Kamis, 10 Maret 2016

TAFSIR BASMALLAH



         Apakah Basmallah Termasuk Ayat Al Fatihah?

Para ulama bersepakat bahwa Basmallah adalah termasuk bagian surat An Naml yang berbunyi:
إِنَّهُ مِنْ سُلَيْمَانَ وَإِنَّهُ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
“Sesungguhnya ( surat ) itu dari Sulaiman dan sesungguhnya isinya”Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.( QS. An Naml [27]:30)

Namun mereka berbeda pandapat tentang apakah Basmallah termasuk ayat dari surat Al Fatihah dalam beberapa pendapat diantaranya:

1.     Basmallah bukan ayat Al Qur’an secara mutlak.

Pendapat pertama mengatakan bahwa Basmallah bukan termasuk ayat Al Qur’an secara mutlak, adapun Basmallah diletakkan diawal surat fungsinya sebagai pembuka surat, wasilah tabaruk ( mencari keberkahan)  dan sebagai pemisah antar surat. Seperti dianut oleh Imam Malik, Abdullah bin Ma’bad, Al Auza’I, Sebagian Hanafiah, pendapat ini pula yang dipilih oleh Al Baqilani. ( Majmu fatawa,22/432) juga dinukil dalam kitab-kitab tafsir ( Maalim Fi Tanzil, 1/38,  Al Kasyaf,1/4, Tafsir An Nasafi.1/1)

Namun dalil dari pendapat ini bersifat umum dan tidak ada dalil  sharih ( jelas ) khusus tentang Basmallah bukan ayat Al Qur’an secara mutlak.  Seperti hadits Anas bin Malik dan Aisyah Radhiyallahu anhuma yang menyatakan bahwa Rasulullah dan Khulafaurrasyidin memulai bacaan Al Fatihah dengan “ Alhamdulillahirabbil Alamin,” namun dalil tersebut mengisyaratkan Nabi dan para sahabat membaca Basmallah secara sir (pelan) bukan berarti tidak membacanya sama sekali, dan bukan berarti membaca pelan itu menjadikan  Basmallah tidak termasuk dari ayat Al Qur’an. ( Syarh Ma’anil Atsar,1/204-205)

Syaikh Ahmad Syakir menyatakan,”

القول الذي زعموا نسبته إلى مالك، ومن معه في أنها ليست آية أصلا قول لا يوافق قاعدة أصولية ثابتة، ولا قراءة صحيحة
Pendapat yang mengaitkan dengan pendapat Imam Malik dan lainya adalah pendapat yang tidak berdasar dan tidak sepaham dengan kaidah ushuliyah yang kokoh, juga tidak sesuai dengan ilmu qiraat yang benar. ( Ahmad Syakir, Ta’liq Sunan at Tirmidzi,2/22)


2.     Basmallah hanya ayat dari surat Al Fatihah sa
Pendapat kedua ini menyatakan bahwa Basmallah hanya ayat dari surat al Fatihah saja, pendapat ini bersumber dari riwayat sebagian salaf seperti  Said bin Zubair,sebagian besar fukaha Mekkah, Kuffah dan ini juga pendapat yang dikemukakan oleh Imam Syafii, Imam Ahmad, Ibnu Ishaq, Ibnu Ubaid, Az Zuhri, Atha dan lainnya.
(Tafsir At Thabari,1/109, Al Umm,1/107,  Al Majmu’3/332-333, Tafsir Ibnu Katsir,1/35Al Istidzkar,2/176, Al Mughni, 2/151)

Dalil pendapat ini diantaranya:

a)      Hadits  Nabi Shalallahu alaihi wasallam bersumber dari Ummu Salamah:

عن أم سلمة - رضي الله عنها - أنها سُئلت عن قراءة النبي - صلى الله عليه وسلم - فقالت: «كان يقطع قراءته آية آية، بسم الله الرحمن الرحيم، الحمد لله رب العالمين، الرحمن الرحيم»
Dari Ummu Salamah Radhiyallahu anha, Ia ditanya tentang bacaan Nabi, lalu ia menjawab,” Nabi memutus bacaan ayat per ayat, Bismillahirahmanirrahim, Al Hamdulillahirabbil alamin, Ar Rahmanirrahim).
( HR.Abu Daud,no. 4002, Ahmad, 6/303,Daruquthni Bab Wujub Qiraat Basmallah Wal Jahr biha,no.37, disahihkan oleh Al Al Bani  dalam Sahih Sunan Abi Daud no. 2927)

b)      Hadits Nabi Shalallahu alaihi wasallam bersumber dari Anas bin Malik:

عن أنس بن مالك - رضي الله عنه - أنه سئل عن قراءة النبي - صلى الله عليه وسلم - فقال: «كانت مداً، ثم قرأ: بسم الله الرحمن الرحيم، يمد بسم الله، ويمد بالرحمن، ويمد بالرحيم»
Dari Anas bin Malik Radhiyallahuanhu, ia ditanya tentang bacaan Nabi Shalallahu alaihi wasallam dan menjawab,” Bacaannya panjang, lalu membaca,” Bismillahirahmanirrahim dengan memanjangkan Bismillah, ar Rahman dan Ar Rahim”.
 ( HR. Bukhari, Bab Mad Al Qira’ah no.5047, Abu Daud, no.1465, An Nasa’i no. 970, Ibnu Majah, 1353, Ahmad,3/119 dan 192)

c)       Riwayat yang bersumber dari Abu Hurairah:

ما رواه أبو هريرة عن النبي - صلى الله عليه وسلم - قال: قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم -: «إذا قرأتم الحمد، فاقرؤوا بسم الله الرحمن الرحيم، إنها أم القرآن، وأم الكتاب، والسبع المثاني، وبسم الله الرحمن الرحيم، أحد آياتها»
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah dari Nabi Shalallahu alihi wasallam, bersabda,” Jika kalian membaca Al Hamdu, maka bacalah Bismillahirrahmanirrahim, Karena ia adalah Ummul Qur’an dan Ummul Kitab dan Sab’ul Matsani. Dan Bismillahirahmanirhim adalah salah satu ayatnya.
( HR. Daruquthni,no 36, Al Baihaqi , 2/45 , hadits Ini di sahihkan oleh Al Albani)

3.     Basmallah merupakan ayat setiap surat didalam Al Qur’an kecuali surat Al Bara’ah
Pendapat ini di dukung oleh Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Az Zuhri, sebagian Hanafiyah dan Syafiiyah dan Sufyan As Tsauri. ( Maalim Tanzil, 1/39)
Dalil-dalil pendapat ini adalah sebagai berikut:

Hadits
ما رواه أنس بن مالك - رضي الله عنه - قال: «أغفى النبي - صلى الله عليه وسلم - إعفاءة - ثم تبسم ضاحكًا، فقال: أنزل علي آنفا سورة ثم قرأ بسم الله الرحمن الرحيم {إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ} إلى آخر السورة
Apa yang diriwayatkan oleh Imam Malik berkata,” Rasulullah tertidur sebentar kemudian  terbangun sambil tersenyum dan bersabda,” Telah turun kepadaku barusan sebuah surat,” lalu Beliau membaca Bismillahirrahmanirrahim, Inna a’thainaka al kautsar, hingga akhir ayat. ( HR. Muslim)

Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah membaca Basmallah pada awal surat Al Kautsar, namun tidak berarti menunjukkan bagian dari setiap surat ( Al Lubab fi Tafsir Al Istiadzah wal Basmallah, 1/113)

4.     Basmallah adalah ayat tersendiri, bukan termasuk ayat setiap surat 

Pendapat ini dianut oleh Ibnu Al Mubarak, Imam Ahmad, Muhammad bin Husain As Syaibani, Daud Adz Dhahiri, Ibnu Quddamah, dan Syaikul Islam Ibnu Taymiyah.
Dalil kalangan ini adalah:

Hadits:
 ما رواه عبد الله بن عباس - رضي الله عنهما - قال: «كان النبي - صلى الله عليه وسلم - لا يعرف فصل السورة، حتى تنزل عليه بسم الله الرحمن الرحيم» رواه أبو داود
Apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas Radhiyallahuanhuma, berkata,”  Dahulu Nabi Shalallahu alaihi wasallam tidak mengetahui pemisah antar surat dalam Al Qur’an hingga Allah menurunkan,”Bismillahirahmanirrahim.” ( HR. Abu Daud )



Ibnu Taimiyah berkata:

فكونها تنزل يدل على أنها آية من القرآن، وكونها للفصل بين السور يدل على أنها ليست من السور، وإنما هي آية مستقلة
Ungkapan bahwa Basmallah diturunkan menunjukkan ia adalah ayat Al Qur’an dan ungkapan “pemisah antar surat” menunjukkan ia bukan bagian dari surat tertentu melainkan Basmallah yang merupakan bagian yang berdiri sendiri. ( Majmu’ Fatawa, 22/276)

·         Hukum membaca Basmallah dalam Shalat

§  Wajib membaca Basmallah dalam setiap shalat dan setiap rekaat, bagi Imam disunnahkan membaca keras, demikian pendapat Imam as Syafi’i.
Dalinya:

عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَرَأْتُمْ الْحَمْدُ للهِ فَاقْرَؤُوْا بِسْمِ اللهِ الرَّحمنِ الرَّحِيْمِ اِنَّهَا اُمُّ الْقُرآَنِ وَاُمُّ الْكِتَابِ وَالسَّبْع الْمَثَانِيْ وَبِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ اِحْدَى آَيَاتِهَا.

“Abu Hurairah RA berkata: “Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallama bersabda: “Apabila kamu membaca surat al-Hamdu lillah, maka bacalah bismillahirrahmanirrahim, karena sesungguhnya ia adalah induk al-Qur’an, induk al-Kitab dan tujuh ayat yang diulang-ulang. Sedangkan Bismillahirrahmanirrahim adalah salah satu ayatnya.”
 (HR. ad-Daraquthni ,1/312) dan al-Baihaqi,as-Sunanul Kubra, 2/45)

           
عَنْ نُعَيْمٍ الْمُجْمِرِ قَالَ صَلَّيْتُ وَرَاءَ أَبِي هُرَيْرَةَ فَقَرَأَ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ثُمَّ قَرَأَ بِأُمِّ الْقُرْآنِ حَتَّى إِذَا بَلَغَ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ فَقَالَ آمِينَ فَقَالَ النَّاسُ آمِينَ … قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنِّي لَأَشْبَهُكُمْ صَلَاةً بِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Nu’aim al-Mujmir berkata: “Aku shalat di belakang Abu Hurairah, lalu ia membaca bismillahirrahmanirrahim, kemudian membaca Ummul Qur’an, sehingga setelah sampai pada ghairil maghdhubi ‘alaihim walad-dhallin, maka ia berkata, amin. Lalu orang-orang juga berkata, amin… Lalu Abu Hurairah berkata: “Demi Dzat yang jiwaku dalam kekuasaan-Nya, sesungguhnya aku adalah orang yang paling menyerupai kamu shalatnya dengan Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam”.

Hadits tersebut diriwayatkan oleh an-Nasa’i,1/134), dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, 1/251), Ibnu Hibban (V/100), ad-Daraquthni (I/309), al-Hakim (al-Mustadrak, I/232) dan al-Baihaqi (as-Sunanul Kubra II/58). Hadits tersebut juga dishahihkan oleh al-Imam an-Nawawi dan al-Hafizh Ibnu Hajar (Fathul Bari, II/267)

§  Sunnah membaca  Basmallah dalam shalat dan sunnah dibaca sir ( pelan). Demikan pendapat Imam Ahmad dan Abu Hanifah.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ صَلَّيْتُ خَلْفَ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ فَكَانُوا يَسْتَفْتِحُونَ بِ (الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ) لاَ يَذْكُرُونَ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ فِى أَوَّلِ قِرَاءَةٍ وَلاَ فِى آخِرِهَا.

“Anas bin Malik berkata: “Aku shalat di belakang Nabi Shallallahu’alaihi wasallam, Abu Bakar, Umar dan Utsman. Mereka memulai dengan alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Mereka tidak menyebut bismillahirrahmanirrahim di awal bacaan dan di akhirnya”. (HR. Muslim ,no.918).

Hadits di atas menunjukkan bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallama, Abu Bakar, Umar dan Utsman memulai shalatnya dengan bacaan alhamdulillahi rabbil ‘alamin, tanpa membaca basmalah di awal dan di akhirnya.

§  Tidak wajib  dan tidak disunnahkan ( tidak membaca ) dalam shalat fardhu, namun mubah dalam shalat sunnah, demikian pendapat Imam Malik, namun pendapat ini lemah berdasarkan hadits-hadits diatas.

Kesimpulan:
§  Pendapat Ibnul Qayyim Al Jauziyah dalam masalah ini:
والإِنصاف الذي يرتضيه العالم المنصف، أنه صلى الله عليه وسلم جهر، وأسر، وقنت، وترك، وكان إسرارُه أكثَر من جهره، وتركه القنوتَ أكثر من فعله
“Pendapat yang bijak yang dibenarkan oleh para ulama yang objektif adalah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah membaca secara keras dan pelan, pernah berqunut dan pernah meninggalkannya. Namun membaca pelan lebih banyak dibanding mengeraskannya, dan meninggalkan qunut lebih banyak dibanding melakukannya.” (Imam Ibnul Qayyim, Zaadul Ma’ad, 1/272)
واالله أعلم

Selasa, 13 Oktober 2015

MENUJU JAMA’ATUL MUSLIMIN ( RESENSI BUKU )



1.     Tentang Penulis
Dr. Salim Segaf Al Jufri  merupakan sahabat karib penulis saat kuliah di Madinah, ketika memberi kata pengantar pada buku ini, menuturkan,” Beliau adalah seorang ilmuwan dan aktifis dakwah tulen yang patut diteladani. Buku ini adalah tesis yang dipertahankan beliau untuk meraih gelar magister di Universitas Islam Madinah Al Munawarah. Tesis beliau mendapat  nilai excellent. Namun beliau sudah wafat dalam usia yang relatif muda, 40 tahun, tak lama setelah merampungkan tesis ini.”

2.     Motivasi Terkait Tema Buku
Keruntuhan Turki Utsmani, dan penghapusan system khilafah oleh Kemal Attaturk tahun 1924, merupakan puncak kemerosotan peran politik Islam, setelah hampir 14 abad kaum muslimin memegang peranan penting dalam peradaban dunia dan islam, kemudian berangsur-angsur redup dan hilang terpecah-pecah.
Adapun motivasi yang mendorong penulis untuk memilih tema ini adalah:
·         Hilangnya jamaatul muslimin ( jamaah kaum muslimin ) dari kehidupan umat islam. Dan kewajiban menegakkannya.
 Firman Allah: “ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil Amri diantara kamu, kemudian jika kamu berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul Nya, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir ( An Nisa:59)

 Umar bin Khattab berkata,” Tidak ada islam melainkan dengan jamaah, tidak ada jamaah kecuali dengan imamah ( kepemimpinan ) dan tidak ada kepemimpinan kecuali dengan ketaatan (  Ad Darimi )

·         Perpecahan dan kemerosotan yang menimpa umat islam karena tidak adanya khilafah dan qiyadah ( kepemimpinan ) yang dapat menyatukan umat islam dan menghimpun kekuatan islam.
·         Adanya upaya musuh-musuh islam untuk menjauhkan umat islam dari hukum-hukum islam,  padahal hukum islam merupakan satu-satunya system yang dapat membahagiakan manusia dunia dan akherat.
·         Nash ( teks ) Al Qur’an dan Hadits banyak yang membicarakan tentang perintah ditegakkannya jamaatul muslimin.
·         Tersebarnya kebathilan di atas muka bumi akibat tidak adanya hukum islam yang tegak diatas dasar pemerintahan islam
·         Banyaknya firqah ( kelompok ) dari kalangan umat islam merupakan isyarat akan mudahnya perpecahan, sehingga perlu adanya upaya serius untuk menyatukan dan mengembalikan khilafah ditangan umat islam.

3.     Pendahuluan
Perjalanan sejarah umat islam akan mengalami 5 masa, yaitu:
a.       Periode Nubuwwah ( masa Rasulullah)
b.      Periode Khilafah ‘ala Minhajin Nubuwah ( Khulafaur Rasyidin selama kurang lebih 30 tahun)
c.       Periode Mulkan ‘Adhon ( raja yang menindas, meski pemerintahnya secara formal berlansakan islam)
d.      Periode Mulkan Jabariyyan (Penguasa sekuler) masa sekarang ini.
e.      Akan kembali lagi kelak ke Khilafah Ala Minhajin Nubuwah (pemerintahan atas dasar ajaran nabi)
  
·         Definisi jamaatul muslimin
Secara bahasa, jamaah berarti sejumlah besar manusia, atau sekelompok manusia yang terhimpun untuk mencapai tujuan bersama”.( Al Mu’jam Al Wasith,1/136)
Secara istilah syariat, ada beberapa pendapat yang di kemukakan oleh Imam As Syatibi, diantaranya:
-          Jamaah adalah penganut islam apabila bersepakat dalam suatu perkara maka pengikut agama lain harus mengikuti mereka.
-          Jamaah adalah masyarakat umum pemeluk agama islam
-          Jamaah adalah golongan yang sudah mampu berijtihad ( mengambil hukum berdasarkan dalil Al Qur’an dan Hadits )
-          Jamaah adalah jamaatul muslimin jika mereka bersepakat mengangkat seorang amir               ( pemimpin )
-          Jamaah adalah para sahabat Rasulullah SAW.

·         Kedudukan jamaatul muslimin menurut Islam
Kedudukan jamaatul muslimin diantaranya:
-          Merupakan ikatan yang kokoh dan tinggi kedudukannya dalam syariat islam, jika ikatan tersebut hancur maka ikatan yang lainpun akan hancul pula, hukum-hukumnya pun demikian.
Umar Bin Khatab berkata,” Wahai sekalian Arab, Tidak ada islam kecuali dengan jamaah, tidak ada jamaah kecuali dengan pemimpin, dan tidak ada kepemimpinan kecuali dengan ketaatan.” ( Ad Darimi,1/79 dari Tamim ad Dari )
-          Al  Qur’an memerintahkan untuk menjaga kesatuan dalam jamaah
Firman Allah:
“Dan berpegang teguhlah kamu semuanya dengan tali Allah, dan janganlah bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuh-musuhan, maka Allah menjinakkan antara hatimu lalu menjadikan kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara, dan kamu telah berada ditepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya ( QS. Ali Imran: 103)
 Sabda Nabi:
“ Dari Abu Hurairah ia berkata,” Rasulullah bersabda,” Barangsiapa mentaati Amir, maka ia telah mentaatiku, dan barangsiapa membangkang kepada amir ( pemimpin ) maka ia telah membangkang kepadaku.” (HR. Bukhari,4/25)

·         Tujuan Umum Jamaatul Muslimin
-          Agar seluruh manusia mengabdi kepada Allah
-          Agar manusia memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah yang munkar
-          Agar manusia berdakwah kepada manusia lainnya
-          Agar terhapus fitnah di muka bumi
-          Agar umat manusia bersaksi dengan persaksian yang benar kepada Allah.

·         Tujuan Khusus Jamaatul Muslimin:
-          Pembentukan pribadi muslim (bina al fard al muslim)
-          Pembentukan rumah tangga muslim ( bina al usrah al muslimah )
-          Pembentukan masyarakat muslim ( bina al mujtama’ al muslim)
-          Penyatuan umat islam (Tauhiidul ummah al islamiyah )

·         Adakah jamaatul muslimin sekarang?
Setelah menelaah tentang definisi jamaatul muslimin maka dapat dikatakan bahwa, saat ini sudah tidak didapati jamaatul muslimin, yang masih ada hanya jamaah dari sebagian kaum muslimin secara umum.

Sabda Rasulullah kepada Huzaifah bin Al Yaman:
“ Hendaklah kamu berkomitmen dengan jamaatul muslimin dan pemimpin mereka,” Aku bertanya,”Jika mereka tidak mempunyai jamaatul muslimin dan imam?”, Beliau bersabda,” Tinggalkan kelompok-kelompok itu semuanya ( yang mengarah kepada kesesatan), sekalipun kamu harus menggigit akar pohon.” (Bukhari )

4.     Bagian Pertama
·         Struktur organisasi Jama’atul Muslimin
A.      Umat islam
Secara bahasa  umat adalah jamaah dan kaum dikalangan manusia ( Kamus Lisanul Arab,14/293).  Ar Raghib al Asfahani mendefinisikan,” Umat adalah setiap jamaah yang disatukan oleh sesuatu hal, satu agama, zaman atau tempat, baik faktor pemersatu tersebut dipaksakan atau berdasarkan pilihan.”( Al Mufradat Fi Gharibil Qur’an, 23)


a.       Umat islam secara geografis
·         Titik tolak pembebasan tanah air umat islam dimulai dari kawasan islam (darul islam) atau dikenal dengan wilayah yang ditegakkan keadilan hukum (Darul ‘Adl)
Firman Allah:
“ Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang beriman diantara kamu dan yang mengerjakan amal-amal yang shaleh bahwa Dia ( Allah ) sungguh akan menjajikan mereka berkuasa di bumi ( an Nur:55)
·         Setiap bumi yang dipijak oleh kaum muslimin pada dasarnya adalah bumi Allah, ia berkewajiban menegakkan hukum Allah diatasnya. Supaya menjadi darul islam.
·         Batas-batas politis bagi umat islam sekarang tidak dapat dianggap sebagai pemerintahan islam, sampai wilayah tersebut berdiri pemerintahan islam secara ibadah maupun syariat.              

