabi)
  
·         Definisi jamaatul muslimin
Secara bahasa, jamaah berarti sejumlah besar manusia, atau sekelompok manusia yang terhimpun untuk mencapai tujuan bersama”.( Al Mu’jam Al Wasith,1/136)
Secara istilah syariat, ada beberapa pendapat yang di kemukakan oleh Imam As Syatibi, diantaranya:
-          Jamaah adalah penganut islam apabila bersepakat dalam suatu perkara maka pengikut agama lain harus mengikuti mereka.
-          Jamaah adalah masyarakat umum pemeluk agama islam
-          Jamaah adalah golongan yang sudah mampu berijtihad ( mengambil hukum berdasarkan dalil Al Qur’an dan Hadits )
-          Jamaah adalah jamaatul muslimin jika mereka bersepakat mengangkat seorang amir               ( pemimpin )
-          Jamaah adalah para sahabat Rasulullah SAW.

·         Kedudukan jamaatul muslimin menurut Islam
Kedudukan jamaatul muslimin diantaranya:
-          Merupakan ikatan yang kokoh dan tinggi kedudukannya dalam syariat islam, jika ikatan tersebut hancur maka ikatan yang lainpun akan hancul pula, hukum-hukumnya pun demikian.
Umar Bin Khatab berkata,” Wahai sekalian Arab, Tidak ada islam kecuali dengan jamaah, tidak ada jamaah kecuali dengan pemimpin, dan tidak ada kepemimpinan kecuali dengan ketaatan.” ( Ad Darimi,1/79 dari Tamim ad Dari )
-          Al  Qur’an memerintahkan untuk menjaga kesatuan dalam jamaah
Firman Allah:
“Dan berpegang teguhlah kamu semuanya dengan tali Allah, dan janganlah bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuh-musuhan, maka Allah menjinakkan antara hatimu lalu menjadikan kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara, dan kamu telah berada ditepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya ( QS. Ali Imran: 103)
 Sabda Nabi:
“ Dari Abu Hurairah ia berkata,” Rasulullah bersabda,” Barangsiapa mentaati Amir, maka ia telah mentaatiku, dan barangsiapa membangkang kepada amir ( pemimpin ) maka ia telah membangkang kepadaku.” (HR. Bukhari,4/25)

·         Tujuan Umum Jamaatul Muslimin
-          Agar seluruh manusia mengabdi kepada Allah
-          Agar manusia memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah yang munkar
-          Agar manusia berdakwah kepada manusia lainnya
-          Agar terhapus fitnah di muka bumi
-          Agar umat manusia bersaksi dengan persaksian yang benar kepada Allah.

·         Tujuan Khusus Jamaatul Muslimin:
-          Pembentukan pribadi muslim (bina al fard al muslim)
-          Pembentukan rumah tangga muslim ( bina al usrah al muslimah )
-          Pembentukan masyarakat muslim ( bina al mujtama’ al muslim)
-          Penyatuan umat islam (Tauhiidul ummah al islamiyah )

·         Adakah jamaatul muslimin sekarang?
Setelah menelaah tentang definisi jamaatul muslimin maka dapat dikatakan bahwa, saat ini sudah tidak didapati jamaatul muslimin, yang masih ada hanya jamaah dari sebagian kaum muslimin secara umum.

Sabda Rasulullah kepada Huzaifah bin Al Yaman:
“ Hendaklah kamu berkomitmen dengan jamaatul muslimin dan pemimpin mereka,” Aku bertanya,”Jika mereka tidak mempunyai jamaatul muslimin dan imam?”, Beliau bersabda,” Tinggalkan kelompok-kelompok itu semuanya ( yang mengarah kepada kesesatan), sekalipun kamu harus menggigit akar pohon.” (Bukhari )

