Kalau
sebagian analisis memunculkan sebuah pertanyaan, siapakah yang lebih kuat:
Amerika atau Israel, maka tidak banyak yang memberikan jawaban yang tepat.
Karena secara fisik dan fenomena perpolitikan dunia, Amerikalah yang memberikan
perlindungan kepada Israel, bukan sebaliknya. Namun, jika diteliti lebih dalam,
kemana arah perpolitikan Amerika, maka orang akan menemukan di situlah
keuntungan yang berlimpah buat agenda terselubung Israel. Banyak contoh untuk
membuktikan itu. Di antaranya, apa yang kerap digembar-gemborkan Amerika soal
perdamaian Palestina. Dunia seolah dipamerkan bagaimana Amerika begitu berperan
mempertemukan pemimpin Palestina dan Israel untuk melakukan perundingan damai.
Dan biasanya, perundingan itu dilakukan di Amerika, tepatnya di gedung putih.
Tapi, tidakkah orang menelisik lebih
dalam siapa yang sebenarnya menyeleksi pemimpin Palestina mana yang akan
dijadikan tokoh perundingan? Dan, siapa tokoh Amerika yang sangat berperan
dalam perundingan itu? Semua jawaban berujung pada Israel. Dari sini terlihat,
bahwa Israellah yang memainkan peran utama di balik agenda Amerika terhadap
kendali politik dan keamanan dunia. Begitu pun apa yang bisa disaksikan dalam
hiruk pikuk politik Mesir. Dunia menyorot Amerika, terutama statemen Obama,
tentang apa yang diinginkan Amerika terhadap kisruh Mesir. Karena di situlah,
jawaban ke arah mana kisruh politik Mesir akan berakhir.
Para
analisis pun membidik, mulai dari demonstran yang pertama kali menggoyang
posisi Mubarak, hingga tokoh-tokoh militer yang bisa diridhai oleh petinggi di
Amerika. Tapi, orang tidak melirik, apa sebenarnya yang diinginkan Israel
terhadap suasana baru di Mesir. Secara kasat mata, publik bisa menangkap seperti
apa kira-kira yang diinginkan Amerika terhadap Mesir. Melalui beberapa statemen
Obama, Amerika menginginkan beberapa hal dari Mesir. Di antaranya, adanya
pergantian kepemimpinan, khususnya lengsernya Mubarak. Kemudian, terlihat pula
bahwa Amerika menginginkan pengganti Mubarak adalah tokoh sipil yang bisa
dikendalikan Amerika. Ini terlihat dari kemunculan tokoh sekuler Mesir yang
lama tinggal di Amerika. Dia adalah Muhammad Mustafa Al-Barada’i, atau biasa
disebut media dengan Al-Baradei.
Tokoh
peraih nobel perdamaian tahun 2005 ini, seperti sudah diseting Amerika untuk
secara tiba-tiba tampil di tengah para demonstran. Karena umumnya, di setiap
gerakan revolusi yang dilakukan Amerika di sebuah negara, selalu sudah
disiapkan tokoh revolusioner yang siap dipasang sebagai pengganti para pemimpin
negara. Sosok El-Baradei mungkin bisa dibilang sosok yang bersih dari
kecurigaan dunia terhadap campur tangan Amerika di balik uji coba revolusi di
Mesir. Setelah marak demonstran di pertengahan Januari lalu, tidak banyak orang
tahu, di mana konsolidasi para petinggi militer Mesir untuk menghadapi gejolak
yang ada. Dan ternyata, publik pun akhirnya tahu kalau para petinggi militer
Mesir itu melakukan konsolidasi bukan di Mesir. Tapi, di Pentagon, Amerika.
Karena, mereka adalah orang-orang yang sudah lama ’dibayar’ Amerika untuk
berkerja buat kepentingan Amerika.
Dari
sini terlihat bahwa Amerika ingin memahamkan posisi militer dalam agenda
perubahan di Mesir ala Amerika. Mesir akan menjadi negara demokratis yang tidak
lagi militeristik. Dan ini, tentu akan mendapat dukungan publik, baik dari
dalam maupun luar Mesir. Dalam skenario itu, mungkin akan ada dukungan militer
terhadap gerakan
’Sabotase’
Ikhwan terhadap Agenda Amerika
Di
luar dugaan Amerika, gerakan massa di Mesir ternyata juga diikuti oleh jamaah
Ikhwanul Muslimin. Bahkan, Ikhwan menjadi lebih dominan daripada mereka yang
mengawali gerakan itu. Hampir semua agenda gerakan massa itu akhirnya diambil
alih oleh Ikhwan, termasuk publisitas ketokohan El-Baradei yang sudah diseting
Amerika. Amerika mungkin sama sekali tidak menduga, kalau Ikhwan tidak
memberikan tawaran calon pemimpin pasca Mubarak. Seperti mengikuti arus, Ikhwan
pun ikut mendukung sosok El-Baradei sebagai calon pemimpin Mesir menggantikan rezim
militer yang sudah bercokol sejak revolusi militer terhadap raja Farouk.
