Rabu, 30 Mei 2018

Zakat Fitrah beras atau Uang ?



Ulama berbeda pendapat terkait zakat fitrah menggunakan uang atau beras.

1.      Jumhur ulama

Pendapat mayoritas ulama adalah tidak boleh menunaikan zakat dengan qimah (harga/uang) berdasarkan pendapat Ibnu Umar:


فرض رسول الله صلّى الله عليه وسلم صدقة الفطر صاعاً من تمر، وصاعاً من شعير
“Rasulullah shalallahu alaihi wasallam mewajibkan  zakat fitrah satu sha’ dari kurma dan satu sha dari Syair (gandum) (HR. Jama’ah, Nailul Authar, 4/179)

Kalangan Malikiyah Syafi'iyah dan Hanbaliyah berpendapat tidak membolehkan mengeluarkan zakat fitrah dalam bentuk uang, tetapi yang wajib dikeluarkan adalah jenis makanan sebagaimana yang disebutkan oleh Rasulullah Saw. Hal ini dikarenakan tidak adanya dalil yang membolehkan hal tersebut. (Al Mausu'ah Fiqhiyyah al Kuwaitiyah, 23/344).
 
Berdasarkan dalil diatas, maka menunaikan zakat adalah dengan jenis makanan wilayah tersebut, dan tidak menggunakan uang. Ini adalah pendapat jumhur ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah. (Al-Mudawwanah al-Kubra, I/392; Al-Majmu’, VI/112; Al-Mughni, IV/295)

2.      Hanafiyah

وَذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ إِلَى أَنَّهُ يَجُوزُ دَفْعُ الْقِيمَةِ فِي صَدَقَةِ الْفِطْرِ، بَل هُوَ أَوْلَى لِيَتَيَسَّرَ لِلْفَقِيرِ أَنْ يَشْتَرِيَ أَيَّ شَيْءٍ يُرِيدُهُ فِي يَوْمِ الْعِيدِ
“Kalangan Hanafiyah berpendapat, boleh membayar zakat fitrah dengan uang. Bahkan lebih utama, untuk memudahkan fakir membeli sesuatu yang dia inginkan pada hari raya idul fitri”. ( Al Maushu’ah Al Fikhiyah Al Kuwaitiyah, 23/344)

Menurut kalangan Hanafiyah juga dilihat dari kemaslahatan si fakir, mana yang lebih ia butuhkan, uang ataukah beras.

3.      Lajnah Zakat Al Quds- Palestina
حسام الدين بن موسى محمد بن عفانة

Dr. Husamuddin bin Musa Muhammad al Gahafanah menyebutkan dalam kitab Yasalunaka aniz zakat:

وقد أجاز جماعة من أهل العلم إخراج القيمة في صدقة الفطر وقد نقل هذا القول عن جماعة من الصحابة والتابعين منهم الحسن البصري وعمر بن عبد العزيز وهو مذهب الثوري وأبي حنيفة وأبي يوسف وبه العمل وعليه الفتوى عند الحنفية وهو أرجح

Telah membolehkan sejumlah ahli ilmu terkait mengeluarkan zakat fitrah dengan uang, pendapat ini dinukil dari sejumlah sahabat, tabiin diantara mereka Hasan Al Bashri, Umar bin Abdul Aziz dia mazhab Ats Tsauri dan Abu Hanifah dan Abu Yusuf, mengamalkan fatwa dari kalangan Hanafiyah, itu lebih tepat. ( Yas’alunaka ‘An Az Zakah, 1/169).

Kesimpulan:

·         Untuk kondisi sekarang, membayar zakat dengan beras boleh, meski zaman Nabi dulu adanya kurma atau gandum, beras tidak dikenal,  dan dengan uang tidaklah terlarang dan zakatnya sah.
·       Meskipun demikian, kebolehan tersebut disesuaikan dengan kondisi wilayah tertentu, yang peredaran uang banyak, maka tidak terlarang menggunakan uang, namun jika peredaran uang  sedikit , maka menggunakan jenis makanan wilayah setempat. Karena agama ini memudahkan pemeluknya, tidak perlu berdebat kusir tentang yang boleh hanya beras. Ulama dahulu sudah membahasnya.

والله أعلم

Rabu, 23 Mei 2018




Pertanyaan:

Apakah wajib berniat shaum di bulan Ramadhan setiap harinya ataukah cukup satu kali niat saja untuk sebulan penuh?

Jawaban:

Niat dalam ibadah hukumnya wajib untuk membedakan antara ibadah dan bukan ibadah, atau untuk membedakan antara satu ibadah dan lainnya. Para ulama sepakat bahwa tempatnya niat adalah didalam hati, sedangkan mereka berbeda pendapat tentang  talafudz (pengucapan), dalam madzhab Syafi’i disunnahkan membaca Lafaz niat tersebut dengan maksud agar hati terkonsentrasi dalam suatu ibadah tertentu.

Terkait dengan niat puasa, ada dua pendapat tentang kondisi niat.

1.       Niat cukup sekali saja di awal Ramadhan
Ini adalah pendapat Imam Malik:

إذا نوى لجميع شهر رمضان من أول ليلة أجزأه ذلك

                “Jika seseorang berniat untuk sebulan penuh  pada awal Ramadhan maka mencukupi hal itu” (Al Ma’unah Fi Mazhab Alim Al Madinah, 458).

Menurut Imam Malik, puasa merupakan satu ibadah, yang tak terpisah-pisah dalam bilangan hari. Sehingga cukup satu kali saja niat diawal Ramadhan.

2.       Niat setiap malam Ramadhan

Ini adalah pendapat Mayoritas ulama mazhab (Syafi’I, Hanafi dan Hambali).

تجب النية لكل يوم من أيام رمضان؛ لأن صوم كل يوم عبادة منفردة
“Wajib berniat setiap hari dari bulan Ramadhan, karena puasa setiap harinya merupakan ibadah yang terpisah”. (Al Muhazab Fi Fikh Imam Asy Syafi’I, 180)

 Maksudnya puasa hari tertentu, jika batal maka harus mengganti di hari lain.

Kapan Waktu Berniat?

Dilakukan pada malam hari sampai menjelang Subuh, berdasarkan hadits Rasulullah:


من لم يبيت الصيام قبل طلوع الفجر فلا صيام له

“Siapa yang tidak berniat untuk berpuasa sebelum datang subuh, maka tidak ada puasa baginya” (HR. an-Nasa’i)

Sedangkan untuk puasa Sunnah, boleh niat pada pagi hari, dengan syarat belum makan atau minum.

عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ قَالَتْ دَخَلَ عَلَىَّ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ « هَلْ عِنْدَكُمْ شَىْءٌ ». فَقُلْنَا لاَ. قَالَ « فَإِنِّى إِذًا صَائِمٌ ». ثُمَّ أَتَانَا يَوْمًا آخَرَ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أُهْدِىَ لَنَا حَيْسٌ. فَقَالَ « أَرِينِيهِ فَلَقَدْ أَصْبَحْتُ صَائِمًا ». فَأَكَلَ

Dari ‘Aisyah Ummul Mukminin, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menemuiku pada suatu hari lantas beliau berkata, “Apakah kalian memiliki sesuatu untuk dimakan?” Kami pun menjawab, “Tidak ada.” Beliau pun berkata, “Kalau begitu saya puasa saja sejak sekarang.” Kemudian di hari lain beliau menemui kami, lalu kami katakan pada beliau, “Kami baru saja dihadiahkan hays (jenis makanan berisi campuran kurman, samin dan tepung).” Lantas beliau bersabda, “Berikan makanan tersebut padaku, padahal tadi pagi aku sudah berniat puasa.” Lalu beliau menyantapnya. (HR. Muslim no. 1154).

والله أعلم


Apakah Menangis Membatalkan Puasa



Pertanyaan:

Apakah hukum menangis saat puasa?

Jawaban:

Syekh Sayid Sabiq dalam kitab Fikih Sunnah merilis hal-hal yang membatalkan puasa, diantaranya:

1.       Makan dan minum secara sengaja
2.       Muntah dengan sengaja
3.       Haid dan nifas
4.       Onani
5.       Masuknya al ghiza (sejenis makanan) ke rongga perut ( Fikih Sunnah, 1/466)

Sedangkan menangis tidak masuk dalam kategori diatas.

Dilihat terlebih dahulu menangisnya karena apa, jika menangis sesenggukan, tersedu,  karena membaca Al Qur’an, bertaubat, terkena musibah, atau yang senada dengan ibadah maka tidaklah membatalkan puasa. Kecuali jika menangisnya air matanya begitu deras mengalir, hingga terminum.

Adapun Syekh Shalih Utsaimin menyatakan bahwa kondisi air mata bagaimanapun tidak membatalkan puasa (Asy Syarith Sual Wal Jawab, Syekh Shalih Ustaimin)

Apakah Hukum mencuci muka disiang hari Ramadhan, agar tidak haus?




Pertanyaan:

Apakah Hukum mencuci muka disiang hari Ramadhan, agar tidak haus?

Jawaban:

Bismillah, tidak mengapa mencuci muka pada siang hari agar badan segar.  Kebolehan ini berdasarkan hadits Rasulullah shalallahu alaihi wasallam para sahabat melihat beliau mengguyur kepala:

لقد رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم بالعَرْج يصب على رأسه الماء وهو صائم من العطش أو من الحر

“Aku melihat Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam, disebuah desa disebut ‘Al Araj, mengguyur kepalanya dengan air saat berpuasa karena haus dan panas”. (HR. Abu Daud-disahihkan oleh Syekh Nashiruddin Al Albani)

Hukum Menshare Foto-foto Makanan Saat Puasa



Tanya:

Apakah Hukum melihat foto makanan akhirnya timbul nafsu makan saat puasa dan hukum menshare-nya sehingga orang lain tergiur?

Jawab

Puasa itu tidak hanya menahan lapar, haus dan segala yang membatalkannya dari terbit fajar hingga terbenam matahari, namun juga menjaga diri agar puasa kita tidak sia-sia. Oleh karenanya Imam Abu Hamid Al Ghazali  memberi tingkatan puasa kedalam 3 golongan:

1.       Puasa umum (hanya meninggalkan lapar dan haus saja, tanpa menjaga panca indera dari dosa)
2.       Puasa khusus ( meninggalkan lapar dan haus dan menjaga panca indera karena Allah)
3.       Puasa Khususul Khusus ( fokus pada Ibadah dan meninggalkan hal-hal yang dapat merusak pahala puasa, meski hanya berfikir nanti sore akan berbuka pakai apa) (Ihya Ulumuddin, 1, 234)

Terkait dengan hukum melihat foto makanan sebenarnya tidak membatalkan puasa, namun puasanya bisa rusak, apalagi jika setelahnya timbul godaan untuk membatakan. 

Sedangkan hukum menshare-foto makanan agar orang lain ada dua kondisi:

·         Dengan niat agar orang lain batal

Jika diniatkan agar puasa orang lain batal, maka hukumnya seperti orang yang merintangi orang lain untuk beribadah. Apalagi di bulan Romadhan, bisa terjatuh pada dosa.

Rasulullah bersabda:

وَمَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ

“Barangsiapa yang memberi petunjuk pada kejelekan, maka ia akan mendapatkan dosa dari perbuatan jelek tersebut dan juga dosa dari orang yang mengamalkannya setelah itu tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun juga.” (HR. Muslim, 1017).

·         Iseng saja

Jika mensharenya iseng saja buat seru-seruan saja, maka hal tersebut tidaklah layak dilakukan pada saat berpuasa. Sebaiknya dihindari.

Rasulullah bersabda:

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ

“Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat.” (HR. Tirmidzi no. 2317, Ibnu Majah no. 3976. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Wallahu a’lam