Apa yang membedakan saat ini dan
dahulu? Saat dimana Rasulullah dan para generasi pilihan meniti kehidupan,
memberi teladan dengan keikhlasan yang nyaris tak terulang sepanjang zaman. Dahulu
generasi itu tak pernah memandang kedudukan, tidak pula mengharapkannya. Mereka
tak peduli di posisi mana mereka berjuang,depan atau belakang tidak menjadi
soal, mereka tetap teguh berjuang menegakkan kalimat Allah. Itulah hati yang
ikhlas, selalu menyibukkan diri dengan kebaikan, hingga tidak sempat
mengorek-orek aib orang lain. Itulah hati yang ikhlas, yang selalu berfikir
bagaimana mempersembahkan amal terbaik dihadapan Allah, bukan mencari
popularitas dan pendukung.
Kini, zaman telah berubah.
Manusia senang jika menjadi pusat berita, suka mendapat pujian, suka mengungkit
kebaikan yang pernah dilakukan, sungguh kondisi ini merebak hampir disemua lini
kehidupan. Orang-orang yang merahasiakan amal sangat jarang kita temui, seolah
semua ingin dilihat dan diperhatikan oleh manusia lain.
Tidaklah dilarang untuk
mengekspos amal baik, jika niatnya karena Allah kemudian agar orang lain
mengikuti. Seperti firman Allah:
Jika kamu
menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu
menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka
menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu
sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (
Al Baqarah:271)
Imam Ibnu
Katsir mengomentari ayat ini dalam tafsirnya:
Ayat ini petunjuk bahwa
merahasiakan sedekah lebih utama dari pada menampakkannya, karena
merahasiakannya akan jauh dari riya. ( Tafsir Ibnu Katsir,1/701)
Orang-orang yang merahasiakan
amal adalah tidak suka popularitas, mereka beramal dalam kesunyian, jauh dari
hiruk pikuk kepentingan manusia. Penampilan mereka nyaris diremehkan oleh
manusia, namun di sisi Allah ternyata kedudukan mereka sangat mulia.
Rasulullah bersabda,”Berapa
banyak orang yang rambutnya kusut, berdebu, ditolak didepan pintu dan tidak
dipedulikan orang, sekiranya ia bersumpah kepada Allah, niscaya Dia akan
mengabulkan sumpahnya.” ( Muslim )
Suatu hari, Rasulullah sedang
berkumpul dengan para sahabat, tiba-tiba seorang laki-laki lewat di dekat
beliau. Lalu beliau bertanya kepada para sahabat,” Bagaimana pendapat kalian
mengenai orang itu? Para sahabat menjawab,”Orang itu adalah orang yang
terhormat, jika ia meminta pertolongan ia akan ditolong. Jika melamar, ia akan
diterima. Jika berkata, perkataannya akan didengar. Tak berapa lama, lewatlah
seorang laki-laki lain di dekat Rasullah. Beliau kembali bertanya kepada para
sahabat,” Bagaimana dengan laki-laki ini?. Para sahabat menjawab,”Dia orang
biasa, jika meminta tolong, ia tidak akan diberi. Jika melamar wanita, ia akan
ditolak, dan jika berkata, perkataannya tidak akan didengarkan. Kemudian Nabi
bersabda,” Sungguh orang ini lebih baik dari dunia dan seisinya,” (Bukhari )
Seseorang bertanya kepada Abu
Hasan bin Basyar,” Bagaimanakah jalan menuju Allah? Ia menjawab,” Taatilah
Allah secara sembunyi-sembunyi, sebagaimana engkau mendurhakainya secara
sembunyi-sembunyi, hingga kebajikan masuk kedalam hatimu.”
Ibnu Uthaibah berkata,” Jika apa
yang dirahasiakan sama seperti apa yang ditampakkan, itulah keadilan. Jika apa
yang dirahasiakan lebih baik dari apa yang ditampakkan, itulah keutamaan. Jika
apa yang ditampakkan lebih baik dari apa yang dirahasiakan, itulah kecurangan.”
Siapakah orang-orang yang
merahasiakan amal itu?
