Sabtu, 13 Februari 2021

TAFSIR SURAT AL-MULK (Mukaddimah/Bag.1)

 


 A.      Gambaran Umum Surat Al Mulk

·          Surat Al Mulk merupakan surat yang pilihan nan agung dari surat-surat yang ada didalam Al Qur’an.

·         Surat ini tergolong Makiyyah urutan ke 67, terletak pada juz 29, jumlah ayatnya ada 30 ayat.

·         Kandungan surat Al Mulk diantaranya adalah, Tauhid, keyakinan akan kekuasaan Allah dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu di ala mini, dari langit, bumi dan seisinya. Selain itu juga menggambarkan tentang kesesatan orang kafir, kesudahan buruk  dan kerugian bagi mereka, anjuran mewaspadai tipu daya syetan, tentang kematian dan mengingatkan manusia akan azab neraka jahannam.

·         Nama-nama lain dari surat Al Mulk: surat Tabarakalladzi Biyadihil Mulk ( karena Rasulullah menyebutkan dalam haditsnya, Al Munjiyat ( menyelamatkan orang yang membacanya kelak di hari kiamat ), Al Mani’ah ( menolah azab kubur )  dan Al Waqiyah ( pencegahan ) juga dinamakan Ruqyah ( jampi ) yang bisa digunakan utk melindungi diri dari godaan syetan. ( Tafsir Ibnu Asyur,6/29)

 

B.      Keutamaan Surat Al Mulk

 

1.      Dapat memberi syafaat bagi yang membacanya

Berdasarkan hadits Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam:

 

عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : " إن سورة من القرآن ثلاثون آية شفعت لرجل حتى غفر له وهي سورة تبارك الذي بيده  الملك " .

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shalallahualaihi wasallam bersabda,” Ada sebuah surat di dalam Al Qur’an yang terdiri dari tigapuluh ayat sebagai syafaat bagi seseorang hingga dosanya diampuni Allah,surat tersebut adalah surat “ Tabarakalladzi Biyadihil mulk.”

( HR. Tirmidzi no. 2891, Abu Daud no. 1400, Ibnu Majah no. 3786, Tirmidzi berkata,” Ini Hadits Hasan, di sahihkan oleh Ibnu Taimiyah dalam Majmu fatawa 22/277)

 

2.      Selamat dari azab kubur

Hadits Nabi Shalallahu Alaihi wasallam:

 

عن عبد الله بن مسعود قال : من قرأ تبارك الذي  بيده الملك كل ليلة منعه الله بها من عذاب القبر ، وكنا في عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم نسميها المانعة ، وإنها في كتاب الله سورة من قرأ بها في كل ليلة فقد
أكثر وأطاب .

Dari Abdullah bin Mas’ud  berkata,” Barangsiapa yang membaca “ Tabarakalladzi Biyadihil Mulku”  pada setiap malam Allah akan menjaganya dari azab kubur, pada zaman Rasulullah kami menamai surat Al Mulk dengan Al Mani’ah ( yang menolak ) karena ada sebua surat di kitabullah yang jika orang membacanya lebih setiap malam semakin banyak, semakin baik.”

( HR. an Nasai’, 6/179, di hasankan oleh Al Al Bani dalam Sahih At Targhib wa Tarhib no. 1475)

ulk

 

3.      Rasulullah membaca surat Al Mulk sebelum tidur

كان – عليه الصلاة والسلام- لا ينام حتى يقرأ:( الم . تنزيل السجدة ) و( تبارك الذي بيده الملك )

“Adalah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam tidak tidur sebelum membaca surat Alif Lam Mim Sajdah dan Tabarakalladzi Biyadihil Mulk  ( Silsilah hadits sahihah, 585)

 

4.      Fatwa Lajnah Daimah

وعلى هذا يُرجى لمن آمن بهذه السورة وحافظ على قراءتها ، ابتغاء وجه الله ، معتبراً بما فيها من العبر والمواعظ ، عاملاً بما فيها من أحكام أن تشفع له .

 Dengan demikian akan diberi syafaat bagi orang yang menghafal dan mebaca surat ini hanya mengharap keridhaan Allah, mengambil pelajaran didalamnya, beramal dengan hukum-hukum didalamnya,” ( Fatwa Lajnah Daimah, 4/334-335)

 

BERSAMBUNG KE BAG. 2

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Doa Memohon Petunjuk, Takwa, Penjagaan dan Kecukupan



Tak sedikit orang tertipu dengan dunia, isinya merupakan dambaan setiap manusia, padahal dunia itu fana (sementara). Sementara tak banyak orang yang memburu kebaikan akhirat, tentu kebaikan dan kebahagiaan yang tak tergantikan, karena akhirat selamanya kekal abadi. 

Firman Allah:


وَلَلْآخِرَةُ خَيْرٌ لَكَ مِنَ الْأُولَى


“dan sungguh, yang kemudian itu lebih baik bagimu dari yang permulaan.(QS. Ad Duha:4)

Imam Ath Thabari menafsirkan ayat ini:


وللدار الآخرة، وما أعد الله لك فيها، خير لك من الدار الدنيا وما فيها


Dan akhirat dan apa saja yang Allah janjikan untukmu, lebih baik dari kehidupan dunia dan sesisinya (Tafsir At Thabari, 24/478)

Oleh karena itu Rasulullah mengajarkan doa kepada para sahabat:


 اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْهُدَى، وَالتُّقَى، وَالْعَفَافَ، وَالْغِنَى


“Ya Allah aku memohon petunjuk, ketakwaan, penjagaan dan kecukupan (HR. Muslim) 

Ini doa yang mulia, mencakup 4 permintaan besar:

1. Memohon petunjuk (al Huda)


Mengapa perlu memohon petunjuka? Karena Allah yang Maha memberi petunjuk. Petunjuk kebaikan dan ketaatan kepadanya. Karena hidayah bukan ditunggu, hidayah itu dicari dengan akal dan hati. Hidayah juga dijaga dengan amal dan doa. Bagi yang belum mendapat hidayah maka doa ini sebagai jalan semoga mendapat hidayah. Bagi yang sudah mendapat hidayah, doa ini merupakan jalan agar Allah mengistiqamahkan dalam ketaatan.


إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ


“Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak akan dapat memberi hidayah (petunjuk) kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi hidayah kepada orang yang Dia kehendaki (QS. Al-Qashas:56)


2. Ketakwaan (at-Tuqa)

Memohon agar Allah memudahkan kita dalam melaksanakan perintah Allah dengan ikhlas, dan memudahkan dalam menjauhi larangan Allah tanpa paksaan. Derifativ  kata dari takwa adalah wiqayah artinya pencegahan. Takwa merupakan perintah mulia, dengan takwa orang meraih ketenangan dan kebahagiaan di dunia. Allah akan memberi kemudahan dari kesulitan-kesulitan, bagi orang yang bertakwa.

Firman Allah:


وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا * وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ


Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya (QS. At Thalaq:2-3)

Firman Allah:


إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ

“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang bertakwa (QS. At Taubah:4)


3. Penjagaan (al-afaf)

Bermohonlah agar Allah menjagamu dari segala mara bahaya, menjaga dari sakit, menjaga dari sifat-sifat buruk, menjagamu untuk tidak terjerumus kepada maksiat, terlebih lagi dosa-dosa besar. Menjaga panca indera dan seluruh anggota tubuh dan bermohonlah agar Allah menjagamu dari semua yang haram, sumber rezeki haram,kata-kata haram maupun perbuatan yang diharamkan Allah. Semua tak kan terwujud tanpa pertolongan Allah.


4. Kecukupan/kekayaan (al-Ghinaa)

Cukup dan kaya sifatnya relatif, kaya bagi sebagian orang belum tentu kaya untuk sebagian yang lain. Bermohonlah agar Allah mencukupkanmu dengan rezeki-rezeki yang halal. Dengan pekerjaan-pekerjaan yang halal. Karena betapa banyak orang berpaling dari yang  halal menuju ke yang haram, lantaran tergiur dengan dunia dan kemewahannya. Buat apa bermewah-mewah di dunia, namun bersumber dari yang haram.

Rasulullah bersabda:

لا يَرْبُو لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ إِلَّا كَانَتْ النَّارُ أَوْلَى بِهِ


“ Setiap daging yang berkembang dari yang haram, meliankan neraka lebih cocok baginya (HR. Tirmizi)

Rasulullah bersabda:


لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا يُبَالِي الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ أَمِنْ حَلَالٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ 


“Akan datang suatu masa, orang tak peduli lagi cara mendapatkan hartanya, halal atau haram (HR. Bukhari).


Kekayaan sesungguhnya ada di dalam jiwa, qanaah (merasa cukup) terhadap pemberian Allah, bersabar atas ujian Allah.


والله أعلم


Depok, 12/02/2021


Fauzan Sugiyono, Lc

Selasa, 11 Februari 2020

CIDRO JANJI (WANPRESTASI)

Sekilas mirip judul lagunya Mas Didi Kempot, Pria kelahiran Surakarta tahun 1966, yang dikenal sebagai The Lord Of Loro Ati kata Netizen. Tak ayal lagi lagu-lagunya bikin sendu para jomblower, liriknya bikin baper klepek-klepek. Tapi tetap dalam Boso Jowo, kalau tidak bisa ya tinggal gogling translate saja, nemu deh.

Sebenarnya bukan itu, yang saya ingin tuliskan adalah wanprestasi dalam kaitannya dengan transaksi ekonomi dan bisnis. Istilah wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yaitu "wanprestatie" yang artinya tidak dipenuhinya prestasi atau kewajiban yang telah ditetapkan terhadap pihak-pihak tertentu di dalam suatu transaksi ekonomi, baik perikatan yang dilahirkan dari suatu perjanjian ataupun perikatan yang timbul karena undang-undang.

Wanprestasi memberikan akibat hukum terhadap pihak yang melakukannya dan membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi.

Namun perkembangan terbaru dari MK, pihak leasing atau penerima hak fidusia (kreditur) tidak boleh melakukan eksekusi sendiri melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada pengadilan negeri," demikian bunyi Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019. Artinya debt kolektor tidak boleh main ambil saja ditengah jalan tanpa ada kesepakatan diantara pihak terkait.

TIPS

1. Setiap muslim terkait dengan syarat-syarat tertentu dalam transaksi ekonomi

وَالْمُسْلِمُوْنَ عَلَى شُرُوْطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا

"Dan kaum Muslimin harus memenuhi syarat-syarat yang telah mereka sepakati kecuali syarat yang mengharamkan suatu yang halal atau menghalalkan suatu yang haram (HR. Ahmad)

2. Pilihlah mana kebutuhan pokok, mana pelengkap, mana yang mendesak mana yang bisa ditunda, intinya jangan maksain diri. Kalau sudah maksain diri, ternyata nggak mampu ditengah jalan, siap siap diangkut oleh debt colektor.

3. Jika kamu punya uang cash, belilah sesuai dengan uangmu, kalau belum punya ya nabung, jangan maksain diri ingin punya barang bagus namun kemampuan tidak sampai.


Abu Nawa, Lc

HARTA BERCAMPUR ANTARA HALAL DAN HARAM, BAGAIMANA HUKUMNYA?


Harta halal adalah semua harta dan hasil bisnis yang dihalalkan Allah baik sumber, zat maupun cara memperolehnya, sedangkan harta haram adalah harta yang bersumber dari bisnis barang yang diharamkan seperti jual beli narkoba, judi, pelacuran dan sejenisnya. Atau cara mendapatkan harta tersebut dengan menipu, merampok, korupsi dan zalim.

Lalu bagaimana hukumnya jika harta yang diperoleh tercampur sumber halal dan haram?

A. Utamakan yang Halal

Allah menganjurkan manusia mengkonsumi yang halal seperti dalam firman-Nya:


يَٰأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا كُلُوا مِن طَيِّبَٰتِ مَا رَزَقْنَٰكُمْ وَٱشْكُرُوا لِلَّهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.” (QS. Al-Baqarah:172)

Rasulullah bersabda:


إن الله طيب لا يقبل إلا طيباً
“Allah itu baik dan Ia tidak menerima kecuali perkara yang baik (halal)” (HR. Muslim)
Nabi juga menegaskan:


كل لحم نبت من سحت فالنار أولى به
“Setiap Daging yang tumbuh dari sesuatu yang haram maka neraka lebih berhak baginya.” (HR. Thabrani).

B. Terkait dengan harta yang tercampur antara halal dan haram ulama berikut pandangan para ulama:

1. MAZHAB HAMBALI
Menurut ulama Mazhab Hambali, menyebutkan beberapa pendapat terkait dengan bercampurnya harta halal dan haram.

a. Haram mutlak
Hal ini sesuai dengan hadits Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam:

إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِى الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِى الْحَرَامِ

“Sesungguhnya yang halal itu jelas, yang haram pun jelas. Di antara keduanya terdapat perkara syubhat (samar) yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara haram…” (HR. Bukhari dan Muslim)

b. Jika tingkat keharamannya lebih dari 1/3 harta kepemilikan, maka haram semuanya, jika kurang maka tidak.

c. Apabila yang haram lebih banyak, maka hukumnya haram. Apabila harta yang halal lebih banyak, maka hartanya halal, karena yang sedikit ikut pada yang banyak.

d. Makruh, semakin besar atau sedikit kemakruhannya sesuai dengan kadar haram atau sedikit didalam harta tersebut. (Muhammad bin Muflih, Al-Furu’,Muassasah Ar-Risalah, 2003 juz 4/390)

2. MAZHAB SYAFI’I

Mazhab Syaifi’i membedakan, antara tahu dan tidak tahu, terkait harta yang bercampur antara halal dan haram. Jika tahu maka haram (menurut Imam Al-Ghazali) jika tidak tahu maka makruh (Imam Nawawi)

مُعَامَلَةُ مَنْ أَكْثَرُ مَالِهِ حَرَامٌ إذَا لَمْ يَعْرِفْ عَيْنَهُ لَا يَحْرُمُ فِي الْأَصَحِّ، لَكِنْ يُكْرَهُ وَكَذَا الْأَخْذُ مِنْ عَطَايَا السُّلْطَانِ إذَا غَلَبَ الْحَرَامُ فِي يَدِهِ كَمَا قَالَ فِي شَرْحِ الْمُهَذَّبِ إنَّ الْمَشْهُورَ فِيهِ الْكَرَاهَةُ، لَا التَّحْرِيمُ، خِلَافًا لِلْغَزَالِيِّ

Transaksi seseorang yang mayoritas hartanya haram, jika tidak tahu, maka tidak haram menurut pendapat yang paling sahih akan tetapi MAKRUH. Begitu juga hukum menerima hadiah dari raja apabila mayoritas harta raja itu haram seperti pendapat Nawawi dalam Al-Majmu’ Syarah Muhadzab bahwa yang masyhur dalam masalah ini adalah makruh, bukan haram. Ini berbeda dengan pendapat Al-Ghazali (yg menyatakan haram)- (Imam Suyuthi, Al-Asybah wa Nazair, Darul Kutub, 1411 H, juz 1/107)

3. MAZHAB MALIKI

Memiliki dua pendapat seperti mazhab Syafi’i:

a) Makruh

bahwa harta yang bercampur antara halal dan haram adalah makruh

b) Haram

menurut pendapat terpilih di kalangan ulama Maliki adalah apabila mayoritas harta itu haram, maka status harta dan penggunaannya adalah haram. Dan apabila mayoritas dari harta itu halal, maka hukumnya makruh

C. KESIMPULAN:

1. Harta haram ada yang haram karena zatnya, ada yang karena cara memperolehnya.

2. Cara memperoleh harta tersebut dengan praktek haram maka hukum hartanya haram, bagi pelakunya, namun tidak bagi penerimanya sesuai perbedaan ulama.

3. Haram dan halal harta jika kita mengetahui dengan jelas jenis dan bagiannya secara rinci.

4. Jika tercampur antara harta halal dan haram, maka dipisahkan, diperhitungkan lalu dipisahkan mana yang halal dan mana yang haram.

Menurut Imam Suyuthi:

لو اختلط دراهم حلال بدراهم حرام ولم تتميز فطريقه ان يعزل قدر الحرام ويتصرف الباقي, والذي عزله ان علم صاحبه سلمه اليه والا تصدق به عنه
"Jika uang yang halal tercampur dengan uang yang haram dan tidak dapat dibedakan, maka jalan keluarnya adalah memisahkan bagian yang haram serta menggunakan sisanya. Sedangkan bagian haram yang dikeluarkan, jika ia tahu pemiliknya, maka ia harus menyerahkannya atau bila tidak maka harus disedekahkan."(Imam As-Suyuthi, 1/107)

Menurut Ibnu Taimiyah:


من اختلط بماله الحلال والحرام اخرج قدر الحرام والباقي حلال له

"Jika seorang hartanya tercampur antara unsur yang halal dan yang haram maka unsur haram harus dikeluarkan nominalnya, dan sisanya halal baginya." (Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa, Kitabul Bai’, hal. 124)

5. Solusinya, Menurut Fatwa DSN MUI no. 17 tahun 2002 memutuskan bahwa penggunaan dana non halal tidak boleh masuk kedalam pendapatan perusahaan, namun digunakan untuk sektor sosial

والله أعلم
Abu Nawa, Lc

Kamis, 04 Juli 2019

BOLEHKAH UMROH DENGAN BIAYA CICILAN?


Pertanyaan:

Ustaz, bolehkah menunaikan umroh tapi dengan biaya mencicil dari bank syariah? (N-Depok)

Jawab:

Ada orang yang mampu secara biaya dan ada yang tidak, karena umroh adalah ibadah yang terkait fisik dan finansial tidak sedikit. Namun jangan khawatir ibadah haji dan umroh adalah undangan Allah, Insya Allah ada jalan menuju baitullah.

Mencicil atau meminjam ada dua kondisi;

1. Orang yang mampu mencicil, pada dasarnya ia mampu, namun terkadang tidak kumpul kumpul uangnya, sehingga ia mencicil ke lembaga keuangan Syariah. Ia bekerja atau berusaha dan mampu membayar cicilan, hukumnya seperti hukum mencicil barang. Maka dalam hal ini hukumnya boleh.

2. Orang yang tidak mampu mencicil, maka hukumnya tidak mampu. Dan Allah tidak membebani orang melainkan sesuai dengan kemampuannya.
Firman Allah:

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (QS. Al-Baqarah: 286).

3. Menurut Mazhab Syafi'i, jika seseorang meminjam biaya untuk menunaikan haji atau  umroh, dan dia mampu membayar, maka hukumnya boleh. Meskipun tidak wajib meminjam. Seperti disebutkan oleh Imam Nawawi:

لا يجب على المكلف الاقتراض  للحج بالتفاق الفقهاء.

" Tidak wajib bagi mukallaf untuk meminjam dana utk haji, berdasarkan kesepakatan ahli fikih" ( Al Majmu', 7/76).

Meskipun demikian majelis Fatwa Mesir membolehkan meminjam, asal dia mampu membayarnya sepulang haji. Juga disebutkan dalam sunan Al Kubro, dari Abdullah bin Abi Aufa:

انه سئل  الرجل يستقرض ويحج؟ قال يسترزق الله ولا يستقرض

Imam Syafi'i  ditanya tentang seseorang yang meminjam uang dan menunaikan haji, lalu beliau menjawab," Memintalah rezeki kepada Allah dan jangan meminjam". (HR. Al Baihaqi)

Menurut Mazhab Hanafi, wajib hukumnya jika mereka sudah wajib berhaji. Sedangkan menurut Mazhab Maliki, makruh jika tidak mampu membayar dan boleh jika mampu membayar.(Darul Ifta Mesir, no. 4503)

Al-Hattab rahimahullah menerangkan dalam kitabnya:

من لا يمكنه الوصول إلى مكة إلا بأن يستدين مالا في ذمته ولا جهة وفاء له فإن الحج لا يجب عليه لعدم استطاعته وهذا متفق عليه، وأما من له جهة وفاء فهو مستطيع إذا كان في تلك الجهة ما يمكنه به الوصول إلى مكة

"Siapa yang tidak bisa sampai ke kota Makkah (untuk menunaikan haji atau umrah) kecuali dengan berhutang, sementara ia tidak memiliki harapan dapat melunasi hutangnya, maka ia tidak diwajibkan untuk berhaji. Karena ia tidak mampu. Ini sudah menjadi kesepakatan para ulama. Adapun orang yang memiliki harapan dapat melunasi hutangnya, maka ia teranggap orang yang mampu. Dengan syarat, dana harapan untuk melunasi hutang tersebut, cukup untuk menutup biaya menuju kota Makkah". (Al Hattab,Mawahib Al-Jalil, 7/116).

Kesimpulan:

1. Untuk haji dan umrah baiknya cash, karena ibadah ini berbeda dengan ibadah lain. Jika belum mampu menabunglah.

2. Boleh mencicil, dengan syarat mampu membayar, namun khusus utk haji, dana talangan sdh dihentikan, mengingat daftar tunggunya sangat panjang. Untuk umroh masih dibolehkan.

3. Untuk umrah akad cicilan yang digunakan adalah ijarah (sewa), seperti yang difatwakan oleh MUI dengan menggunakan Lembaga Keuangan Syariah.

4. Konsultasi umroh ke saya.

Ust.Fauzan Sugiyono, Lc (08568057474)

Kamis, 04 Oktober 2018

LIMA DOSA YANG MENGUNDANG MURKA ALLAH




Shahabat Ibnu ’Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menghadap ke arah kami dan bersabda:

يَا مَعْشَرَ الْمُهَاجِرِينَ، خَمْسٌ إِذَا ابْتُلِيتُمْ بِهِنَّ، وَأَعُوذُ بِاللَّهِ أَنْ تُدْرِكُوهُنَّ:
لَمْ تَظْهَرْ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى يُعْلِنُوا بِهَا، إِلَّا فَشَا فِيهِمُ الطَّاعُونُ وَالْأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِي أَسْلَافِهِمْ الَّذِينَ مَضَوْا. وَلَمْ يَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ، إِلَّا أُخِذُوا بِالسِّنِينَ وَشِدَّةِ الْمَؤونَةِ وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ. وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ، إِلَّا مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنْ السَّمَاءِ، وَلَوْلَا الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا. وَلَمْ يَنْقُضُوا عَهْدَ اللَّهِ وَعَهْدَ رَسُولِهِ، إِلَّا سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ غَيْرِهِمْ، فَأَخَذُوا بَعْضَ مَا فِي أَيْدِيهِمْ. وَمَا لَمْ تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ وَيَتَخَيَّرُوا مِمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ، إِلَّا جَعَلَ اللَّهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ”

”Wahai sekalian kaum Muhajirin, ada lima hal yang jika kalian terjatuh ke dalamnya –dan aku berlindung kepada Allah supaya kalian tidak menjumpainya.

1.      Tidaklah nampak zina di suatu kaum, sehingga dilakukan secara terang-terangan kecuali akan tersebar di tengah-tengah mereka tha’un (wabah) dan penyakit-penyakit yang tidak pernah menjangkiti generasi sebelumnya,

2.      Tidaklah mereka mengurangi takaran dan timbangan kecuali akan ditimpa paceklik, susahnya penghidupan dan kezaliman penguasa atas mereka. 

3.      Tidaklah mereka menahan zakat (tidak membayarnya) kecuali hujan dari langit akan ditahan dari mereka (hujan tidak turun), dan sekiranya bukan karena hewan-hewan, niscaya manusia tidak akan diberi hujan. 

4.      Tidaklah mereka melanggar perjanjian mereka dengan Allah dan Rasul-Nya, kecuali Allah akan menjadikan musuh mereka (dari kalangan selain mereka; orang kafir) berkuasa atas mereka, lalu musuh tersebut mengambil sebagian apa yang mereka miliki

5.      Dan selama pemimpin-pemimpin mereka (kaum muslimin) tidak berhukum dengan Kitabullah (al-Qur’an) dan mengambil yang terbaik dari apa-apa yang diturunkan oleh Allah (syariat Islam), melainkan Allah akan menjadikan permusuhan di antara mereka.” (HR. Ibnu Majah dan Al-Hakim dengan sanad shahih).”

