Secara bahasa puasa berarti imsak,
maksudnya adalah menahan dari segala yang membatalkan puasa dari terbit fajar
hingga terbenam matahari disertai niat.[1]
Taatnya jiwa didapat melalui
kesabaran beribadah dan mampu memerangi hawa nafsu yang dihembuskan oleh
syetan. Sedangkan godaan syetan mengalir dalam tubuh manusia seperti aliran darah. Sabda Nabi:
إن الشيطان ليجري من ابن آدم مجرى الدم فضيقوا مجاريه بالجوع
Sesungguhnya syetan mengalir dalam darah anak
adam, persempitlah aliran itu dengan rasa lapar
( puasa )[2]
قوله صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّوْمُ نِصْفُ الصَّبْرِ
Puasa adalah setengah
dari kesabaran.”[3]
وبمقتضى قَوْلُهُ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّبْرُ نِصْفُ الإيمان
Kesabaran bagian dari
iman [4]
Tiga tingkatan puasa menurut Imam Al Ghazali
Didalam kitab Ihya Ulumuddin yang beliau tulis, tingkatan
puasa adalah: [5]
1.
- Puasa umum
Tingkatan puasa ini biasanya dilakukan oleh
orang awam.
Meninggalkan keinginan makan dan
syahwat saja. Sementara anggota tubuhnya
tidak terpelihara.
- Puasa khusus
Adalah puasanya orang shalih.
Meninggalkan makan, minum, syahwat dan menjaga
seluruh panca indera dari terjerumus kepada dosa.
Kriteria sempurnanya puasa khusus ada enam perkara:
I.
Gadhul bashar (
menjaga pendangan ) dari segala yang diharamkan Allah, dan dari segala yang
dapat melenakan hati.
Sabda Nabi:
النظرة سهم مسموم من سهام إبليس لعنه الله فمن تركها خوفاً من الله
أتاه الله عز وجل إيماناً يجد حلاوته في قلبه
“Pandangan adalah panah beracun iblis laknatullah, barang siapa
meninggalkannya karena takut kepada Allah, maka Allah akan memberinya kelezatan
dan manisnya iman didalam hati.” [6]
II.
Menjaga lisan
Mujahid berkata: : Dua sifat yang
merusak puasa, gossip dan dusta.
III.
Menjaga pendengaran
IV.
Menjaga bagian lain dari
anggota tubuh seperti tangan , kaki perut dari mengkonsumsi haram.
V.
Tidak berlebihan dalam
mengkonsumsi yang hala ketika berbuka puasa.
VI.
Hendaklah hatinya selalu
berada dalam kondisi khauf dan raja ketika berbuka puasa.
- Puasa khususul khusus
Tingkatan ini merupakan puasanya para Nabi,
siddiqin dan muqarrabin.
Meninggalkan segala hal yang terkait duniawi kecuali selalu
dikaitkan dengan agama, seluruh hati, fikiran dan perbuatanya hanya untuk
memikirkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Golongan ini perpandangan bahwa bila
mereka berfikir tentang apa yang hendak dimakan untuk berbuka sore hari maka
sudah termasuk maksiat.
[1]
Sayid Sabiq, Fikih Sunnah, ( Beirut: Darul Kutub Al Arabi, 1339 H ) juz 1 h.
431
[4]
Takhrij
oleh Abu Nuaim dan Khatib Al Baghdadi dari hadits Ibnu Mas’ud – hasan -
[5] Abu Hamid Al Ghazali w 505, Ihya Ulumid Din,
( Beirut: Darul Makrifah ) juz 1 hal 234
[6]
HR. Al Hakim-Sahih- dari Hudzaifah Ibn Al Yaman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar