إِنَّمَا
الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ
لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Sesungguhnya orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara.
Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan
takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (QS.
Al Hujurat [49]:10)
Tinjauan Bahasa
إِخْوَةٌ
Bersaudara
فَأَصْلِحُوا
damaikanlah (perbaikilah hubungan)
Kandungan Ayat
Ayat ini memiliki korelasi dengan ayat sebelumnya,
yaitu saat dua golongan kaum muslimin berselisih pendapat bahkan terbawa dalam
peperangan seperti kisah dalam perang Shiffin dan Perang Jamal. Al Qurthubi
dalam Tafsirnya menyebutkan bahwa Ahlul Bagy (Pihak yang melawan pemerintahan
yang sah) mereka masih sama-sama beriman kepada Allah. Buktinya adalah Allah
masih menyebut mereka sebagai ikhwatan mukminin (saudara
seiman) meski mereka membelot Al Harits bin Al A’war berkata,” Ali bin Abi Thalib menceritakan, saat ditanya apakah
Ahlul Baghy musyrik? Ali bin Abi Thalib menjawa,” Tidak”. Mereka bertanya
kembali,” Apakah mereka munafiq?’. Ali bin Abi Thalib menjawab,”Tidak, karena
kaum munafik tidak mengingat dan menyebut nama Allah melainkan hanya sedikit.
Mereka bertanya kembali,” Lalu bagaimana keadaan mereka?”. Lalu Ali bin Abi
Thalib menjawab:[1]
إخواننا بغوا
علينا.
Mereka adalah saudara kami yang membelot dari kami
Seorang
muslim itu bersaudara, dalam agama dan kehormatan, bukan hanya dalam nasab.
Karena ikatan persaudaraan secara agama lebih kokoh dibanding ikatan
persaudaraan karena nasab. Buktinya, ikatan persaudaraan karena nasab bisa
terputus karena murtad (keluar) dari agama Islam, sehingga tidak memiliki
hak-hak semestinya dalam agama, misal, hak waris. Salah satu yang menyebabkan
terputusnya hak waris adalah jika ahli waris berbeda agama dengan si mayit.
Syekh Wahbah Zuhaili mengungkapkan bahwa
setiap muslim harus mewaspadai terjadinya sengketa yang terjadi antara dua
orang muslim. Karena akibat sengketa tersebut bisa meluas sehingga menyebar
menjadi perselisihan dua golongan besar dari kaum muslimin. Dan persaudaraan
yang sebenarnya adalah persaudaraan dua orang mukmin.
كلمة إِنَّمَا للحصر تفيد أنه لا أخوة
إلا بين المؤمنين، ولا أخوة بين المؤمن والكافر، لأن الإسلام هو الرباط الجامع بين
أتباعه، وتفيد أيضا أن أمر الإصلاح ووجوبه إنما هو عند وجود الأخوة في الإسلام، لا
بين الكفار
Kalimat
“Innama” fungsinya sebagai pembatas ( lil hashr) maksudnya adalah
tiada persaudaraan kecuali antara sesama mukmin. Tidak ada persaudaraan antara
mukmin dan kafir. Karena Islam merupakan pemersatu diantara pengikutnya. Ayat
ini juga memiliki maksud bahwa wajibnya perdamaian (islah) jika terdapat
persaudaraan seagama islam, bukan dengan orang kafir.[2]
Hadits-Hadits
Tentang Persaudaraan Muslim
1.
Sesama
muslim ibarat satu tubuh
عَن
النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ"مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوادِّهم
وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَوَاصُلِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ الْوَاحِدِ، إِذَا اشْتَكَى
مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بالحُمَّى والسَّهَر
“Dari Nu’man bin Basyir berkata,” Telah bersabda Rasulullah Shalallahu
Alaihi Wa Sallam bersabda,” Perumpamaan mukmin dalam berkasih sayang dan
interaksinya, seperti satu tubuh, jika salah satu anggota tubuh merasa sakit,
maka seluruh tubuh akan merasakan dengan panas dan terjaga.”(HR. Bukhari No.
6011, Muslim No. 2586)
2.
Dilarang
berbuat zalim dan membiarkan saudara
حَدَّثَنَا
يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ، حَدَّثَنَا اللَّيْثُ، عَنْ عُقَيْلٍ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ
أَنَّ سَالِمًا أَخْبَرَهُ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمَا، أَخْبَرَهُ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: «المُسْلِمُ أَخُو المُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يُسْلِمُهُ، وَمَنْ
كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ، وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ
كُرْبَةً، فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ
كُرُبَاتِ يَوْمِ القِيَامَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ
القِيَامَةِ
“Telah
menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair, telah bercerita kepada kami Al Laits
dari ‘Uqail dari Ibnu Syihab bahwasanya Salim mengabarkan kepadanya, bahwasanya
Abdullah bin Umar Radhiyallahuanhuma mengabarkannya,” bahwasanya Rasulullah
Shalallahu alaihi wa sallam bersabda,” Seorang muslim adalah bersaudara, tidak
boleh berbuat zalim, dan tidak boleh membiarkannya (cuek). Barangsiapa yang
menolong keperluan saudaranya, maka Allah akan memenuhi hajatnya, barangsiapa
yang menolong kesulitan saudaranya maka Allah akan menolong kesulitannya pada
hari kiamat, barang siapa yang menutupi aib saudaranya, maka Allah akan
menutupi aibnya pada hari kiamat.”[3] (
HR. Bukhari)
3.