Selasa, 26 Juni 2018

TERMINOLOGI POLITIK DI DALAM AL QUR’AN



Kata politik dalam bahasa Arab yang sering digunakan adalah ساس – يسوس – سياسة  (sasa-yasusu-siyasah) yang bermakna memimpin dan mengatur urusan demi kemaslahatan, mungkin juga penyebutan kata siasat, strategi, taktik dan menejemen dari kata ini.   Sedangkan menurut Ibnu Manzur, siyasah adalah aturan-aturan dan penyatuan (an nudhum wa ta’lif).

Dr. Yusuf Al-Qardhawi dalam tulisannya berjudul “Mafhum Kalimat As siyasah Fil Qur’an Wa Sunnah, tahun 2013 menyebutkan:

كلمة (السياسة) لم ترد في القرآن الكريم، لا في مكيِّه، ولا في مدنيِّه، ولا أي لفظة مشتقة منها وصفا أو فعلا

Kalimat Siyasah (politik) tidak disebutkan dalam Al Qur’an, baik Makiyyah maupun Madaniyah, tidak juga pada lafaz turunan, baik adjektif maupun verba”.

Inilah nampaknya yang dipahami sebagian orang yang anti politik, karena kata politik sendiri, tidak ada dalam Al Qur’an, berarti politik bukan dari Al Quran, bukan pula berasal dari Islam, jadi tak usah berpolitik, selesai. Namun pendapat tersebut belum cukup memuaskan, seperti kata ‘aqidah’ juga tidak disebutkan di dalam Al Qur’an, namun makna yang selaras ada. Seperti  ayat-ayat tentang iman kepada Allah, malaikat, Kitab-kitab, rasul-rasul dan hari akhir. Jadi, tak dijumpainya sesuatu bukan berarti sesuatu itu tidak ada.

Meski Al-Qur’an tak menyebut kata ‘siyasah’ secara eksplisit, namun makna-makna sepadan dengan siyasah disebutkan gamblang oleh Al-Qur’an, diantaranya:
1.       Al Mulku” (kerajaan/kekuasaan) yang diberikan kepada Nabi Daud:

وَآتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَهُ مِمَّا يَشَاءُ       
    
“Kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah (sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya ( QS. AL baqarah:251)

2.       At-tamkin (kedudukan/posisi)

Firman Allah:

وَكَذَلِكَ مَكَّنَّا لِيُوسُفَ فِي الْأَرْضِ يَتَبَوَّأُ مِنْهَا حَيْثُ يَشَاءُ

Dan demikianlah Kami memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri Mesir; (dia berkuasa penuh) pergi menuju kemana saja ia kehendaki di bumi Mesir itu.(QS. Yusuf:56)


3.       Istikhlaf  dan khalifah (berkuasa, memimpin)

Firman Allah:

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ

Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa (QS. An Nur: 55)


Juga dalam surat Al Baqarah:

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi" (QS. Al Baqarah:30)

Menurut At Thabari kata Khalifah bermakna, orang yang datang setelahnya, atau pengganti, yaitu anak cucu Adam yang hidup setelah nabi Adam, tinggal dan memakmurkan bumi (Tafsir At Thabari, 1/449)

4.       Hukum, amanah dan keadilan

Firman Allah:
إنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْل

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. (QS. An Nisa:58)

5.       Syura (musyawarah)

Firman Allah:

وَأَمْرُهُمْ شُورَىٰ بَيْنَهُمْ
sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka (QS. Asy Syura:38)

Imam Al Hakim dalam Al Mustadrak  juga Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushanaf menyebutkan, saat Umar bin Khattab berkhutbah,” Sungguh aku tahu kapan bangsa Arab akan binasa, lalu berdirilah seseorang seraya berkata,”Kapan itu wahai Amirul Mukminin?, lalu Umar berkata:

حين يسوس أمرهم من لم يعالج أمر الجاهلية، ولم يصحب الرسول 
.
“Saat urusan mereka diatur oleh orang yang tidak memperbaiki perkara Jahiliyah dan tidak mengikuti ajaran Rasulullah”.

Begitulah Al Qur’an menyebutkan makna-makna yang terkandung dalam padanan kata siyasah (politik). Sekarang masihkan anti politik?


Fauzan Sugiyono, Lc
Sindang Karsa, 25/06/2018