Tanya:
Assalamualaikum
Ustadz adakah dalil dan syariat dari doa awal tahun atau doa
akhir tahun, mohon penjelasannya, terimakasih ustaz.
Widodo (Depok)
Wassalamualaikum
Jawaban
Bismillahirrahmanirrahim Bapak Widodo di Depok, semoga selalu dalam lindungan Allah.
Fenomena awal tahun baru masehi yang sarat dengan hingar bingar pemborosan dan hura-hura, bahkan maksiat, membuat sebagian orang untuk membuat "perimbangan" dengan memperingati tahun baru Islam dengan doa dan amalan-amalan khusus. Kemudian berkembang di tengah masyarakat
ritual-ritual tambahan yang tidak dilakukan oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi
Wa Sallam terutama terkait dengan tahun Baru Islam di Bulan Muharram.
Sejarah Penanggalan Hijriyah
Penanggalan hijriyah dalam sejarah dikenal pada zaman
khalifah Umar bin Khattab. Pada tahun ketiga beliau memerintah, mendapat sepucuk
surat dari Abu Musa Al Asy’ari yang
isinya kerancuan tanggal dari perintah Umar bin Khatab saat Umar menulis bulan
Sya’ban. Namun Abu Musa Al Asy’ari sebagai gubernur Bashrah ragu untuk menindak
lanjuti surat tersebut, apakah bulan
Sya’ban tahun ini atau tahun depan.
Lalu Umar mengumpulkan sahabat dan meminta pendapat. Ada
diantara mereka yang mengusulkan menggunakan penanggalan Romawi. Sampai kepada
Ali bin Abi Thalib yang mengusulkan penanggalan islam yang diawali dengan
hijrahnya Rasulullah SAW ke Madinah. Lalu Umar bin Khattab menerima usul
tersebut dan menetapkan sebagai tahun pertama Hijriyah di Bulan Muharram.[1]
Sedangkan Ibnu Hajar Al Atsqalani menyebutkan dalam Al Fath:
أَنَّ أَبَا مُوسَى كَتَبَ إِلَى
عُمَرَ إِنَّهُ يَأْتِينَا مِنْكَ كُتُبٌ لَيْسَ لَهَا تَارِيخٌ فَجَمَعَ عُمَرُ
النَّاسَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ أَرِّخْ بِالْمَبْعَثِ وَبَعْضُهُمْ أَرِّخْ
بِالْهِجْرَةِ فَقَالَ عُمَرُ الْهِجْرَةُ فَرَّقَتْ بَيْنَ الْحَقِّ وَالْبَاطِلِ
فَأَرِّخُوا بِهَا وَذَلِكَ سَنَةَ سَبْعَ عَشْرَةَ
Abu Musa menulis kepada
Umar,”Telah datang kepada kami surat darimu tanpa tanggal. Lalu Umar
mengumpulkan sahabat, dan sebagian mereka berkata,”Tulis tanggal dengan pedoman diutusnya Nabi”. Dan sebagian berkata,” Tuis dengan pedoman hijrah. Lalu
Umar berkata,” Tulislah dengan pedoman hijrah untuk membedakan antara yang hak
dan yang bathil. Dan akhirnya dituliskan pada tahun ke 17 Hijriyah.[2]
Adakah Amalan Khusus Malam Tahun Baru Muharram?
Tidak ditemukan dalil khusus tentang amalan-amalan khusus
pada malam tahun baru (Muharram). Sebagian dalil baik doa maupun ibadah memiliki kelemahan dari sisi periwayatan.
Misal:
Dalil yang digunakan adalah berikut ini.
مَنْ
صَامَ آخِرَ يَوْمٍ مِنْ ذِي الحِجَّةِ ، وَأَوَّلِ يَوْمٍ مِنَ
المُحَرَّمِ فَقَدْ خَتَمَ السَّنَةَ المَاضِيَةَ بِصَوْمٍ ، وَافْتَتَحَ
السَّنَةُ المُسْتَقْبِلَةُ بِصَوْمٍ ، جَعَلَ اللهُ لَهُ كَفَارَةٌ
خَمْسِيْنَ سَنَةً
Lalu bagaimana penilaian ulama pakar hadits mengenai riwayat di atas:
- Adz Dzahabi dalam Tartib Al Mawdhu’at (181) mengatakan bahwa Al Juwaibari dan gurunya –Wahb bin Wahb- yang meriwayatkan hadits ini termasuk pemalsu hadits.
- Asy Syaukani dalam Al Fawa-id Al Majmu’ah (96) mengatan bahwa ada dua perawi yang pendusta yang meriwayatkan hadits ini.
- Ibnul Jauzi dalam Mawdhu’at (2/566) mengatakan bahwa Al Juwaibari dan Wahb yang meriwayatkan hadits ini adalah seorang pendusta dan pemalsu hadits
Namun
secara umum ada dalil yang menyatakan tentang keutamaan bulan Muharram, yaitu
sebagai bagian dari Asyhurul Hurum (bulan-bulan haram).
Firman Allah:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ
اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا
تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
”Sesungguhnya bilangan bulan pada
sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia
menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (suci). Itulah
(ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan
yang empat itu.” (QS. At Taubah [9]: 36)
Menurut As Sa’di dalam tafsirnya
bahwa pelarangan kezaliman khusus pada empat bulan haram yaitu Dzul Qa’dah,
Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab.
ويحتمل أن الضمير يعود إلى الأربعة الحرم، وأن هذا نهي لهم عن الظلم
فيها، خصوصا مع النهي عن الظلم كل وقت، لزيادة تحريمها، وكون الظلم فيها أشد منه
في غيرها
“Kata ganti pada ayat tersebut mengacu pada empat bulan
haram, begitu pula pelarangan kezaliman, namun secara khusus pelarangan
tersebut berlaku setiap saat. Namun kezaliman pada empat bulan tersebut lebih
besar, dan keharaman pada empat bulan tersebut lebih besar dibanding
bulan-bulan lain.[3]
Keharaman tersebut terbagi menjadi dua, keharaman melakukan qital
(peperangan, pembunuhan). Dan keharaman berbuat dosa.
Adapun keutamaan puasa muharram seperti disebutkan dalam hadits:
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ
شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ
اللَّيْلِ
”Puasa
yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada syahrullah (bulan
Allah) yaitu Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib
adalah shalat malam. HR. Muslim no. 2812
Kesimpulannya:
- Dalil-dalil amalan khusus pada awal tahun baru Islam ( Doa awal dan akhir tahun, zikir khusus, puasa khusus), tidak memiliki dasar yang kuat. Sehingga dikembalikan kepada ibadah-ibadah umum yang nilai keutamaannya mengikuti kemuliaan bulan Muharram. Demikian seperti disebutkan Oleh Muhammad Jamaluddin al Qashimi,”Bahwa amalan pada malam tahun baru secara khusus tidak ada ketentuan dari Nabi atau sahabat maupun Tabiin.[4]
- Tidak dilarang ibadah-ibadah umum seperti shalat tahajud, membaca Al Qur'an, zikir, doa dan sejenisnya menurut keumuman dalil ibadah, tanpa ada pengkhususan.
Wallahu A’lam
[1]
Muhammad as Shalabi, Fashlul Khitab Fi Sirah Umar Bin Khattab, 1/150
[2]
Ibnu Hajar Al Atsqalani, Fath al Bari, (Beirut: Dar Ma’rifah, 1379) J.7/268
[3] Abdurrahman Nashir As Sa’di, Taisir al Karim
Ar Rahman Fi Tafsir Kalam al Mannan, (Muassasah Ar Risalah, 1420H) J.1/336.
[4] Muhammad
Jamaluddin Al Qashimi, Ishlahul Masajid, (Beirut, al Maktab Al Islami, 1399H) h. 10