4.     Bagian Pertama
·         Struktur organisasi Jama’atul Muslimin
A.      Umat islam
Secara bahasa  umat adalah jamaah dan kaum dikalangan manusia ( Kamus Lisanul Arab,14/293).  Ar Raghib al Asfahani mendefinisikan,” Umat adalah setiap jamaah yang disatukan oleh sesuatu hal, satu agama, zaman atau tempat, baik faktor pemersatu tersebut dipaksakan atau berdasarkan pilihan.”( Al Mufradat Fi Gharibil Qur’an, 23)


a.       Umat islam secara geografis
·         Titik tolak pembebasan tanah air umat islam dimulai dari kawasan islam (darul islam) atau dikenal dengan wilayah yang ditegakkan keadilan hukum (Darul ‘Adl)
Firman Allah:
“ Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang beriman diantara kamu dan yang mengerjakan amal-amal yang shaleh bahwa Dia ( Allah ) sungguh akan menjajikan mereka berkuasa di bumi ( an Nur:55)
·         Setiap bumi yang dipijak oleh kaum muslimin pada dasarnya adalah bumi Allah, ia berkewajiban menegakkan hukum Allah diatasnya. Supaya menjadi darul islam.
·         Batas-batas politis bagi umat islam sekarang tidak dapat dianggap sebagai pemerintahan islam, sampai wilayah tersebut berdiri pemerintahan islam secara ibadah maupun syariat.              

b.      Akar sejarah umat islam
·         Umat islam memiliki akar sejarah yang paling tua di muka bumi, dimulai sejak nabi Adam, Nuh, Hud, Ibrahim hingga ditutup oleh nabi penutup risalah Muhammad Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.
Sabda Rasulullah,” Aku dengan para nabi sebelumnya bagaikan seorang yang membangun sebuah rumah, ia memperindah dan membaguskan bangunannya, kecuali tersisa satu batu bata disalah satu sudut, maka mulailah orang-orang mengelilingi dan kagum atas bagunan tersebut, seraya berkata,” Mengapa tidak diletakkan batu bata ini?” Rasulullah bersabda,” Akulah batu bata itu, akulah penutup para nabi.” ( HR. Muslim,4/1700. Tirmidzi,5/586, Fathul Bari,558, Ahmad,5/7)

c.       Periode umat islam
·         Periode sebelum diutusnya Rasulullah
Pada masa ini kenabian dan kerasulan bersifat khusus bagi kaum tertentu, dengan diutusnya seorang nabi atau rasul kepada kaumnya disuatu negeri tertentu. Meski demikian umat tersebut bersambung dan bersatu dalam sifat yang sama yaitu akidah tentang Maha Esa-Nya Allah dalam sifat keislaman mereka.

هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا
“Dialah (Allah) telah menamaimu sekalian orang-orang muslim sejak dulu, dan (begitupula)d didalam ( Al Qur’an) ini.” ( Al Hajj: 78)

·         Periode setelah diutusnya Rasulullah
Pada masa ini beralihlah paradigma kaum yang khusus menjadi periode kemanusiaan yang bersifat umum.
Firman Allah:
قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا
“Katakanlah ,” Hai Manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua…( al A’raf: 158)
Firman Allah:
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَام
“Sesungguhnya agama yang diridhai Allah hanyalah Islam ( Al Imran:19)
d.      Karakteristik umat islam
-          Aqidahnya bersih dari kemusyrikan
-          Ajarannya bersifat menyeluruh ( komprehensif)
-          Memiliki  system ( manhaj ) Rabbani dari Allah dan system dari manusia ( basyari)
-          Sempurna
-          Pertengahan dan adil dalam setiap persoalan
Sayid Qutub menjelaskan maksud dari pertengahan ini:
ü  Pertengahan dalam cara pandang  ( tashawwur ) dan keyakinan, tidak hanya materi  namun aspek ruhani juga.
ü  Pertengahan dalam pikiran dan perasaan
ü  Pertengahan dalam organisasi ( tanzim) dan konsolidasi ( tansiq )
ü  Pertengahan dalam hal interaksi individu dan umum
ü  Pertengahan dalam zaman
ü  Pertengahan dalam letak geografis dunia secara umum.

e.      Unsur kesatuan umat islam
ü  Akidah
Terhimpun dalam kalimat “ La Ilaha Illallah ( Tiada Tuhan Selain Allah )
ü  Ibadah
Firman Allah,“ Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan untuk menyembah-Ku” ( Adz Zariyat: 56)
ü  Adat dan perilaku
Firman Allah“ Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik pada diri Rasulullah.” ( al Ahzab:21)
ü  Sejarah
Tidak terikat oleh batas territorial suku dan bangsa
ü  Bahasa
Al Qur’an dan hadits diturunkan dalam bahasa Arab sebagai pemersatu umat dalam komunikasi baik kepada sesama manusia maupun saat beribadah kepada Allah.
ü  Kesatuan jalan
Firman Allah“ Jalan orang-orang yang telah engkau beri nikmat  dan bukan jalan orang-orang yang sesat ( Al Fatihah:6-7)
ü  Kesatuan undang-undang dan kesatuan pemimpin ( Rasulullah )

Rabu, 30 September 2015

Ulama-Ulama Tafsir Dan Metode Penafsirannya



Penulisan Tafsir mengalami beberapa fase diantaranya:
·           Fase pertama
 Fase ini dimulai dengan berpedoman kepada riwayat dan penulisan sahabat yang meriwayatkan dari Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam.
·           Fase kedua
Fase ini tafsir dimasukkan dalam bahasan kitab-kitab hadits dan dikumpulkan bersamanya, seperti kitab hadits Bukhari dan Muslim yang mencantumkan bagian tafsir Al Qur’an dalam hadits mereka, begitu pula kumpulan hadits-hadits dalam kutub as sunan.
·           Fase ketiga
Fase ini penulisan tafsir sudah tersusun rapi sesuai dengan urutan surat-surat didalam Al Qur’an seperti Surat Al Fatihah, Surat Al Baqarah, dan seterusnya hingga surat An Nas. Diantara para ulama yang menuliskannya adalah:

§  Ibnu Majah (273 H)
§  Ibnu Jarir At Thabari (310 H)
§  Abu Bakar Bin Mundzir An Naisaburi ( 318 H)
§  Ibnu Abi Hatim ( 327 H)
§  Abi Hayyan ( 369 )
§  Al Hakim ( 405 H)
§  Abu Bakar bin Mardawaih ( 410 H)
 Mereka meriwayatkan dengan sanad dari Rasulullah, sahabat, tabi’in hingga tabiut tabi’in. ( Adz Dzahabi, At Tafsir wal Mufassirun, 1/141)

·           Fase keempat
Pada fase ini mulai tercampur penafsiran sesuai sanad dan penafsiran sesuai keilmuan para mufassirnya, sehingga dijumpai penafsiran dengan pendapat dan pemikiran mufassir ( tafsir bi ar ra’yi ). Corak tafsir mengikuti pemikiran filsafat oleh Fakhrudin Ar Razi dalam tafsirnya Mafatihul Ghaib, Ibnu Hayyan dalam tafsirnya al Bahrul Muhith. Corak fikih dan perbandingan madzhab seperti tafsir al Jami’ li Ahkamil Qur’an oleh Imam Al Qurthubi,  juga corak tafsir yang memuat kisah-kisah seperti dalam tafsir Al Kasyf wal Bayan ‘an tafsir al Qur’an oleh  Ats Tsa’labi.
       Tafsir Maudhu’i
Merupakan salah satu corak tafsir Al Qur’an yang membahas tema-tema atau bagian tertentu dari isi Al Qur’an, pertama kali di gagas oleh seorang ulama bernama Qatadah bin Da’amah Ad Dusi ( 118 H). kemudian diteruskan dengan penulisan bahasan Nasikh dan Mansukh didalam Al Qur’an oleh Abu Ubaidah Ma’mar bin Al Matsna ( 210H), begitupula Abu Daud As Sijistani menuliskan tema yang sama ( 275H). kemudian diteruskan oleh Abu Ali Bin Al Madani ( 234H) ia juga guru Imam Al Bukhari  mengarang kitab Asbabun Nuzul, dialah yang pertama kali menuliskan Asbabun Nuzul ( Tafsir At Thabari, 310 )




 Kitab-Kitab Terkenal Dibidang Tafsir Bil Ma’tsur

Tafsir bil matsur berpedoman kepada riwayat yang berasal dari nabi Shalallahu Alaihi wasallam,

