يُرِيدُونَ
لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ
كَرِهَ الْكَافِرُونَ
“Mereka
ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah
(justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya”.(QS.
As Shaff:8)
SABAB NUZUL AYAT
Imam Al Mawardi menyebutkan dalam tafsirnya bahwa sebab
turun ayat ini adalah, seperti diceritakan oleh Atha’ dari Ibnu Abbas,
bahwasanya wahtu terhenti selama 40 hari kepada Nabi Muhammad Shalalahu Alaihi
wa sallam, lalu berkata Kaab bin al Asyraf (Penyair Yahudi kafir),’Wahai kaum
Yahudi berita gembira kepada kalian, Allah telah memadamkan cahaya-Nya kepada
Muhammad, yang sebelunya turun, Allah tidak menyempurnakan urusan-Nya, nabipun
sedih. Kemudian Allah menurunkan ayat ini, dan wahyupun bersambung setelah itu.”[1]
KANDUNGAN AYAT
Ayat ini menjelaskan tentang perilaku orang-orang yang
mengatakan bahwa nabi Muhammad adalah tukang sihir, karena Beliau menyebarkan
agama baru dikalangan kaum Quraisy. Mereka ingin agar agama islam tidak
berkembang, agar cahaya Allah padam [2]. Korelasi
dengan zaman sekarang, akan senantiasa ada orang atau golongan yang berusaha
untuk menghalangi islam berkembang, dengan segala cara, baik dari sisi ekonomi,
sosial, budaya, politik dan sebagainya. Mereka senang jika Islam tidak
berkembang, islam terbelakang, konflik berkepanjangan dan akhirnya tak punya
kekuatan, lalu padam. Namun janji Allah dalam ayat ini begitu jelas, bahwa
Allah-lah yang akan menyempurnakan cahaya-Nya meski orang-orang kafir membenci.
Makna Nur
Allah (نورُ
الله)
Disebutkan dalam
Tafsir Jalalain, yang dimaksud dengan Nur Allah ( cahaya Allah) adalah
syariat Allah dan buktinya (al burhan).[3]
Sedangkan Syekh Wahbah Zuhaili menafsirkan Nur Allah sebagai: Syariat,agama,Kitab
Allah dan kebenaran yang dibawa oleh Rasulullah Shalalahu alaihi wasallam.[4]
Imam At Thabari mendefinisikan Nur Allah
sebagai, Al Qur’an[5]. Ar Razi dalam tafsirnya menyebutkan beragam
makna Nur Allah diantarnya: Nur Allah adalah ilmu,Iman, agama Islam, Rasulullah
dan Al Qur’an[6] .
يُرِيدُونَ
لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ
“Mereka ingin
memadamkan cahaya Allah”.
Ibnu Asyur
dalam tafsirnya menyebutkan bahwa ada perumpamaan dalam ayat ini:
Usaha kaum
kafir untuk memadamkan cahaya Allah (Islam) seperti perumpamaan seperti
memadamkan cahaya api, merupakan perumpamaan yang masuk akal. (Tasbih Al Ma’qul
bil Mahsus)[7]
.
Al Quran
menyebut orang-orang kafir termasuk
didalamnya adalah kaum musyrikin, Ahlul Kitab dan sejenisnya, sebagai bentuk usaha,
tipu daya, makar mereka terhadap Islam [8].
Syekh
Muhammad Sayid Thantawi dalam tafsirnya menyebutkan:
يريد هؤلاء الكافرون بالحق، أن يقضوا على دين الإسلام، وأن يطمسوا
تعاليمه السامية التي جاء بها النبي صلى الله عليه وسلم عن طريق أقاويلهم الباطلة
الصادرة عن أفواههم، من غير أن يكون لها مصداق من الواقع تنطبق عليه، أو أصل تستند
إليه، وإنما هي أقوال من قبيل اللغو الساقط المهمل الذي لا وزن له ولا قيمة
“Kaum kafir
mereka benar-benar ingin menghabisi agama islam, menghapus semua ajaran yang di
bawa oleh Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam, dengan jalan menyebar
ucapan dari mulut mereka tanpa sandaran kebenaran dan kenyataan, ucapan itu
keluar dari ucapan gurauan, spontanitas tak berharga sama sekali [9]
“.
Begitu gigih
usaha dan kebencian kaum kafir, kegigihan mereka untuk memadamkan islam seperti
mereka hendak memadamkan cahaya matahari melalui tiupan mulut, betapapun itu
sulit, namun Allah akan menyempurnakan dan menyelamatkan cahaya-Nya dari
mereka.
KESIMPULAN:
a. Kaum kafir dan sejenisnya akan senantiasa berupaya memadamkan cahaya
Allah, menghalangi agama Islam dengan berbagai cara.
b. Begitu
besar kebencian kaum kafir, mereka melakukan tipu daya dengan mulut mereka , bisa di analogikan dengan penyebaran isu dan
penggunaan media untuk merusak citra islam, seperti fitnah yang tersebar
melalui lisan.
c. Allah
akan menjaga agama Islam dan akan menyempurnakan cahayanya, dan beruntunglah
bagi siapa saja yang berada dalam pembela agama Allah.
والله أعلم
[1] Al
Mawardi w. 450H, Tafsir an Nakat wa Al Uyun, (Libanon: Dar al Kutub) j. 5. H.
530
[2] At
Thabari (w.310H), Tafsir At Thabari,
(Muassasah Ar Risalah: 2000 M) h. 23
[3]
Jalaludin al Mahaly (864) dan Jalaludin as Suyuthi (911), Tafsir Jalalain,( Cairo:
Darul Hadits) juz 1, h. 739
[4]
Wahbah Zuhaili, Tafsir Al Manar, (Damaskus: Dar al Fikr, 1418 H) juz 28 h.166
[6] Fakhrudiin
Ar Razi, ( Mafatihal Ghaib,(Beirut: Dar Ihya Turats,1420) j. 29 h. 529
[7]
Ibnu Asyur w. 1393, at Tahrir wa Tanwir, ( Tunis: Dar Tunis li Nasyr, 1984) juz
28, h.190
[8] Ibnu
Asyur, At Tahrir wa Tanwir, h. 191
[9] Muhammad Sayid Thantawi , Tafsir Al Wasith
lil Qur’anil Karim ( Mesir: Dar Nahdhah Misr, 1997) j. 14, h. 361
Tidak ada komentar:
Posting Komentar