Dari kejahatan makhluk-Nya ( QS. Al Falaq [113]: 2)
Makna kalimat “Syarr” (شرّ)
Inilah hal pertama yang Allah perintahkan
kepada manusia, yaitu memohon
perlindungan kepada Allah dari kejahatan makhluk ciptaan-Nya. Kalimat
“Syarr” mengandung pengertian bahaya (Ad-Dharar) atau penyakit (al-adza) atau
sakit atau kerusakan (al-fasad).[1]
Berlindunglah dari kejahatan yang
tampak terasa secara fisik, seperti telah disebutkan diatas, atau kejahatan
secara maknawi, seperti kekafiran, kefasikan dan kemaksiatan. Bisa juga berupa
penyimpangan pemikiran, kerusakan akhlak yang menimpa pribadi dan berkembang
luas di masyarakat.
Lawan kata dari ‘Asy Syarr”
adalah “Al-Khair” (kebaikan). Yang mencakup segala kebaikan dan nikmat baik
fisik maupun maknawi yang dirasakan oleh manusia.
Mengapa Allah Menciptakan
Keburukan?
Timbul pertanyaan, mengapa Allah
menciptakan keburukan atau kejahatan?. Bukankah kejahatan dan keburukan itu
berbahaya bagi manusia? Mengapa Allah tidak melenyapkan saja keburukan diatas
muka bumi ini sekaligus dan membiarkan kebaikan abadi tanpa harus bersusah
payah mengejar dan membelanya? Syekh Yusuf Al-Qaradhawi menjawab pertanyaan
tersebut dalam beberapa poin:
a.
Allah tidak menciptakan
keburukan atau kejahatan yang bersifat mutlaq, dengan maksud kejahatan secara
dzatnya, namun disisi keburukan dan kejahatan itu terdapat sumber-sumber
kebaikan. Allah menghadirkan kekuatan dan kelemahan dengan izin –Nya.
Firman Allah:
قُلِ
اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ
الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ
بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Katakanlah,” Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan
Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut
kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau
kehendaki. Di tangan-Mu segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas
segala sesuatu. (QS. Ali Imran [3]:26)
Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda saat
berdoa kepada Allah:
الخير بيدك والشر ليس إليك
“Kebaikan ada di tangan-Mu, keburukan bukan kembali
kepada-Mu”.[2]
(HR. Muslim Bab Shalat Musafir, No. 771, Abu Daud No.
760, At Tirmizi dalam Kitab Ad Da’awat, No. 3422, dari Ali Bin Abi Thalib).
b.
Setiap kita melihat
keburukan dalam ciptaan Allah di atas muka bumi ini, sesungguhnya itu adalah
keburukan yang bersifat parsial, nisbi dan khusus, sedangkan secara umum adalah
kebaikan.
Sebagai contohnya, penciptaan manusia didunia
merupakan kebaikan, mereka akan menjadi khalifah di bumi, diberi amanah dan
akal untuk berfikir, begitupula Allah menurunkan kebaikan dengan diutusnya
Rasulullah, diturunkan kitab-kitab Allah dan Allah memberikan pilihan jalan
takwa dan jalan fujur (keburukan). Namun demikian masih ada orang-orang yang
enggan menyembah Allah, dan kafir kepada para Rasul-Rasul Allah. Kemudian Allah
akan memberikan balasan bagi orang yang takwa dan orang yang berbuat keburukan.
Firman Allah:
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ
خَيْرًا يَرَهُ (7) وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ (8)
“Barangsiapa
yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah (atom) pun, niscaya ia akan melihat
(balasan) nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah
(atom) pun, niscaya ia akan melihat (balasan)nya pula”. (QS. Al Zalzalah [99]:
7-8)
Oleh
karena itu Abu Hamid Al Ghazali dalam Al Ihya menyebutkan:
وكلُّ ما قسم الله تعالى بين عباده من رزق وأجل، وسرور وحزن، وعجز وقدرة، وايمان وكفر،
وطاعة ومعصية، فكلُّه عدل محض لا جور فيه، وحق صرف لا ظلم فيه، بل هو على الترتيب
الواجب الحق على ما ينبغي، وكما ينبغي، وبالقدر الذي ينبغي، وليس في الإمكان أصلا أحسن
منه، ولا أتمَّ ، ولا أكمل، ولو كان ادخره مع القدرة ولم يتفضل به لكان بخلا يناقض الجود،
وظلما يناقض العدل، ولو لم يكن قادار ا لكان عجزا يناقض الإلهية
Setiap yang
dibagikan Allah kepada hamba-Nya dari rezeki, maut, bahagia, sedih, kelemahan
dan kemampuan, iman dan kafir, taat dan maksiat, semuanya merupakan keadilan
yang tak ada ketimpangan didalamnya. Semua Allah distribusikan, tak ada
kezaliman, sesuai urutan hak dan kewajibannya, dan dengan ukuran takdir yang
semestinya, bukan secara asal lebih baik dari semestinya, atau lebih sempurna
dari sebenarnya. Jika Allah menyimpan takdir dan tidak memberikan kepada
hamba-Nya, maka sifat tersebut membatalkan sifat-Nya yang Maha Pemurah, sifat Zalim
yang menafikan sifat Adil-Nya, jika Allah tidak Mampu maka sifat Lemah tersebut
menafikan sifat Ilahiyah-Nya. [3](Ihya
Ulumuddin, 4/258)
Saat seorang mukmin
mengetahui hikmah dibalik penciptaan makhluk, dan rahasia-rahasia Allah yang
berlaku atas makhluk, sungguh itu sebuah kebaikan untuknya agar semakin
mengenal dan dekat dengan Rabbnya. Namun ketika ia luput dari memahami hikmah
dan rahasia tersebut, dan pasti tidak semua hikmah dan rahasia ia ketahui, maka
sikapnya adalah mengembalikan semuanya kepada Allah Sang Maha Pencipta. Sebagaimana
firman Allah:
الَّذِينَ
يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ
فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا
سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
(yaitu) orang-orang
yang mengingat Allah sambil berdiri, atau duduk atau dalam keadaan berbaring,
dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata),”Ya
Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau,
maka peliharalah kami dari siksa neraka”. (QS. Ali Imran [3]:191)
Pandangan Para
Ulama Mufassirin
Berikut berapa
pandangan para ulama tafsir terkait ayat kedua dari surat Al Falaq
مِنْ شَرِّ مَا
خَلَقَ (2)
“Dari kejahatan makhluk-Nya”
1. Imam Ibnu Katsir
Beliau menyebutkan, bahwa manusia
diperintahkan untuk berlindung dari segala kejahatan.[4]
مِنْ
شَرِّ جَمِيعِ الْمَخْلُوقَاتِ. وَقَالَ ثَابِتٌ الْبُنَانِيُّ، وَالْحَسَنُ
الْبَصْرِيُّ: جَهَنَّمُ وَإِبْلِيسُ وَذُرِّيَّتُهُ مِمَّا خَلَقَ
Berlindunglah dari kejahatan semua jenis makhluk, Tsabit Al Bunany
dan Hasan Al Bashri berpendapat: Jahannam, iblis dan keturunannya yang Allah
ciptakan.
2. Sayid Qutub Rahimahullah meyebutkan dalam
tafsirnya:
مِنْ شَرِّ ما خَلَقَ أي من شر خلقه إطلاقا وإجمالا, وللخلائق شرور في حالات اتصال بعضها ببعض.