1.      Jamiul Bayan ‘an Ta’wil Ay Al Qur’an karya Ibnu Jarir At Thabari ( 310 H ).
Beliau lahir di Tibristan 224H dan wafat di Bagdad tahun 310H. ia seorang fakih, muhadits, dan al Hafidz, mengetahui makna Al Quran dan hadits, begitu produktifnya,  ia menyediakan waktu selama 40 tahun untuk menulis. Diantara karya beliau adalah”

§  Tarikh al Umam wal Muluk dibidang sejarah
§  Kitab Ikhtilaf Fukaha
§  Kitab Tabshirah Fi Ahwal ad Din
§  Kitab Tafsir Jamiul Bayan An Ta’wil Ay Al Qur’an

Metode Al Hafidz At Thabari Dalam Tafsirnya
-          Kitab tafsir beliau adalah yang paling besar pengaruhnya dalam ilmu tafsir, karena berdasarkan riwayat dari nabi, sahabat, tabi’in dan tabiut tab’in. tafsir yang ada sebelum masa Ibnu Jarir at Thabari menyebutkan periwayatan secara umum dan terpisah-pisah, hingga disempurnakan oleh At Thabari antar pendapat dan menyebutkan sisi kedudukan bahasa dan syair-syair Arab dan makna lafadznya.
-          At Thabari meringkas pendapat yang terdapat dalam ayat kemudian menyebutkan riwayat-riwayat bersumber dari Rasulullah, sahabat, atau tabiin, kemudian diurutkan berdasarkan pendapat pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Beliau juga mengutip pendapat yang berseberangan lalu memberikan bantahannya. Semula At Thabari ingin tafsirnya membahas lebih luas hingga Ibnu Subki menyebut dalam tabaqatnya bahwa jumlah lembaran tafsir At Thabari semula 30.000 kertas, kemudian diringkas kembali menjadi 3.000 lembar kertas.
-          Meski menyebut riwayat namun mayoritas beliau tidak memilah manakah riwayat yang sahih atau dhaif, karena beliau melihat seperti yang tertera dalam sumber usul al hadits,  meski terkadang beliau juga memberikan bantahan dalam beberapa periwayatan, juga terkadang menukil kisah-kisah israiliyat.

2.      Al Kasf Wal Bayan ‘An Tafsir al Qur’an karya Ats Tsa’labi ( 427 H)
Beliau adalah Abu Ishaq Ahmad bin Ibarahim ats Tsa’labi An Naisaburi, seorang ulama Qira’at dan tafsir.

Metode penafsiran Ats Tsa’labi adalah:
-          Menyebutkan riwayat dari salaf dengan seperlunya diawal tafsir kemudian beliau lebih mendalam pada persoalan bahasa ( nahwu ) dengan cabang-cabang bahasa dan syair-syair penegas pendapat. Kemudian menyentuh persoalan fikih, perbedaan didalamnya dan dalil-dalil terkait.
-          Beliau banyak menyebut kisah-kisah dalam tafsirnya, bahkan kisah para nabi ( qasasul anbiya ).  Misalnya kisah Ashabul Kahfi serta Ya’juj dan Ma’juj.
-          Mengutip sebagian kisah-kisah Israiliyat dan hadits –hadits yang belum di takhrij kesahihannya. Ibnu Taimiyah berkata,” Ats Tsa’labi ulama yang baik dalam agama, ia menyampaikan ceramah siang dan malam, namun ia menukil hadits sahih, dhaif dan maudhu’ dalam tafsirnya”. ( Ibnu Taimiyah, Usul at Tafsir)
3.      Tafsir Ma’alim Tanzil, Karya Al Baghawi ( 436-516 H)
Beliau adalah Abu Muhammad al Husain bin Mas’ud bin Muhammad Al Farra. Seorang ulama fikih Syafiiyah, ahli hadits terkenal dengan sebutan Muhyi Sunnah ( penghidup Sunnah ) atau Ruknu ad Din ( Penopang Agama ). Beberapa kitab karangan beliau adalah:
Syarhu as Sunnah, Mashabih as Sunnah,At Tahdzib fi al Fikh,Al Jam’u Baina As Shahihain
Tafsir Maalim At Tanzil. ( lihat Tabaqat Al Mufassirin, 1/157)

Metode beliau dalam tafsirnya:
-          Merupakan ringkasan dari tafsir Ats Tsa’labi  namun beliu menjaga dari hadits lemah dan kisah-kisah Israiliyat.
-          Menafsirkan ayat secara ringkas, lalu menukil riwayat dari salaf diawal tanpa menyebutkan sanadnya. Seperti berkata Ibnu Abbas…, berkata Mujahid… dll)
-          Menyebutkan sanad pada pertengahan tafsirnya namun jika berbeda jalur periwayatan.
-          Menyebut riwayat dari salaf namun tidak merajihkan.
-          Menyebutkan sisi Balaghah dan Nahwu.
-          Menyebutkan sisi Israiliyat dan sisi perawi yang lemah.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya tentang kitab tafsir apa yang paling dekat dengan sunnah, apakah tafsir Zamakhsari, Al Qurthubi atau Al Baghawi atau yang lainnya? Beliau menjawab,” dari tiga tafsir tersebut yang paling selamat dari bid’ah dan hadits dhaif adalah tafsir al Baghawi.” ( Majmu’ Fatawa,13/386)

4.      Tafsir Al Qur’an Al Adzim, karya Ibnu Katsir ( 701-774 H)
Beliau lahir di Syam tahun 701 H, nama lengkapnya adalah Imaduddin Abul Fida Ismail bin Umar bin Katsir, seorang ahli fikih sekaligus tafsir bermadzhab Syafi’i. sebagian dari karya beliau adalah: Kitab Al Bidayah wa Nihayah dibidang tarikh, Syarah Sahih Bukhari dibidang Hadits, Tabaqat Syafiiyah dll. Tafsir Ibnu Katsir dikenal sebagai rujukan kedua setelah Tafsir At Thabari karena banyak menukil riwayat dari salaf.
Metode Ibnu Katsir dalam tafsirnya:
-          Menafsirkan ayat dengan metode mudah dan jelas, menyebutkan qiraat.
-          Menafsirkan ayat per ayat dilanjutkan dengan penafsiran ayat berikutnya yang sesuai.
-          Ibnu Katsir terkenal dengan penafsiran Al Qur’an dengan Al Qur’an
-          Menyebutkan hadits yang terkait dengan ayat yang ditasfirkan.
-          Banyak mengutip pendapat para ulama sebelumnya seperti At Thabari, Ibnu Abi Hatim, Abdurazaq, Ibnu ‘Atiyah, Fakhru Razi dan lainnya.
Imam As Suyuti berkata,” Belum ada yang menulis kitab sepadan dengan Tafsir Ibnu Katsir.” ( Mu’jam Al Buldan, 626)





5.      Tafsir Ad Dur al Mantsur Fi Tafsir Bil Ma’tsur, karya As Suyuthi  ( 849-911 H)
            Beliau adalah al hafidz Jalaluddin Abu al  Fadhl Abdurrahman bin Abu Bakr bin      Muhammad As             Suyuthi, bermadzhab Syafi’i , beliau hafal al quran pada usia 8 tahun,           dan banyak hafal matan          -matan hadits serta memiliki banyak karya tulis. Diantaranya: Kitab Al Jami’ As Saghir,        Ham’ul Hawami’, Husnul Muhadharah Fi Akhbar Misr wal Qahirah, al Itqan ( At Tafsir          Wal Mufassirun,1/253)
            Metode penafsiranya:
-          Banyak menukil dari Bukhari, Muslim, An Nasa’i, Tirmidzi, Abu Daud, Ahmad, Ibnu Jarir, Abi Hatim, Abdurrahman bin Humaid dan Ibnu Abi Dunya
-          Menukil riwayat dari salaf namun tidak memilah sahih dan dhaifnya kecuali sedikit saja.
-          Tafsir  ini merupakan tafsir bil matsur yang pendek.
Berikut ini adalah kitab-kitab tafsir terkenal lainnya, namun para ulama menggolongkannya dalam tafsir bi  ra’yi
1.      Tafsir Mafatihul Ghaib, karya Ar Razi ( 544-606 H)
2.      Tafsir Al Jami’ Liahkamil Qur’an, Karya Al Quthubi ( 671 H)
3.      Tafsir Fathul Qadir karya As Syaukani ( 1250 H)
4.      Tafsir Ruhul Ma’ani karya Al Alusi ( 1270 H) dll.