Assalaamu'alaikum ustadz,
Bagaimana hukumnya jika seorang perempuan hamil di luar
pernikahan, kedua orang tuanya malu, lalu bagaimanakah hukum pernikahan dan
status anaknya?
J di Jawa Barat
Waalaikum salam,
Islam mengatur pergaulan antara lain jenis, dengan melarang pergaulan bebas dan mendekati zina. perbuatan zina terjadi karena lemahnya pemahaman agama Islam, atau keluarga yang broken home, ketika kepala keluarga tidak mendidik dengan akhlak Islam.
A. Hukum perkawinan wanita hamil diluar nikah sah, menurut para
ulama:
a.
Pendapat yang mengharamkan
Mazhab Maliki dan Hambali mengharamkan
Aisyah, Ali bin Abi Thalib, Al-Barra' dan
Ibnu Mas'ud termasuk di antara Sahabat yang mengharamkan pria menikahi wanita
yang dizinainya. Dan karena itu, mereka tidak menganggap sah pernikahan semacam
ini.
b.
Pendapat yang membolehkan
Mazhab Syafii dan Mazhab Hanafi membolehkan
menikahi wanita yang hamil karena zina, tanpa harus menunggu anak lahir.
وَيَجُوزُ نِكَاحُ الحَامِلِ مِنَ
الزِّنَا لأَنَّ حَمْلَهَا لاَيَلْحَقُ بِأَحَدٍ فَكَانَ وُجُودُهُ كَعَدَمِهِ
Boleh menikahi wanita hamil dari perzinaan, karena sesungguhnya kehamilannya itu tidak dapat ditujukan kepada seseorang, sehingga wujud dari kehamilan tersebut adalah seperti ketiadaannya.( Al Muhazzab, 2/113)
(مَسْأَلَةُ ش) وَيَجُوزُ نِكَاحُ الحَامِلِ مِنَ الزِّنَا سَوَاءُ
الزَّانِى وَغَيْرِهِ وَوَطْءُهَا حِيْنَئِذٍ مَع الكَرَاهَةِ
Boleh menikahi wanita yang hamil dari perzinaan, baik oleh laki-laki yang menzinainya atau oleh lainnya dan menyetubuhi wanita pada waktu hamil dari zina tersebut adalah makruh. (Bughyatul Musytarsyidin hlm. 201)
أَمَّا وَطْءِ الزِّنَا فَإنَّهُ لاَ
عِدَّةَ فِيْهِ وَيَحِلُّ التَّزْوِيْجُ بِالحَامِلِ مِنَ الزِّنَا وَوَطْءِهَا
وَهِيَ حَامِلٌ عَلَى الأصَحِّ وَهَذَا عِنْدَ الشَّافِعِى
Adapun hubungan seksual dari perzinaan, maka sesungguhnya tidak ada 'iddah padanya. Halal mengawini wanita yang hamil dari perzinaan dan halal menyetubuhinya sedangkan wanita tersebut dalam keadaan hamil menurut pendapat yang lebih kuat.( Al-Fiqh ala Madzahibil Arba’ah juz 4/533)
B. Tinjauan Kompilasi hukum Islam Indonesia
Disebutkan
dalam (Bab VIII) tentang Kawin Hamil
sama dengan persoalan menikahkan wanita hamil. Pasal 53 dari BAB tersebut
berisi tiga(3) ayat , yaitu :
a. Seorang wanita hamil di luar
nikah, dapat dinikahkan dengan pria yang menghamilinya.
b. Perkawinan dengan wanita hamil
yang disebut pada ayat(1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dulu
kelahiran anaknya.
c. Dengan dilangsungkan perkawinan
pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang
dikandung lahir.
C. Status Anaknya
status anak yang dilahirkan tetap sebagai
anak zina. Dan karena itu dinasabkan pada ibunya. Bukan pada pria yang menikahi
ibunya karena faktanya ia bukan ayah biologisnya. Apabila anak tadi terlahir
perempuan, maka yang menjadi walinya adalah wali hakim atau pejabat KUA (Kantor
Urusan Agama).
Dalilnya:
الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ ، وَلِلْعَاهِرِ الحجَرُ
Anak itu dinasabkan kepada suami yang sah sedangkan laki-laki yang berzina itu tidak dapat apa-apa (HR Bukhari no 6760 dan Muslim no 1457)
Maksudnya, ayah biologis hubungan perzinaan bukanlah ayah si anak. Dan tidak berhak menjadi wali pernikahannya.
Tidak berhak mendapat warisan
Dalam Islam, anak zina juga tidak
berhak mendapat harta warisan dari orang tua angkatnya. Berdasarkan pada
hadits:
مَنْ عَهِرَ بِامْرَأةٍ حُرَةِ أو أَمَةِ قَومٍ فَالوَلَدُ وَلَدُ زِنا ، لا يَرِثُ وَلا يُوْرَثُ
Barangsiapa yang berzina dengan
seorang perempuan maka status anaknya adalah anak zina. Dia tidak mewarisi dan
tidak menerima warisan (dari ayah biologisnya).
Ayah Biologis zina tidak berhak
menjadi wali
فَالسُّلْطَانُ وَلِىُّ مَنْ لاَ وَلِىَّ لَهُ
فَالسُّلْطَانُ وَلِىُّ مَنْ لاَ وَلِىَّ لَهُ
Penguasa
adalah wali nikah bagi perempuan yang tidak memiliki wali nikah. (Kitab Al Mustadrok
'alas Sahihain)
Oleh; Ust. Fauzan Sugiyono, Lc, M.Ag
(Pengasuh Yayasan Amal Robbani Insan Sejahtera Depok)