Mereka adalah orang-orang yang
memiliki rahasia dengan Allah, rahasia yang tidak nampak oleh kebanyakan
manusia. Ia mencintai Allah, dan Allah mencintainya, ia berusaha menutupi
rahasia itu dari khalayak. Biarlah hanya Allah dan dirinya saja.
Mereka adalah orang-orang
bertakwa, yang bersungguh-sungguh menutupi amal baik mereka karena takut kepada
Allah, menjaga diri dari segala yang merusak amalannya dari sifat riya, ghurur
dan ingin dipuji.
Mereka mungkin ada dibarisan
terdepan dari para pemimpin yang tidak suka popularitas dan penciteraan, mereka
mungkin juga ada dibarisan prajurit yang tidak dikenali, mereka berjuang dan
berjihad, mereka ibarat kepulan
debu-debu yang beterbangan menggapai ridha Allah.
Mereka adalah kaum muslimin yang
shalat, rukuk dan sujud merendahkan diri dihadapan Allah, dikeheningan malam,
hingga air mata mereka menetes.
Mereka adalah kaum muslimin yang
memperhatikan kondisi kaum miskin dan lemah, memberi bantuan, menolong dan
menyantuni dalam kesunyian manusia.
Mereka adalah orang-orang yang
beramal hanya karena Allah, tidak takut caci maki, hujatan dan cibiran, karena
tujuan mereka hanya Allah, pujian dan cacian tidak menghalangi mereka untuk
berbuat baik. Mereka yakin sekali dalam mengamalkan firman Allah:
Katakanlah: sesungguhnya
shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam
( Al An’am:162)
Beberapa ibrah dari
orang-orang yang merahasiakan amal
a. Mudrik bin Aus al Akhmasy berkata,” ketika aku bersama Umar bin
Khattab,tiba-tiba datang seorang utusan yang mengabarkan syuhada yang gugur di
perang Nahawand. Ia menyebutkan beberapa nama, Fulan bin Fulan dan seterusnya.
Adapun lainnya kami tidak mengenalnya. Lalu Umar bin Khattab berkata,” Namun
Allah mengenali mereka”.
b. Amr bin Qais Al Mala’i berpuasa sunnah selama dua puluh tahun,
namun keluarganya tidak mengetahui. Setiap pagi ia mengambil bekal makan siang,
lalu berangkat ke tokonya. Kemudian ia mensedekahkan makanannya kepada fakir
miskin, sementara keluarganya tidak mengetahui hal itu. (Shifat ash
Shafwah,3/81)
c. Abdullah bin Mubarak menuturkan,” Aku berada di Mekkah saat
krisis ekonomi dan kemarau berkepanjangan. Kaum muslimin kemudian keluar rumah
untuk melakukan shalat Istisqa, setelah shalat selesai dilaksanakan, hujan tak
kunjung turun, lama kami menunggu. Tanpa aku sadari disampingku ada seorang laki-laki
kurus, berkulit hitam. Aku mendengar suaranya lirih berdoa,” Ya Allah,
sesungguhnya mereka sudah berdoa kepada-Mu, namun Engkau tidak mengabulkannya.
Sungguh aku bersumpah kepada-Mu agar Engkau menurunkan hujan kepada mereka.
Tak berapa lama, cuaca pun berubah mendung
disusul dengan hujan deras yang turun kepada Kami”.( Shifatus al shafwah ,
2/177)
d. Inilah Umar bin Khattab yang keluar pada pertengahan malam,
menelusuri sunyinya kota Madinah, seorang diri. Umar tidak melihat ada orang
lain memperhatikannya. Umar pun masuk kesebuah rumah tua, tak berapa lama
keluar. Laki-laki yang memperhatikan Umar adalah Talhah bin Ubaidillah, namun
Umar tidak mengetahuinya.
Esok paginya
Talhah menuju rumah yang semalam didatangi Umar, betapa terkejutnya, ia mendapati
seorang tua renta, buta sedang terduduk lemah. Talhah pun bertanya,”Apa yang
dilakukan orang yang tadi malam masuk kerumahmu?. Laki-laki itu menjawab,” Ia
sudah lama datang kerumahku, ia mencukupi segala kebutuhanku, membersihkan
rumahku, menyapu dan merapikan perkakasnya,”.