Mungkin sulit buat Amerika untuk memahami kenapa Ikhwan yang sudah begitu
banyak berkorban untuk melakukan gerakan massa, tapi tidak punya kepentingan
sendiri. Bahkan cenderung mengikuti agenda Amerika.
Dukungan
Ikhwan terhadap El-Baradei ini tentu bukan hanya mengejutkan Amerika, tapi juga
Israel. Saat itu juga, terjadi kesibukan yang luar biasa di Amerika untuk
membahas manuver Ikhwan ini. Dan pada saat yang sama, Israel secara terang-terangan
menyatakan dukungannya terhadap Mubarak, daripada El-Baradei. Agenda Amerika
pun berubah. Dan inilah titik temu antara Amerika, Israel, dan Mubarak sendiri.
Yaitu, diadakannya posisi wakil presiden yang kelak disiapkan sebagai pengganti
Mubarak. Dan Israellah yang paling berhak untuk menentukan, bukan lagi Obama
yang menunjuk El-Baradei, siapa wapres Mesir. Tersebutlah nama Omar Sulaiman
yang selama ini memang sudah menjadi budak Israel dalam agenda melenyapkan
agenda gerakan Islam di Mesir.
Posisi
wapres di Mesir, yang mungkin tidak ada di negara mana pun, punya kedudukan
yang sangat strategis. Karena hampir semua presiden yang pernah menjabat Mesir
berasal dari posisi Wapres. Ketika presidennya terbunuh, maka naiklah wapres
sebagai pengganti. Dan ini dinyatakan sebagai keadaan darurat. Begitu
seterusnya, hingga wapres terakhir Mesir, Husni Mubarak di era Anwar Sadat.
Dari situ pula, Mubarak tidak pernah mengangkat seorang wapres pun selama
hampir tiga puluh tahun masa kediktatorannya. Karena rencananya, pada menjelang
bulan September nanti, ia akan mengangkat anaknya sendiri untuk menduduki
posisi itu.
Perubahan
agenda Amerika ini yang sangat didikte Israel, tentu tidak memberikan kesan
positif terhadap perubahan di Mesir. Karena sosok Omar Sulaiman merupakan
tipikal Mubarak di saat menduduki posisi wapres. Dengan kata lain, drama
revolusi Mesir yang sudah terlanjur begitu heboh di dunia, akan berujung pada
hasil yang datar, alias biasa-biasa saja. Karena Omar Sulaiman merupakan orang
dalam Mubarak sendiri. Lalu, buat apa ada gembar-gembor revolusi kalau
penggantinya adalah mantan staf Mubarak sendiri.
Ketakutan
Israel terhadap Manuver Ikhwan
Revolusi
yang akhirnya seperti berjalan setengah hati itu, memperlihatkan bagaimana
digjayanya Israel terhadap politik luar negeri Amerika. Hal itu karena Amerika
lebih mengutamakan keamanan Israel daripada kepentingan negaranya sendiri. Apa
yang dikhawatirkan Israel terhadap sosok El-Baradei adalah adanya agenda
terselubung Ikhwan untuk melakukan reformasi kebijakan politik dalam negeri
Mesir. Karena sosok sipil, terlebih ilmuwan, akan bisa dengan mudah dipatahkan
dan kemudian dikendalikan oleh kekuatan sosial Ikhwan. Ikhwan memang tidak
menjagokan tokohnya untuk memimpin Mesir saat ini. Tapi, dengan naiknya
El-Baradei, terbuka lebar peluang tampilnya Ikhwan untuk memimpin Mesir di masa
yang tidak lama lagi. Inilah jalan tektok Ikhwan untuk mengambil alih Mesir
melalui kekuatan agenda Amerika dalam penokohan El-Baradei.
Agenda
Ikhwan untuk memutus mata rantai militeristik di Mesir itu sudah menjadi
ancaman serius buat Israel. Karena bagi Israel, Mesir yang ’lurus’ seperti
umumnya negara-negara demokratis bentukan Amerika walaupun bukan dipimpin
Ikhwan, pasti akan mempersoalkan posisi bilateral antara Mesir dan Israel yang
pernah melakukan perang panjang di masa Jamal Abdun Naser. mnh
Sumber:
http://www.eramuslim.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar