Uang haram adalah uang yang
diperoleh melalui jalan atau pekerjaan yang dilarang oleh agama Islam. Seperti
mencuri, suap, merampok, korupsi, manipulasi, hasil judi, hasil mucikari dan
sejenisnya. Dalam hukum islam, benda
tidak dapat dihukumi halal atau haram kecuali yang sudah disebutkan secara nash
syar’i. Secara spesifik uang haram terkait dengan perbuatan atau cara
memperolehnya melalui jalur yang diharamkan.
Oleh karena itu Ibnu Abidin menyebutkan,” Harta
atau uang orang lain yang diambil melalui jalan haram hukumnya haram lighairihiI ( karena faktor lain ) dan bukan haram li
dzatihi ( karena bendanya ), meski
demikian status keharaman harta atau
uang tersebut tetap bersifat qath’i ( mutlak ).( Ibnu Abidin, Radd Mukhtar
11/292 )
Bagaimanakah jika seseorang
memiliki uang haram?
1. Tidak sah untuk ibadah apapun, dan ibadahnya tidak akan diterima
Allah,
Misalnya: uang
haram untuk naik haji, maka ibadah hajinya tidak akan diterima Allah.
seperti disebutkan dalam sabda nabi Muhammad saw:
إِنَّ
اللهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَ طَيِّباً
Sesungguhnya
Allah Maha Bersih dan tidak menerima
amal kecuali yang bersih ( HR. Muslim
)
2. Tidak sah untuk zakat atau shadaqah.
Salah satu
syarat wajib zakat adalah harta yang milku at tam ( kepemilikan sempurna
). Uang yang diperoleh dari jalan haram pada dasarnya bukanlah miliknya akan
tetapi milik orang lain atau lembaga
tertentu. Ia tidak berhak menggunakannya untuk apapun.
Sabda nabi saw
menyebutkan:
لاَ
يَقْبَلُ اللهُ صَدَقَةً مِنْ غُلُوْلٍ
Allah tidak
menerima zakat atau sedekah dari harta yang diperoleh dari jalan khianat (
Muslim)
3. Jika uang haram berasal dari mengambil hak orang lain secara
tidak benar ( mencuri, merampok ), maka uang tersebut harus dikembalikan
kembali kepada pihak yang terzalimi. Ia harus bertaubat secara sungguh-sungguh
dan tidak mengulangi kembali.
4. Para ulama memberikan kelonggaran untuk memanfaatkan uang haram
bagi kepentingan umum, bukan untuk kepentingan pribadi, yang dipergunakan untuk
membangun sarana umum, seperti: Jalan, jembatan, lembaga pendidikan umum,
rumah sakit dan sejenisnya. Alasan kebolehan ini adalah kaidah sad az
Zari’ah ( menutup kemungkinan buruk ) maksudnya: Jika uang haram tersebut
tidak dipergunakan untuk kepentingan umum, maka kemungkinan besar akan kembali
digunakan untuk kemaksiatan. ( Abu Zahrah, Ushul Fikh, Dar al Fikr 292-297 )