كما أن
لها خيرا ونفعا في حالات أخرى. والاستعاذة بالله هنا من شرها ليبقى خيرها. والله
الذي خلقها قادر على توجيهها وتدبير الحالات التي يتضح فيها خيرها لا شرها
“Manusia
diperintahkan untuk berlindung kepada Allah dari kejahatan makhluk-Nya mutlak
dan umum, karena setiap makhluk memiliki potensi keburukan dan kebaikan saat saling berinteraksi satu dan lainnya.
Maksud meminta perlindungan disini agar kebaikan-kebaikan tersebut semakin
kekal adanya, dan Allah Maha Pencipta Maha Mampu untuk mengarahkan da mengatur
kondisi mana yang baik dari yang buruk.[5]
Syekh Mutawalli Asy-Sya’rawi juga
menukil hal yang sama saat menafsirkan
ayat ini[6]
3. Az
Zamakhsyari menyebutkan kejahatan terbagi dua, kejahatan mukallafin (manusia
dan jin) dan ghaira mukallafin (hewan,
tumbuhan dan benda mati). Kejahatan yang dilakukan oleh mukallafin seperti
dosa, kezaliman, membahayakan orang lain, membunuh, merampas hak dan sebaginya.
Sedangkan kejahatan yang dilakukan oleh ghaira mukallafin seperti memakan,
menyengat. Atau sesuatu zat-zat berbahaya seperti racun pada hewan dan
tumbuhan.[7]
Doa-doa agar
dijauhkan dari kejahatan makhluk
Abu Hurairah
Radhiyallahu Anhu menyebutkan hadits terkait dengan doa-doa agar manusia
diselamatkan dari kejahatan atau keburukan makhluk Allah yaitu:
جَاءَ
رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ! مَا
لَقِيتُ مِنْ عَقْرَبٍ لَدَغَتْنِي البَارِحَةَ، قَالَ : أَمَا لَوْ
قُلْتَ حِينَ أَمْسَيْتَ: أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ
شَرِّ مَا خَلَقَ لَمْ تَضُرَّكَ
“Seseorang
menemui Rasulullah dan berkata,” Wahai Rasulullah apa yang aku lakukan, aku
semalam disengat kelabang”. Rasulullah bersabda,”Jika kau mengatakan saat sore,”
Aku berlindung dengan kalimat Allah yang Maha Sempurna dari kejahatan
ciptaan-Nya, maka kelabang tersebut tidak akan membahayakanmu”. (HR. Muslim,
No. 2709 dari Abu Hurairah)
Begitu juga
Imam At Tirmizi menyebutkan hadits:
مَنْ قَالَ حِينَ
يُمْسِي ثَلاَثَ مَرَّاتٍ:
أَعُوذُ
بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ، لَمْ يَضُرَّهُ حُمَةٌ تِلْكَ
اللَّيْلَةِ
“Barangsiapa yang
membaca pada sore hari sebanyak tiga kali,” A’uzubikalimatillah tamat min
syarri ma khalaq, ( aku berlindung dengan kalimat Allah yang sempurna dari
kejahatan makhluk ciptaan) maka tak ada yang membahayakannya pada malam itu”.
(HR. At Tirmizi, No. 3604)
والله أعلم
[1]
Yusuf Al Qaradhawi, Tafsir Juz ‘Amma, h.566
[2]
HR. Muslim Bab Shalat Musafir, No. 771, Abu Daud No. 760, At Tirmizi dalam
Kitab Ad Da’awat, No. 3422, dari Ali Bin Abi Thalib
[3]
Imam Al Ghazali, Ihya Ulumuddin, 4/256
[4]
Tafsir Ibnu Katsir, 8/535
[5]
Sayid Qutub (1385H), Fi Dzilalil Qur’an, (Kairo: Dar Syuruq, 1412H) 6/4006
[6]
Syekh Mutawalli Asy Sya’rawi, Tafsir Juz Amma, ( Mesir: Dar Ar Rayah, 1428H) h.
665
[7] Az
Zamakhsyari, Al Kasyaf, (Beirut: Dar al Kitab Al Arabi, 1407H) h. 4/820