Rabu, 23 Mei 2018

Apakah Hukum mencuci muka disiang hari Ramadhan, agar tidak haus?




Pertanyaan:

Apakah Hukum mencuci muka disiang hari Ramadhan, agar tidak haus?

Jawaban:

Bismillah, tidak mengapa mencuci muka pada siang hari agar badan segar.  Kebolehan ini berdasarkan hadits Rasulullah shalallahu alaihi wasallam para sahabat melihat beliau mengguyur kepala:

لقد رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم بالعَرْج يصب على رأسه الماء وهو صائم من العطش أو من الحر

“Aku melihat Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam, disebuah desa disebut ‘Al Araj, mengguyur kepalanya dengan air saat berpuasa karena haus dan panas”. (HR. Abu Daud-disahihkan oleh Syekh Nashiruddin Al Albani)

Hukum Menshare Foto-foto Makanan Saat Puasa



Tanya:

Apakah Hukum melihat foto makanan akhirnya timbul nafsu makan saat puasa dan hukum menshare-nya sehingga orang lain tergiur?

Jawab

Puasa itu tidak hanya menahan lapar, haus dan segala yang membatalkannya dari terbit fajar hingga terbenam matahari, namun juga menjaga diri agar puasa kita tidak sia-sia. Oleh karenanya Imam Abu Hamid Al Ghazali  memberi tingkatan puasa kedalam 3 golongan:

1.       Puasa umum (hanya meninggalkan lapar dan haus saja, tanpa menjaga panca indera dari dosa)
2.       Puasa khusus ( meninggalkan lapar dan haus dan menjaga panca indera karena Allah)
3.       Puasa Khususul Khusus ( fokus pada Ibadah dan meninggalkan hal-hal yang dapat merusak pahala puasa, meski hanya berfikir nanti sore akan berbuka pakai apa) (Ihya Ulumuddin, 1, 234)

Terkait dengan hukum melihat foto makanan sebenarnya tidak membatalkan puasa, namun puasanya bisa rusak, apalagi jika setelahnya timbul godaan untuk membatakan. 

Sedangkan hukum menshare-foto makanan agar orang lain ada dua kondisi:

·         Dengan niat agar orang lain batal

Jika diniatkan agar puasa orang lain batal, maka hukumnya seperti orang yang merintangi orang lain untuk beribadah. Apalagi di bulan Romadhan, bisa terjatuh pada dosa.

Rasulullah bersabda:

وَمَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ

“Barangsiapa yang memberi petunjuk pada kejelekan, maka ia akan mendapatkan dosa dari perbuatan jelek tersebut dan juga dosa dari orang yang mengamalkannya setelah itu tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun juga.” (HR. Muslim, 1017).

·         Iseng saja

Jika mensharenya iseng saja buat seru-seruan saja, maka hal tersebut tidaklah layak dilakukan pada saat berpuasa. Sebaiknya dihindari.

Rasulullah bersabda:

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ

“Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat.” (HR. Tirmidzi no. 2317, Ibnu Majah no. 3976. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Wallahu a’lam


Apakah hukum mencium  aroma makanan sehingga mengundang nafsu makan membatalkan puasa?

Jawaban:

Tidak mengapa mencium aroma makanan ketika sedang berpuasa, asalkan tidak menjadi hobi yang diperturutkan, apalagi ia sedang berpuasa.

Syekh Sulaiman bin Manshur al Jamal menyebutkan:

لانه ليس عينا ويؤخذ من هذا أن وصول الدخان الذي فيه رائحة البخور أو غيره   إلا جوفه لا يضر

Karena itu bukan materi, dari sini bahwasanya sampainya asap aroma wewangian atau lainnya terhirup kerongga perut tidak masalah (Hasyiyah Al Jamal, 2/318).

Adapun terkait mencicipi makanan hukumnya, boleh selama tidak berlebihan dan tidak tertelan.

لا بأس أن يذوق الطعام ؛ الخل أو الشيء ما لم يدخل حلقه وهو صائم

Ibnu Abbas berkata,” Tidak mengapa mencicipi makanan , cuka atau sejenisnya, selama tidak sampai tertelan saat sedang berpuasa” (HR Al Baihaqi, Abi Syaibah dalam Sunan Al Kubra)

Kesimpulan:

Saat berpuasa, sebaiknya dihindari mendekati makanan atau minuman karena khawatir memicu nafsu makan dan akhirnya tergiur membatalkannya. Perbanyak ibadah atau tilawah.

Bagaimana Hukum Berwudhu yang airnya tertelan?


Tanya:

Pak ustaz, saya berwudhu, nah kan ada sisa air wudhu yang masih ada di mulut, bagaimana hukumnya jika tertelan, terimakasih?

Jawab:

Ada dua kondisi jika air tertelan, sengaja dan tidak sengaja. 

Pertama, Jika sengaja maka hukumnya jelas batal karena dengan kesengajaan untuk membatalkan puasanya misalnya karena haus saat siang hari. 

Kedua, jika tertelan tidak sengaja maka tidak batal, seperti air sisa kumur kumur, berdasarkan hadits:

فقال رسول الله صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّم: أرأيت لو تمضمضت بماء وأنت صائم؟ قلت: لا بأس بذلك

Rasulullah SAW berkata, "Tidakkah kamu tahu hukumnya bila kamu berkumur dalam keadaan berpuasa?" Aku menjawab, "Tidak membatalkan puasa” (HR. Ahmad dan Abu Daud)

Juga disebutkan dalam hadits lain:

وَعَنْ لَقِيطِ بْنُ صَبْرَةَ, قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ أَسْبِغْ اَلْوُضُوءَ, وَخَلِّلْ بَيْنَ اَلْأَصَابِعِ, وَبَالِغْ فِي اَلِاسْتِنْشَاقِ, إِلَّا أَنْ تَكُونَ صَائِمًا أَخْرَجَهُ اَلْأَرْبَعَةُ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَة

Dari Laqith bin Shabrah ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sempurnakanlah wudhu’, dan basahi sela jari-jari, perbanyaklah dalam istinsyak (memasukkan air ke hidung), kecuali bila sedang berpuasa." (HR. Ibnu Khuzaemah- Shahih).

Kesimpulan: 

Sejauh mungkin menjaga diri agar air sisa wudhu agar tidak tertelan dan berhati-hati, kemudian karena sulit kondisi ini karena air pasti bercampur denga air liur, maka berdasarkan hadits diatas, tidak batal.

Wallahu A’lam


Kamis, 19 April 2018

Keutamaan Bulan Sya’ban


وَسُمِّيَ شَعْبَانُ لِتَشَعُّبِهِمْ فِيْ طَلَبِ الْمِيَاهِ أَوْ فِيْ الْغَارَاتِ بَعْدَ أَنْ يَخْرُجَ شَهْرُ رَجَبِ الْحَرَامِ وَهَذَا أَوْلَى مِنَ الَّذِيْ قَبْلَهُ وَقِيْلَ فِيْهِ غُيْرُ ذلِكَ
 .
“Dinamakan Sya’ban karena mereka berpencar-pencar mencari air atau di dalam gua-gua setelah bulan Rajab Al-Haram. Sebab penamaan ini lebih baik dari yang disebutkan sebelumnya. Dan disebutkan sebab lainnya dari yang telah disebutkan. Fathul-Bari (IV/213), Bab Shaumi Sya’ban.

ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ 
عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

Bulan Sya’ban –bulan antara Rajab dan Ramadhan- adalah bulan di saat manusia lalai. Bulan tersebut adalah bulan dinaikkannya berbagai amalan kepada Allah, Rabb semesta alam. Oleh karena itu, aku amatlah suka untuk berpuasa ketika amalanku dinaikkan.” (HR. An-Nasa’i no. 2359. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).

يَطَّلِعُ اللَّهُ إِلَى جَمِيعِ خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إِلَّا لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ

Allah mendatangi seluruh makhluk-Nya pada malam Nisfu Sya’ban. Dia pun mengampuni seluruh makhluk kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.”

Apa saja amalan pada bulan Sya’ban:
1.       
Segera melunasi hutang puasa

كَانَ يَكُونُ عَلَىَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِىَ إِلاَّ فِى شَعْبَانَ

Aku masih memiliki utang puasa Ramadhan. Aku tidaklah mampu mengqodho’nya kecuali di bulan Sya’ban.” Yahya (salah satu perowi hadits) mengatakan bahwa hal ini dilakukan ‘Aisyah karena beliau sibuk mengurus Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Bukhari no. 1950 dan Muslim no. 1146)

2.      Perbanyak amal dengan membaca Al Qur’an

كَانَ عَمْرٌو بْنِ قَيْسٍ إِذَا دَخَلَ شَهْرُ شَعْبَانَ أَغْلَقَ حَانَوَتَهُ وَتَفْرُغُ لِقِرَاءَةِ القُرْآنِ

‘Amr bin Qois ketika memasuki bulan Sya’ban, beliau menutup tokonya dan lebih menyibukkan diri dengan Al Qur’an.

3.      Perbanyak amal shalih

Abu Bakr Al Balkhi berkata,

شَهْرُ رَجَبٍ شَهْرُ الزَّرْعِ ، وَشَهْرُ شَعْبَانَ شَهْرُ سَقْيِ الزَّرْعِ ، وَشَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرُ حِصَادِ الزَّرْعِ

“Bulan Rajab saatnya menanam. Bulan Sya’ban saatnya menyiram tanaman dan bulan Ramadhan saatnya menuai hasil.

4.       Bertaubat dari syirik dan permusuhan

إِنَّ اللَّهَ لَيَطَّلِعُ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ, فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ, إِلاَّ لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ.

Sesungguhnya Allah muncul di malam pertengahan bulan Sya’ban dan mengampuni seluruh makhluknya kecuali orang musyrik dan musyahin