Firman Allah
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ
(2) كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ (3)
Wahai orang-orang yang beriman mengapa
kalian mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan?
Itu sangat dibenci Allah jika
kalian mengatakan apa-apa yang tidak
dikerjakan ( QS. As Shaff[61]:2-3)
Tinjauan Bahasa
لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ
Mengapa kalian mengatakan apa yang
tidak dikerjakan
Kalimat tanya (istifham)
dalam ayat ini berfungsi untuk teguran (li taubikh)[1]
كَبُرَ مَقْتًا
Besarnya murka Allah
مَقْتًا
Murka
Kandungan Ayat
Meskipun iman ada di dalam hati,
namun ia akan terpancar keluar bersama ucapan, perilaku dan akhlak seorang
mukmin. Seorang mukmin yang benar imannya ia akan berbicara dengan pertimbangan
imannya, tidak berdusta dan memegang teguh ucapannya. Ucapan seorang mukmin
ibarat madu yang manis, damai untuk didengarkan dan menjadi obat bagi manusia.
Ia tidak berbicara kecuali mengandung kebaikan, dan ketika diam, diamnya pun
mengandung kebaikan. Karena diamnya orang mukmin adalah untuk berfikir dan
berzikir. Maka pantang bagi seorang mukmin untuk berbicara atas apa yang ia
tidak ketahui, apalagi ia berbicara terhadap amal kebaikan yang ia tak pernah
lakukan. Murka Allah amatlah besar jika seseorang mengatakan apa yang ia tak
lakukan.
Ayat ini seakan menjadi
teguran bagi setiap kita khususnya para
da’i dalam menyerukan dakwah kepada Allah untuk menjadi orang pertama dalam
melaksanakan kebaikan, dan menjadi orang pertama dalam menjauhi kemunkaran
sebelum ia menyampaikan dakwahnya kepada orang lain. Karena kekuatan dakwah
akan lebih terasa manakalah para da’i menjadi panutan, teladan dalam amal-amal
kebaikan, bukan hanya ucapan tanpa di praktekkan.
Imam As Sa’di menafsirkan ayat ini
sebagai berikut:
لم
تقولون الخير وتحثون عليه، وربما تمدحتم به وأنتم لا تفعلونه، وتنهون عن الشر
وربما نزهتم أنفسكم عنه، وأنتم متلوثون به ومتصفون به.
“ Mengapa
kalian menyeru kebaikan atau mungkin kalian memuji diri kalian sendiri terhadap
kebaikan, sedang kalian tidak melaksanakan? Atau kalian mencegah kemunkaran
atau mungkin juga kaliah mensucikan diri darinya, namun sebenatnya kalian
berlumur keburukan it”.[2]
Imam Ibnu Katsir menyebutkan dalam
tafsirnya ayat ini menjadi dasar pijakan para ulama salaf akan wajibnya
memenuhi janji secara mutlak. Meskipun harus terkena denda atau sanksi dari
janji yang diucapkan itu ataupun tidak[3]
Beliau juga menyebutkan bahwa
tanda-tanda orang munafik adalah mengingkari ucapan dan janjinya, seperti
disebutkan dalam hadits:
"آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ: إِذَا
حَدَّث كَذَبَ، إِذَا وَعَد أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
“Tanda-tanda
orang munafik ada tiga,” Jika berbicara ia dusta, jika berjanji ia ingkar, dan
jika diberikan amanah ia berkhianat”.
( Sahih Bukhari no.33, Sahih Muslim
no. 59, bersumber dari Abu Hurairah Radhiyallah Anhu)
Juga dalam hadits lain disebutkan:
عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ
مُنَافِقًا خَالِصًا : إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ , وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ , وَإِذَا
عَاهَدَ غَدَرَ , وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ ، فَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ
مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا
Dari Abdullah bin Amru, berkata, “Telah
bersabda Rasulullah Shalallahu Alahi wasallam,” Empat hal jika terdapat dalam
diri seseorang, ia benar-benar seorang munafik yang sesungguhnya (khalisan)
yaitu,”Jika berkata, ia dusta, jika berjanji ia ingkar, jika mengadakan
perjanjian ia membatalkan, jika berselisih ia kejam”. ( Sahih Bukhari no. 2292)
Ayat Ketiga
كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ
“Itu sangat dibenci Allah jika
kalian mengatakan apa-apa yang tidak
dikerjakan”( QS. Ash Shaff:3)
Muhammad Sayid At Thantawi
menyebutkan:
كَبُرَ بمعنى عظم، لأن الشيء الكبير، لا يوصف بهذا الوصف، إلا إذا
كان فيه كثرة وشدة في نوعه
“Kata “Kabura” bermakna ‘Adzuma” artinya agung,
besar. Tidak disifatkan dengan sifat tersebut kecuali karena banyaknya dan
dahsyat dalam jenisnya”.[4]
Gambaran
murka Allah ini seyogyanya menjadi pelajaran buat kita untuk menjauhi sifat –sifat
kaum munafik. An Nakha’i berkata: Tiga ayat dalam Kitabullah yang membuatku tak bisa
memutuskan perkara manusia, ayat tersebut adalah:[5]
(لم تقولون ما لا تفعلون)
Mengapa kalian mengatakan apa yang
tidak kalian kerjakan” (QS. Ash Shaff:2)
(أتأمرون
الناس بالبر وتنسون أنفسكم)
Mengapa kamu suruh orang lain
(mengerjakan) sedangkan kamu melupakan diri kamu sendiri ( QS. Al Baqarah: 44)
(وما
أريد أن أخالفكم إلى ما أنهاكم عنه)
Dan aku tidaklah berkehendak
menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang”.(QS. Hud:88)
[1] Jabir
Abu Bakar al Jazairi, Aisar Tafasir Li Kalam ‘Aliyil Kabir,Jilid 5
(Madina:Maktabah Ulum wal Hikam, 1424H) h. 335
[2] Abdurrahman Nashir As’ Sa’dy w. 1376 H, Taisir
al Karim Ar Rahman fi tafsir Kalamil Mannan, Jilid 1 ( Beirut: Muassasah Ar
Risalah,1420 H) h. 858
[3] Ibnu
Katsir w 774, ( Tafsir Qur’an Al Adzim, Jilid 8 ( Dar Taybah li Nasyr, 1420) h.
105
[4] Muhammad
Sayid Thantawi, Tafsir al Wasith lil
Qur’anil Karim, Jilid
14 ( Cairo: Dar Nahdhah) h. 54
[5] Abu
Thayeb Muhammad Sidik Khan w. 1307H, Fathul
bayan Fi Maqashid Al
Qur’an, Jilid 14 ( Beirut: Maktabah al ‘Ashriyah, 1412H) h. 98