b.      Akar sejarah umat islam
·         Umat islam memiliki akar sejarah yang paling tua di muka bumi, dimulai sejak nabi Adam, Nuh, Hud, Ibrahim hingga ditutup oleh nabi penutup risalah Muhammad Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.
Sabda Rasulullah,” Aku dengan para nabi sebelumnya bagaikan seorang yang membangun sebuah rumah, ia memperindah dan membaguskan bangunannya, kecuali tersisa satu batu bata disalah satu sudut, maka mulailah orang-orang mengelilingi dan kagum atas bagunan tersebut, seraya berkata,” Mengapa tidak diletakkan batu bata ini?” Rasulullah bersabda,” Akulah batu bata itu, akulah penutup para nabi.” ( HR. Muslim,4/1700. Tirmidzi,5/586, Fathul Bari,558, Ahmad,5/7)

c.       Periode umat islam
·         Periode sebelum diutusnya Rasulullah
Pada masa ini kenabian dan kerasulan bersifat khusus bagi kaum tertentu, dengan diutusnya seorang nabi atau rasul kepada kaumnya disuatu negeri tertentu. Meski demikian umat tersebut bersambung dan bersatu dalam sifat yang sama yaitu akidah tentang Maha Esa-Nya Allah dalam sifat keislaman mereka.

هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا
“Dialah (Allah) telah menamaimu sekalian orang-orang muslim sejak dulu, dan (begitupula)d didalam ( Al Qur’an) ini.” ( Al Hajj: 78)

·         Periode setelah diutusnya Rasulullah
Pada masa ini beralihlah paradigma kaum yang khusus menjadi periode kemanusiaan yang bersifat umum.
Firman Allah:
قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا
“Katakanlah ,” Hai Manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua…( al A’raf: 158)
Firman Allah:
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَام
“Sesungguhnya agama yang diridhai Allah hanyalah Islam ( Al Imran:19)
d.      Karakteristik umat islam
-          Aqidahnya bersih dari kemusyrikan
-          Ajarannya bersifat menyeluruh ( komprehensif)
-          Memiliki  system ( manhaj ) Rabbani dari Allah dan system dari manusia ( basyari)
-          Sempurna
-          Pertengahan dan adil dalam setiap persoalan
Sayid Qutub menjelaskan maksud dari pertengahan ini:
ü  Pertengahan dalam cara pandang  ( tashawwur ) dan keyakinan, tidak hanya materi  namun aspek ruhani juga.
ü  Pertengahan dalam pikiran dan perasaan
ü  Pertengahan dalam organisasi ( tanzim) dan konsolidasi ( tansiq )
ü  Pertengahan dalam hal interaksi individu dan umum
ü  Pertengahan dalam zaman
ü  Pertengahan dalam letak geografis dunia secara umum.

e.      Unsur kesatuan umat islam
ü  Akidah
Terhimpun dalam kalimat “ La Ilaha Illallah ( Tiada Tuhan Selain Allah )
ü  Ibadah
Firman Allah,“ Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan untuk menyembah-Ku” ( Adz Zariyat: 56)
ü  Adat dan perilaku
Firman Allah“ Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik pada diri Rasulullah.” ( al Ahzab:21)
ü  Sejarah
Tidak terikat oleh batas territorial suku dan bangsa
ü  Bahasa
Al Qur’an dan hadits diturunkan dalam bahasa Arab sebagai pemersatu umat dalam komunikasi baik kepada sesama manusia maupun saat beribadah kepada Allah.
ü  Kesatuan jalan
Firman Allah“ Jalan orang-orang yang telah engkau beri nikmat  dan bukan jalan orang-orang yang sesat ( Al Fatihah:6-7)
ü  Kesatuan undang-undang dan kesatuan pemimpin ( Rasulullah )