Rabu, 03 Juli 2013

Tangan Israel Tuntun El Baradei Campakkan Mursi



Kalau sebagian analisis memunculkan sebuah pertanyaan, siapakah yang lebih kuat: Amerika atau Israel, maka tidak banyak yang memberikan jawaban yang tepat. Karena secara fisik dan fenomena perpolitikan dunia, Amerikalah yang memberikan perlindungan kepada Israel, bukan sebaliknya. Namun, jika diteliti lebih dalam, kemana arah perpolitikan Amerika, maka orang akan menemukan di situlah keuntungan yang berlimpah buat agenda terselubung Israel. Banyak contoh untuk membuktikan itu. Di antaranya, apa yang kerap digembar-gemborkan Amerika soal perdamaian Palestina. Dunia seolah dipamerkan bagaimana Amerika begitu berperan mempertemukan pemimpin Palestina dan Israel untuk melakukan perundingan damai. Dan biasanya, perundingan itu dilakukan di Amerika, tepatnya di gedung putih.

Tapi, tidakkah orang menelisik lebih dalam siapa yang sebenarnya menyeleksi pemimpin Palestina mana yang akan dijadikan tokoh perundingan? Dan, siapa tokoh Amerika yang sangat berperan dalam perundingan itu? Semua jawaban berujung pada Israel. Dari sini terlihat, bahwa Israellah yang memainkan peran utama di balik agenda Amerika terhadap kendali politik dan keamanan dunia. Begitu pun apa yang bisa disaksikan dalam hiruk pikuk politik Mesir. Dunia menyorot Amerika, terutama statemen Obama, tentang apa yang diinginkan Amerika terhadap kisruh Mesir. Karena di situlah, jawaban ke arah mana kisruh politik Mesir akan berakhir.

Para analisis pun membidik, mulai dari demonstran yang pertama kali menggoyang posisi Mubarak, hingga tokoh-tokoh militer yang bisa diridhai oleh petinggi di Amerika. Tapi, orang tidak melirik, apa sebenarnya yang diinginkan Israel terhadap suasana baru di Mesir. Secara kasat mata, publik bisa menangkap seperti apa kira-kira yang diinginkan Amerika terhadap Mesir. Melalui beberapa statemen Obama, Amerika menginginkan beberapa hal dari Mesir. Di antaranya, adanya pergantian kepemimpinan, khususnya lengsernya Mubarak. Kemudian, terlihat pula bahwa Amerika menginginkan pengganti Mubarak adalah tokoh sipil yang bisa dikendalikan Amerika. Ini terlihat dari kemunculan tokoh sekuler Mesir yang lama tinggal di Amerika. Dia adalah Muhammad Mustafa Al-Barada’i, atau biasa disebut media dengan Al-Baradei.

Tokoh peraih nobel perdamaian tahun 2005 ini, seperti sudah diseting Amerika untuk secara tiba-tiba tampil di tengah para demonstran. Karena umumnya, di setiap gerakan revolusi yang dilakukan Amerika di sebuah negara, selalu sudah disiapkan tokoh revolusioner yang siap dipasang sebagai pengganti para pemimpin negara. Sosok El-Baradei mungkin bisa dibilang sosok yang bersih dari kecurigaan dunia terhadap campur tangan Amerika di balik uji coba revolusi di Mesir. Setelah marak demonstran di pertengahan Januari lalu, tidak banyak orang tahu, di mana konsolidasi para petinggi militer Mesir untuk menghadapi gejolak yang ada. Dan ternyata, publik pun akhirnya tahu kalau para petinggi militer Mesir itu melakukan konsolidasi bukan di Mesir. Tapi, di Pentagon, Amerika. Karena, mereka adalah orang-orang yang sudah lama ’dibayar’ Amerika untuk berkerja buat kepentingan Amerika.

Dari sini terlihat bahwa Amerika ingin memahamkan posisi militer dalam agenda perubahan di Mesir ala Amerika. Mesir akan menjadi negara demokratis yang tidak lagi militeristik. Dan ini, tentu akan mendapat dukungan publik, baik dari dalam maupun luar Mesir. Dalam skenario itu, mungkin akan ada dukungan militer terhadap gerakan

