Menunda qadha puasa hingga tiba bulan Ramadhan berikutnya
tidak terlepas dari tiga kondisi:
1.
Sengaja
Jika seseorang mengetahui hukum, namun
sengaja mengulur-ulur waktu hingga tiba bulan Ramadhan berikutnya, yang harus
ia lakukan adalah:
a.
Segera bertaubat kepada
Allah, tidak mengulangilagi dikemudian hari, karena ia dengan sengaja
bermaksiat dengan meremehkan perintah
Allah.
Firman Allah:
“Bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu…”
(Ali ‘Imrân: 133)
b.
Ia wajib mengqadha puasanya
setelah bulan Ramadhan berakhir
2.
Tidak sengaja
Dua keadaan orang yang tidak mampu berpuasa
sehingga ia menunda qadha puasa adalah:
a.
Sementara
Jika ia sudah memiliki kemampuan untuk mengganti ( sehat ) maka ia segera
mengganti puasa tersebut. Berdasarkan firman Allah:
Dan barang siapa yang sakit atau dalam
perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari
yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain.” (Al-Baqarah:
185)
b.
Permanen
Jika ketidakmampuannya bersifat permanen, tidak bisa hilang dan tidak
bisa sembuh, maka baginya harus memberi makan orang miskin sejumlah hari yang
ditinggalkannya sebanyak 1 sha’ sehari ( 1 sha’= kira-kira 1,5 kg beras ).
Dan jika ia meninggal dunia maka keluarganyalah yang menanggung fidyah tersebut (I'laamul
Muwaqqi'iin ,3/554)
3.
Tidak tahu
Hal ini terjadi karena minimnya pengetahuan
agama , belum baligh, hilang akal dan ia tidak mengetahui jumlah hari yang
ditinggalkan.
Apabila seseorang tidak tahu dan sulit
untuk mendapatkan pengetahuan agama, karena tinggal di pedalaman, maka tidak
ada beban apapun kepadanya, namun jika ia ragu, hendaklah meyakinkan dirinya
semampu mungkin akan jumlah hari yang ia tinggalkan.
Firman Allah:
“Allah tidak
membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (Al-Baqarah: 286)
Dan firman
Allah:
“Maka
bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu,” (Qs. At-Taghâbun: 16)