وَعَلَّمَ آدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى
الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَٰؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ
صَادِقِينَ
Artinya,”Dan Dia mengajarkan kepada
Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para
Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika
kamu memang orang-orang yang benar!" Mereka menjawab: "Maha Suci
Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan
kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana,”(al-Baqarah
[2]: 31-32)
Allah swt.
mengajarkan Adam segala sesuatu
{وَعَلَّمَ
آَدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا}Dan Allah swt. mengajarkan nama-nama
segala sesuatu sebagaimana pendapat Said bin Zubair dan Qatadah. Imam Mujahid berkata, “Allah swt. mengajarkan
nama-nama binatang melata, burung, dan segalanya”.Ibnu Jarir berpendapat bahwa
Allah swt. mengajarkan nama-nama makhluk
yang berakal yaitu Malaikat dan keturunannya, dengan berpijak pada firman
Allah, “kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat”. Dalam ayat ini dhamir( kata ganti orang ) “Hum” ( meeka ) adalah untuk makhluk yang berakal. Kalau ingin menjelaskan nama-nama
segala sesuatu, tentu akan menggunakan kata “ma” yang bukan untuk makhluk berakal, dan tentunya Allah akan berfirman,
“Tsuma ‘aaradha
‘al al-Malaikah”. Namun pendapat Ibnu
Jarir ini lemah. Yang kuat adalah pendapat yang mengatakan bahwa maknanya
adalah umum, mencakup seluruh nama-nama, sebagaimana pendapat Qatadah, Mujahid
dan Ibnu Jubair.Adapun kata ganti dalam kalimat {ثُمَّ عَرَضَهُمْ},memakai kata ganti هم untuk sesuatu yang berakal, maknanya ialah bahwa
dominannya makhluk yang berakal atas yang tidak berakal. Diantara bukti
penggunaan seperti ini adalah firman Allah swt.
rtinya,” Dan Allah
telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada
yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki, sedang
sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang
dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu,”(An-Nur
[24]: 45).
يَجْتَمِعُ الْمُؤْمِنُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
فَيَقُولُونَ لَوْ اسْتَشْفَعْنَا إِلَى رَبِّنَا فَيَأْتُونَ آدَمَ فَيَقُولُونَ
أَنْتَ أَبُو النَّاسِ خَلَقَكَ اللَّهُ بِيَدِهِ وَأَسْجَدَ لَكَ مَلَائِكَتَهُ
وَعَلَّمَكَ أَسْمَاءَ كُلِّ شَيْءٍ فَاشْفَعْ لَنَا عِنْدَ رَبِّكَ حَتَّى
يُرِيحَنَا مِنْ مَكَانِنَا هَذَا فَيَقُولُ لَسْتُ هُنَاكُمْ وَيَذْكُرُ ذَنْبَهُ
فَيَسْتَحِي ائْتُوا نُوحًا فَإِنَّهُ أَوَّلُ رَسُولٍ بَعَثَهُ اللَّهُ إِلَى
أَهْلِ الْأَرْضِ ...
Pada hari kiamat manusia berkumpul, mereka
berkata; sekiranya kita meminta syafa‘at pada Rab kita. Lalu mereka mendatangi
kepada Adam as. dan berkata: Wahai Adam engkau adalah bapak manusia, Allah swt.
menciptakanmu dengan tangan-Nya, malaikat sujud kepadamu, dan Allah mengajarkanmu
nama segala sesuatu, maka beri kmai syafa‘at di sisi Rabmu hingga kami
berpindah dari tempat kami ini. Maka Adam menjawab; Aku tidak berhak untuk itu,
kemudian menyebutkan dosanya sehingga ia malu. Datanglah pada Nuh, karena ia
adalah rasul pertama yang Allah utus kepada penduduk bumi.....”. [1]
Hadits ini menunjukan bahwa Allah swt.
mengajarkan nama-nama semua makhluk.Firman Allah, “Kemudian Dia
mengemukakannya kepada para malaikta”, maksudnya Allah menyodorkan berbagai
nama-nama benda yang telah diajarkan Allah kepada Adam as. Mujahid berkata,
“Maksudnya, Allah mengemukkan pemilik nama-nama itu kepada malaikat”.
Mengapa
Allah swt. meminta Malaikat untuk memberitahukan nama-nama?
{فَقَالَ
أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ}
Allah swt. berkata kepada para Malaikat:” Beritahukanlah kepadaku tentang
nama-nama makhluk jika kalian berada dalam kebenaran”. Pendapat yang paling
kuat dalam jawab syarat yang muqaddar (dikira-kirakan) adalah apa yang
dipilih Ibnu Jarir At-Thabari yang berkata bahwa maknanya ialah ‘Wahai
Malaikat, beritahukanlah tentang nama-nama makhluk jika perkataan kalian itu
benar tatkala kalian mengatakan bahwa sesungguhnya Aku akan mengangkat seorang
manusia sebagai khalifah, lalu keturunannya membangkang kepadaku dan berbuat
rusak di muka bumi”.
{قَالُوا
سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ
الْحَكِيمُ}, ayat ini adalah bentuk tasbih dan pengsucian dari malaikat
kepada Allah swt. Malaikat mengakui bahwa tidak ada seorang pun yang bisa
mengetahui dan menguasai suatu ilmu Allah kecuali atas kehendak Allah swt. Dan
juga mereka mengakui bahwa mereka tidak memiliki ilmu kecuali apa yang telah
Allah swt. ajarkan kepada mereka.
{إِنَّكَ
أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ}, Sesungguhnya Engkau Ya Allah. Maha
mengetahui segala sesuatu, juga Maha Bijaksana dalam penciptaan makhluk dan
menentukan semua kehendak-Mu, adil dalam memberiikan pengetahuan kepada makhluk
yang Engkau kehendaki dan yang tidak Engkau kehendaki. Segala perbuatn-Mu penuh
dengan hikmah dan keadilan yang sempurna”.
Allah
berfirman;
“Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah
kepada mereka Nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada
mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan
kepadamu, bahwa sesungguhnya aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan
mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?" (al-Baqarah
[2]: 33)
Maka Allah swt. SWT berkata kepada para Malaikat:
{أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ إِنِّي أَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَأَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا كُنْتُمْ تَكْتُمُونَ}.
Maknanya adalah “Aku (Allah swt.) telah memberitahukan kalian (Malaikat) bahwa Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui, mengetahui semua yang ada di langit dan bumi, Aku tahu segala yang diucapkan lisan kalian maupun yang tidak diucapkan, tersembunyi antara terang-terangan itu tak ada bedanya bagi-Ku, tak ada sesuatu pun yang luput dari-Ku”. Diantara ayat yang menegaskan fakta ini adalah firman Allah swt.
Dan juga firman-Nya tatkala mengabarkan perkataan burung Hud-hud kepada Sulaiman;
Artinya,”Agar mereka tidak
menyembah Allah Yang mengeluarkan apa yang terpendam di langit dan di bumi dan
Yang mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan.Allah,
tiada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Dia, Tuhan Yang mempunyai Arasy yang
besar". (al-Naml [27]:25-26).
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada Para Malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia Termasuk golongan orang-orang yang kafir.” (al-Baqarah [2]: 34)
Dalam ayat ini dijelaskan kemuliaan besar yang dianugerahkan kepada manusia. Kita lihat bagaimana Allah swt. memerintahkan para Malaikat untuk sujud kepada Adam as.Dalam beberapa ayat Al-Quran dijelaskan dan dikuatkan bahwa Malaikat diperintahkan untuk bersujud kepada Adam, dan semuanya sujud kecuali Iblis. Hal ini dikuatkan juga oleh beberapa hadits, yang salah satunya adalah hadits tentang syafa’at yang sudah disebutkan di atas.
Semua Malaikat sujud kepada Adam sebagai bentuk keta’atan kepada perintah Allah swt.
Para Ulama berbeda
pendapat dalam sujud Malaikat kepada Adam as:
1. Sujud Hakiki. Sujudnya para malaikat
kepada Adam sebagai bentuk sikap ta’at kepada Allah swt, sebagaimana juga
bentuk kemuliaan dan pengagungan kepada Adam. Qatadah berkata,”Sujud mereka itu
semata karena taat kepada Allah. Sujud kepada Adam adalah pemulian Allah
kepadanya yang memerintahkan para malaikat bersujud kepadanya”.
2. Bukan sujud hakiki (menempelkan kening ke bawah), tapi makna sujud disini hanyalah penghormatan dengan inhinaa (merendahkan/membungkukan punggung), sebagai bentuk penghormatan. Hal seperti ini diperbolehkan dalam riusalah-risalah nabi terdahulu, berdasarkan dalil sujudnya kedua orang tua dan saudara Yusuf kepadanya dalam firman Allah:
Artinya,”Dan ia menaikkan kedua ibu-bapaknya ke atas singgasana. Dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya sujud kepada Yusuf. Dan berkata Yusuf: "Wahai ayahku inilah takbir mimpiku yang dahulu itu; sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan. Dan sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik kepadaku, ketika Dia membebaskan aku dari rumah penjara dan ketika membawa kamu dari dusun padang pasir, setelah syaitan merusakkan (hubungan) antaraku dan saudara-saudaraku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Lembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (Yusuf [12]:100)
Dan pendapat ini lemah karena lahiriah ayat menunjukan bahwa sujud disana adalah sujud sebenarnya (hakiki) dengan meletakan kening di atas tanah, berdasarkan firman Allah swt.:
Artinya,”Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan) Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud,” (al-Hijr [15]: 29)
3. Sujud hakiki kepada Allah swt. bukan kepada Adam. Sujud ini menghadap kepada Adam, jadi Adam hanya sebagai arah saja. sebagaimana kaum muslimin sujud kepada Allah swt. dengan menghadap qiblat (kabah). Dan pendapat ini pun lemah dan tidak bisa diterima, karena ayat dengan jelas menegaskan {اسْجُدُوا لِآَدَمَ}.
Dan yang kuat adalah pendapat pertama, yang mengatakan bahwa sujud itu adalah sujud hakiki dengan meletakan kening ke bawah (tempat sujud). Sebagai bentuk keta’atan kepada perintah Allah swt.
Pendapat yang paling kuat bahwa malaikat yang diperintahkan sujud ialah semua malaikat yang diciptakan ketika itu tanpa terkecuali. Diperkuat dengan firman Allah swt:
Artinya, “Maka bersujudlah para malaikat itu semuanya bersama-sama,kecuali iblis. Ia enggan ikut bersama-sama (malaikat) yang sujud itu,” (al-Hijr [15]:30-31)
Dalam ayat tersebut ada empat alasan. Pertama, Alif lam ma’rifat. Kedua, taukid (penguat) dengan lafazh kulluhum dan taukid kedua dengan lafzh ajma’un, serta isttitsna (pengecualin) munqathi’, dalam lafzh “kecuali Iblis”.
Dalam ayat tersebut ditegaskan bahwa Hnaya Iblis-lah yang diecualikan dari golongan makhluk yang sujud. Ini menjadi dalil bahwa Iblis itu tidak sujud kepada Adam, tetapi ia enggan, sombong dan membangkang. Pengecualian Iblis dari sujud menjadi dalil bahwa ia diperintahkan Allah untuk sujud kepada Adam, karena termasuk dalam redaksi perintah atas malaikat. Al-Qur’an dengan jelas menjabarkan abhwa Iblis itu adalah Jin bukan Malaikat, sebagaimana dalam firman Allah swt.:
Artinya,”Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam", maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang dzalim,” (al-Kahfi [18]: 50).
Iblis adalah jin, dan bersama Malaikat diperintahkan untuk sujud kepada Adam as. Dan mereka menjalankan perintah itu lalu semuanya sujud kecuali Iblis. Hasan Bashri dan Abdurrahman bin Zaid berkata bahwa Iblis bukanlah termasuk golongan dari malaikat sama sekali. Ia adalah asal jin, sebagaimana Adam yang merupakan asal dari manusia.
Yang membuat Iblis tidak mau sujud adalah karena kesombongan dan iri hati (dengki) kepada Adam, {إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ}.
Qatadah berkata bahwa Iblis yang merupakan musuh Allah swt. Itu iri kepada Adam karena kemuliaan yang diberikan Allah kepadanya. Dan Dia berkata,”Aku diciptakan dari api, sedangkan Adam diciptakan hanya dari tanah”. Inilah pertama kalinya dosa kesombongan dilakukan msuuh Allah yang enggan sujud kepada Adam as.
85. Kesombongan Iblis membuatnya ia tercegah masuk surga. Sebagaimana dalam hadits Rasulullah saw:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ مِنْ كِبْرٍ
“Tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya ada kesombongan, walaupun sedikit”. [2]
Hati iblis telah dipenuhi dengan kesombongan, kekufuran, kebencian dan keras-kepala. Itulah sebab yang membuatnya diusir dari surga dan terjauhkannya dari rahmat Allah.
Firman Allah swt.: وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ
Allah swt. mengabarkan bahwa Iblis itu telah kafir, ketika enggan, somboing dan menolak sujud kepada Adam atas perintah Allah swt. Para Ulama memiliki beberapa pendapat mengenai isyarat lafadz “kaana”. Pendapat pertama ialah bahwa lafazh kaana berarti Shara (menjadi) menunjukan bahwa Iblis kafir karena menolak sujud kepada Adam. Ada ayat yang menjealskan bahwA “kaana” itu bermakna “shara” yaitu firman Allah, “Dan tiba-tiba ombak besar melumat keduanya, maka (kaana) jadilah keduanya itu tenggelam”. Maksudnya, “shara” (menjadi) orang yang tenggelam.
Kedua, lafazh kaana ini bermakna apa adanya dan memberii isyarat kepada masa lalu yang merupakan awal penciptaan bahwa kafirnya Iblis itu sejak penciptaannya semula. Dan yang rajih (kuat) adalah pendapat kedua sebagaimana didukung oleh Imam Qurthuby.
Allah swt. berfirman;
Artinya,”Dan Kami berfirman: "Hai Adam diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang dzalim.Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan Kami berfirman: "Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan". (al-Baqarah [2): 35-36)
[1]Diriwayatkan oleh al-Bukhari
dalam al-Fitan, no. 7056-al-Fath dan Muslim dalam al-Imarah no. 1709
[2]Diriwayatkan oleh Muslim dalam
al-Iman no. 91