’Sabotase’ Ikhwan terhadap Agenda Amerika

Di luar dugaan Amerika, gerakan massa di Mesir ternyata juga diikuti oleh jamaah Ikhwanul Muslimin. Bahkan, Ikhwan menjadi lebih dominan daripada mereka yang mengawali gerakan itu. Hampir semua agenda gerakan massa itu akhirnya diambil alih oleh Ikhwan, termasuk publisitas ketokohan El-Baradei yang sudah diseting Amerika. Amerika mungkin sama sekali tidak menduga, kalau Ikhwan tidak memberikan tawaran calon pemimpin pasca Mubarak. Seperti mengikuti arus, Ikhwan pun ikut mendukung sosok El-Baradei sebagai calon pemimpin Mesir menggantikan rezim militer yang sudah bercokol sejak revolusi militer terhadap raja Farouk. Mungkin sulit buat Amerika untuk memahami kenapa Ikhwan yang sudah begitu banyak berkorban untuk melakukan gerakan massa, tapi tidak punya kepentingan sendiri. Bahkan cenderung mengikuti agenda Amerika.

Dukungan Ikhwan terhadap El-Baradei ini tentu bukan hanya mengejutkan Amerika, tapi juga Israel. Saat itu juga, terjadi kesibukan yang luar biasa di Amerika untuk membahas manuver Ikhwan ini. Dan pada saat yang sama, Israel secara terang-terangan menyatakan dukungannya terhadap Mubarak, daripada El-Baradei. Agenda Amerika pun berubah. Dan inilah titik temu antara Amerika, Israel, dan Mubarak sendiri. Yaitu, diadakannya posisi wakil presiden yang kelak disiapkan sebagai pengganti Mubarak. Dan Israellah yang paling berhak untuk menentukan, bukan lagi Obama yang menunjuk El-Baradei, siapa wapres Mesir. Tersebutlah nama Omar Sulaiman yang selama ini memang sudah menjadi budak Israel dalam agenda melenyapkan agenda gerakan Islam di Mesir.

Posisi wapres di Mesir, yang mungkin tidak ada di negara mana pun, punya kedudukan yang sangat strategis. Karena hampir semua presiden yang pernah menjabat Mesir berasal dari posisi Wapres. Ketika presidennya terbunuh, maka naiklah wapres sebagai pengganti. Dan ini dinyatakan sebagai keadaan darurat. Begitu seterusnya, hingga wapres terakhir Mesir, Husni Mubarak di era Anwar Sadat. Dari situ pula, Mubarak tidak pernah mengangkat seorang wapres pun selama hampir tiga puluh tahun masa kediktatorannya. Karena rencananya, pada menjelang bulan September nanti, ia akan mengangkat anaknya sendiri untuk menduduki posisi itu.

Perubahan agenda Amerika ini yang sangat didikte Israel, tentu tidak memberikan kesan positif terhadap perubahan di Mesir. Karena sosok Omar Sulaiman merupakan tipikal Mubarak di saat menduduki posisi wapres. Dengan kata lain, drama revolusi Mesir yang sudah terlanjur begitu heboh di dunia, akan berujung pada hasil yang datar, alias biasa-biasa saja. Karena Omar Sulaiman merupakan orang dalam Mubarak sendiri. Lalu, buat apa ada gembar-gembor revolusi kalau penggantinya adalah mantan staf Mubarak sendiri.

Ketakutan Israel terhadap Manuver Ikhwan

Revolusi yang akhirnya seperti berjalan setengah hati itu, memperlihatkan bagaimana digjayanya Israel terhadap politik luar negeri Amerika. Hal itu karena Amerika lebih mengutamakan keamanan Israel daripada kepentingan negaranya sendiri. Apa yang dikhawatirkan Israel terhadap sosok El-Baradei adalah adanya agenda terselubung Ikhwan untuk melakukan reformasi kebijakan politik dalam negeri Mesir. Karena sosok sipil, terlebih ilmuwan, akan bisa dengan mudah dipatahkan dan kemudian dikendalikan oleh kekuatan sosial Ikhwan. Ikhwan memang tidak menjagokan tokohnya untuk memimpin Mesir saat ini. Tapi, dengan naiknya El-Baradei, terbuka lebar peluang tampilnya Ikhwan untuk memimpin Mesir di masa yang tidak lama lagi. Inilah jalan tektok Ikhwan untuk mengambil alih Mesir melalui kekuatan agenda Amerika dalam penokohan El-Baradei.

Agenda Ikhwan untuk memutus mata rantai militeristik di Mesir itu sudah menjadi ancaman serius buat Israel. Karena bagi Israel, Mesir yang ’lurus’ seperti umumnya negara-negara demokratis bentukan Amerika walaupun bukan dipimpin Ikhwan, pasti akan mempersoalkan posisi bilateral antara Mesir dan Israel yang pernah melakukan perang panjang di masa Jamal Abdun Naser. mnh


Sumber: http://www.eramuslim.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar