وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى
الْأُخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِنْ
فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ
الْمُقْسِطِينَ (9
(
Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang
hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar
perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu
perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut,
damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil;
sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. ( QS Al Hujurat [49]:
8-9)
Tinjauan
Bahasa
طَائِفَتَانِ
dua golongan
اقْتَتَلُوا
mereka yang beriman itu berperang
فَأَصْلِحُوا
بَيْنَهُمَا
hendaklah kamu damaikan antara keduanya
بَغَتْ
melanggar perjanjian
SEBAB
NUZUL AYAT
Ibnu
Asyur menyebutkan dalam tafsirnya bahwa:
أَنَّ الْآيَةَ نَزَلَتْ
فِي قِصَّةِ مُرُورِ رَسُول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى مَجْلِسٍ
فِيهِ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أُبَيٍّ بْنُ سَلُولَ وَرَسُول الله صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى حِمَارٍ فَوَقَفَ رَسُول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَبَالَ الْحِمَارُ، فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أُبَيٍّ: خَلِّ
سَبِيلَ حِمَارِكَ فَقَدْ آذَانَا نَتَنُهُ. فَقَالَ لَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ
رَوَاحَةَ: وَاللَّهِ إِنَّ بَوْلَ حِمَارِهِ لَأَطْيَبُ مِنْ مِسْكِكَ فَاسْتَبَّا
وَتَجَالَدَا وَجَاءَ قَوْمَاهُمَا الْأَوْسُ وَالْخَزْرَجُ، فَتَجَالَدُوا
بِالنِّعَالِ وَالسَّعَفِ فَرَجَعَ إِلَيْهِمْ
رَسُولُ اللَّهِ فَأَصْلَحَ بَيْنَهُمْ ُ
Ayat
ini turun pada kisah lewatnya unta Rasulullah Shalallah alaihi wa sallam di sebuah
majelis yang ada Abdullah bin Ubay bin Salul,
sedang Rasulullah berada di atas keledainya, lalu beliau berdiri dan
keledainya kencing. Abdullah bin Ubay berkata,” Minggir, keledai ini sudah
mengganggu kita dengan bau busuknya,”. Lalu Abdullah bin Rawahah berkata,”Demi
Allah kencing keledai Nabi lebih harum dari minyak kesturi,”. Lalu mereka
bersitegang, berdebat hingga datanglah suku Aus dan Khazraj, merekapun nimbrung
lalu saling melempar terompah dan biji-bijian, kemudian Rasulullah kembali lagi
dan mendamaikan mereka. [1]
MAKNA
BUGAT
a.
Secara bahasa
Menurut
Ibnu Manzur dalam Lisan al ‘Arab kata البغات
berarti التعدي
artinya melawan.[2]
Hal
ini sesuai dengan firman Allah:
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ
الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالإثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ
الْحَقِّ …
Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji,
baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia
tanpa alasan yang benar… ( QS. Al-A’raf [7]:33)
Sedangkan
menurut Az Zamakhsyari dalam kitab Asas al Balaghah beliau menyebutkan kata:
البغي adalah طلب الشيء
Artinya
meminta sesuatu
Dalam
Kitab Taj al Arusy disebutkan makna bughat:[3]
وقالَ الأصْمَعيُّ: {بَغَى الرجلُ حاجَتَه أَو ضَالَّتَه
Menurut Asma’iy,” Bagha ar rajul hajatahu artinya Seseorang
tersesat dalam keperluannya”.
Dalam Mu’jam Matn Al Lughah disebutkan makna kalimat Al Baghy
adalah:[4]
الطلب و تجاوز الحد
Permintaan dan melampaui batas
Dan orang yang dzalim dan
melampaui batas disebut Baghi[5]
b.
Secara istilah
Adapun
secara istilah, Para ulama berbeda dalam mendefinisikan bughat, kadang
mendefinisikan bughat secara langsung, kadang mendefinisikan tindakannya, yaitu
al-baghyu (pemberontakan).[6]
·
Menurut
ulama Hanafiyah al-Baghyu adalah keluar dari ketaatan kepada imam (khalifah)
yang haq (sah) dengan tanpa alas an haq.
هُمْ
الْخَارِجُونَ عَنْ الْإِمَامِ الْحَقِّ بِغَيْرِ حَقٍّ
Mereka adalah orang yang keluar dari ketaatan kepada imam yang haq
dengan tanpa haq. [7]
·
Ulama Malikiyah menjelaskan al-Baghyu adalah
mencegah diri untuk menaati imam (khalifah) yang sah dalam perkara bukan
maksiat dengan menggunakan kekuatan fisik (mughalabah) sekalipun karena alasan
ta`wil (penafsiran agama). Dan bughat adalah kelompok (firqah)
dari kaum muslimin yang menyalahi imam a’zham (khalifah) atau wakilnya, untuk
mencegah hak (imam) yang wajib mereka tunaikan, atau untuk menurunkannya.[8]
·
Ulama Syafi’iyah mengartikan bughat adalah kaum
muslimin yang menyalahi imam dengan jalan memberontak kepadanya, tidak
mentaatinya, atau mencegah hak yang yang wajib mereka tunaikan (kepada imam),
dengan syarat mereka mempunyai kekuatan (syaukah), ta`wil, dan pemimpin yang
ditaati (muthâ’) dalam kelompok tersebut.[9]
Bughat juga diartikan sebagai orang-orang yang
keluar dari ketaatan dengan ta`wil yang fasid (keliru), yang tidak bisa
dipastikan kefasidannya, jika mereka mempunyai kekuatan (syaukah), karena
jumlahnya yang banyak atau adanya kekuatan, dan di antara mereka ada pemimpin
yang ditaati (Asna al-Mathalib, IV/111).
Kandungan
Ayat
Ayat diatas mengandung pelajaran berupa
langkah-langkah menghadapi golongan yang memberontak, dalam sebuah kepemimpinan
(khalifah). Karena golongan yang memberontak pemerintahan bukanlah termasuk
golongan Rasulullah, seperti dalam hadits Rasulullah dari Ibnu Umar Radhiyallah
anhuma:[10]
مَنْ
حَمَلَ عَلَيْنَا السِّلاَحَ فَلَيْسَ مِنَّا
Barangsiapa
yang membawa senjata untuk memerangi kami, maka ia bukanlah golongan kami.”
(Muttafaqun ‘alaih)
PENDAPAT
PARA MUFASSIRIN
·
Menurut
imam At Thabari maksud dari ayat 9 diatas adalah:[11]
وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا
بَيْنَهُمَا
وإن
طائفتان من أهل الإيمان اقتتلوا، فأصلحوا أيها المؤمنون بينهما بالدعاء إلى حكم
كتاب الله، والرضا بما فيه لهما وعليهما، وذلك هو الإصلاح بينهما بالعدل
Jika
ada dua golongan dari ahlul iman, saling berperang, maka damaikanlah keduanya,
dengan menyeru mereka kepada berhukum kepada kitabullah, dan ridha atas apa
yang terjadi dengan mereka, itulah perdamaian (islah) dengan dasar keadilan.
(فَإِنْ بَغَتْ
إِحْدَاهُمَا عَلَى الأخْرَى) يقول: فإن أبَت إحدى هاتين الطائفتين الإجابة إلى
حكم كتاب الله له، وعليه وتعدّت ما جعل الله عدلا بين خلقه، وأجابت الأخرى منهما
(Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain)
Jika salah satu golongan enggan
menerima keputusan berhukum dengan kitabullah (perdamaian) hendaklah ia bersiap
dengan apa yang telah Allah jadikan adil diantara ciptaan-Nya, dan menerima
golongan lain.
(فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي) يقول: فقاتلوا التي تعتدي، وتأبى
الإجابة إلى حكم الله
(حَتَّى تَفِيءَ إِلَى
أَمْرِ اللَّهِ) يقول: حتى ترجع إلى حكم الله الذي حكم في كتابه بين خلقه
(Hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai
surut kembali pada perintah Allah)
Hendaklah golongan yang melawan
kalian perangi, hingga kembali kepada hukum Allah
(فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ) يقول: فإن
رجعت الباغية بعد قتالكم إياهم إلى الرضا بحكم الله في كتابه، فأصلحوا بينها وبين
الطائفة الأخرى التي قاتلتها بالعدل: يعني بالإنصاف بينهما، وذلك حكم الله في
كتابه الذي جعله عدلا بين خلقه.
(Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut
keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil)
Jika golongan
yang melawan tersebut mereka kembali dan ridha dengan hukum Allah, maka
damaikan kembali dengan kelompok yang telah engkau perangi dengan adil, dengan
adil diantara kedua kelompok tersebut, itulah hukum Allah yang telah berlaku
adil bagi makhluk-Nya.
Ketika
kita melakukan hal-hal tersebut diatas untuk mendamaikan kedua belah pihak yang
salah satunya memberontak, maka kita sudah menolong mereka dari kezaliman.
Seperti sabda Nabi Muhammad SAW:
عَنْ أَنَسٍ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم قَالَ: "انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا".
قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَذَا نَصَرْتُهُ مَظْلُومًا فَكَيْفَ أَنْصُرُهُ
ظَالِمًا؟ قَالَ: "تَمْنَعُهُ مِنَ الظُّلْمَ، فَذَاكَ نَصْرُكَ
إِيَّاهُ"
“Dari Anas bin Malik, bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi
wasallam bersabda, “ Tolonglah saudaramu yang zalim atau terzalimi, lalu aku
bertanya,” Wahai Rasulullah, ini jika menolong orang yang terzolimi, bagaimana
aku menolong orang zalim?” Rasulullah bersabda,” Engkau melarang ia berlaku
zalim, maka itulah pertolonganmu kepadanya”. (HR. Bukhari, No. 2443)
Hikmah
·
Perintah
mendamaikan dua golongan kaum muslimin yang berselisih (bertikai)
·
Bughat
adalah pemberontak dalam sebuah system kekhalifahan
·
Hukuman
terhadap pelaku bughat adalah diperangi sampai mereka kembali kepada perintah
Allah, yaitu kembali taat kepada khalifah atau negara dan menghentikan
pembangkangan mereka.
·
Perintah
Allah untuk berlaku adil dan menjauhi kezaliman dalam segala bentuknya
والله أعلم
[2]
Ibnu Manzur, Lisan Al ‘Arab J. 1/241
[3] Az
Zubaidi, Taj al Arusy, Dar al Hidayah, 37/82
[4] Mu’jam
Matn Al Lughah, 1/320
[5]
Amanillah Muhammad Shadiq, Ahkam Bughat fi Syariah Islamiyah, Jamiah Muhammad
Ibnu Suud, 1976, h. 37
[6]
Abdul Qadir Audah, at-Tasyrî’ al-Jinâ`i al-Islami, 1996 hal.
673-674
[9] Nihayatul
Muhtaj, VIII/382; asy-Syayrazi, Al-Muhadzdzab, II/217; Taqiyuddin al-Husaini,
Kifayatul Akhyar, II/197-198; Zakariya al-Anshari, Fathul Wahhab, II/153).
[11]
At Thabari, Tafsir At Thabari, Muassasah Ar Risalah, 1420 H, J. 22/ 292