Allah
akan menolong hamba, selama ia menolong saudaranya
وَاللَّهُ
فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ
Allah
akan menolong hamba-Nya, selama ia menolong saudaranya ( HR. Muslim, No. 2699)
4.
Doa saudara
Muslim terkabul
عن أبي
الدرداء رضي الله عنه قال: قال رسول اللهِ صلى الله عليه وسلم "إِذَا دَعَا الْمُسْلِمُ لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ قَالَ
الْمَلَكُ: آمِينَ، وَلَكَ بِمِثْلِهِ
Dari
Abu Darda berkata,”Rasulullah Shalallahu Alaihi wa sallam bersabda,”Jika
seorang muslim mendoakan saudaranya diam-diam, malaikat berkata,”Amiin” bagimu
demikian”. (HR. Muslim No. 2732)
5.
Tidak
boleh merendahkan dan meremehkan
اَلْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ
يَظْلِمُهُ وَلاَ يَخْذُلُهُ وَلاَ يَحْقِرُهُ اَلتَّقْوَى هَهُنَا يُشِيْرُ إِلَى
صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ : بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ
أَخَاهُ الْمُسْلِمَ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَعِرْضُهُ
وَمَالُهُ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ
.
Seorang
Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya. Ia tidak boleh tidak menzaliminya,
merendahkannya dan tidak pula meremehkannya. Taqwa adalah di sini. – Beliau
menunjuk dadanya tiga kali-. (kemudian beliau bersabda),”Cukuplah seseorang
dikatakan buruk bila meremehkan saudaranya sesama muslim. Seorang Muslim terhadap
Muslim lain; haram darahnya, kehormatannya dan hartanya. [HR. Muslim No.2564
dari Hadits Abu Hurairah)
6.
Larangan
tidak bertegur sapa melebihi tiga hari
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى،
قَالَ: قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَزِيدَ
اللَّيْثِيِّ، عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ
فَوْقَ ثَلَاثِ لَيَالٍ، يَلْتَقِيَانِ فَيُعْرِضُ هَذَا وَيُعْرِضُ هَذَا،
وَخَيْرُهُمَا الَّذِي يَبْدَأُ بِالسَّلَامِ»
“Telah berkata bercerita
kepada kami Yahya bin Yahya, ia berkata,” Aku membaca atas Malik dari Ibnu
Syihab dari Atha bin Yazid Al Laitsi
dari Abu Ayub Al Anshari, bahwasanya Rasulullah bersabda,” Tidak dihalalkan bagi
seorang muslim berpaling dari saudaranya melebihi tiga hari, mereka bertemu
namun saling menghindari, yang paling baik diantara mereka adalah yang
terdahulu memulai salam.” (HR. Muslim No. 2650)
7.
Sesama
muslim saling menguatkan
اَلْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ
كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Seorang
mukmin bagi mukmin lainnya laksana bangunan, satu sama lain saling menguatkan.
[Muttafaq ‘Alaihi].
Menurut As Sa’di
persaudaraan sesama muslim tidaklah terpisah dengan batas-batas wilayah,
artinya dimanapun muslim berada, selama beriman kepada Allah, para rasul,
Malaikat, Kitab-kitab, hari akhir dan takdir maka mereka adalah saudara seiman
yang memiliki ukhuwah imaniyah.[4]
Sayid Qutub
mengatakan,”
ومما
يترتب على هذه الأخوة أن يكون الحب والسلام والتعاون والوحدة هي الأصل في الجماعة
المسلمة
Sudah
semestinya ukhuwah menjadi landasan bagi Jamaah kaum muslimin dengan pondasinya cinta, salam (damai), kerjasama,
dan persatuan.[5]
فَأَصْلِحُوا
بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ
Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara
kedua saudaramu
Kewajiban mendamaikan saudara seiman yang bertikai hendaklah
dengan prinsip-prinsip keadilan, agar tujuan utama perdamaian tercapai.[6]
Kesimpulan
1.
Setiap
muslim adalah bersaudara yaitu ikatan persaudaraan Islam merupakan ikatan
akidah, lebih kokoh dari sekedar ikatan nasab, karena ikatan nasab bisa
terputus jika berubah agamanya.
2.
Setiap
muslim memiliki hak-hak dan keutamaan, ibarat satu tubuh yang memiliki peran
dan kesatuan gerak.
3.
Hendaklah
mendamaikan saudara muslim yang bertikai dengan tetap mengedepankan
prinsip-prinsip keadilan.
والله أعلم
[1] Al
Qurthubi, Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an, ( Kairo: Dar Al Kutub Al Ilmiyah, 1384H)
j. 16 h. 324
[2]
Wahbah Az Zuhaily, Tafsir Al Munir, (Damaskus: Dar Al Fikr, 1418H), J. 26 h.
239
[3] Imam
Al Bukhari Shahih al Bukhari, ( Dar Tuq
An Najah, 1422H) j. 3 h. 128 No. 2442, Sahih Muslim No. 2580
[4]
Abdurrahman Nashir As Sa’di, Taisir al Karim Ar Rahman Fi Tafsir Kalam Al
Mannan, (Muasasah Ar Risalah, 1420H) j 1. H. 800
[6]
Ibnu Asyur, At Tahrir wa Tanwir, (Tunis, Dar Tunis Lin Nasyr, 1984) J. 26 h.
246