Sudah sekitar sepuluh tahun yang lalu, aku tidak bertemu
dengan guruku, meski jarak yang tidak terlalu jauh dan kesempatan yang tidak
terlalu jarang. Namun, yah sekali lagi dalih ‘ sibuk’ yang menghalangiku untuk bersilaturahim
kerumah beliau.
Pagi itu Allah menakdirkanku bertemu dengan beliau, disebuah
rumah yang masih seperti dulu. Nyaris tidak ada yang berubah. Bentuk tubuh
beliau yang ramping bahkan cenderung kurus dengan puasa sunnah Senin Kamis yang
rutin sejak muda. Tatapan mata yang tidak berubah kesemua murid-muridnya, ya
tatapan itu masih aku ingat sejak dahulu. Tatapan penuh dengan kesejukan,
ketenangan, kehati-hatian dan kewaspadaan. Tercermin dari gerak langkah dan
kata-kata beliau yang tidak pernah memotong pembicaraan siapapun ketika sedang
berbicara. Tenang dan santun.
Guru…
Meski sudah lama kita tidak bertemu, namun sikapmu tidak
berubah tetap seperti dulu. Ramah, selalu menyapa terlebih dahulu, selalu
menanyakan kabarku dan keluargaku.
Guru…
Meski sudah lama kita tidak bertemu, namun aku masih
teringat perjuanganmu dalam memberikan, mewariskan, menggembleng kami dengan pengalamanmu
yang tak bertepi, dengan aktifitasmu yang berfariasi, semua demi kebaikan,
semua demi kemaslahatan orang lain terlebih dahulu.
Guru..
Semua tidak berubah
Rumahmu masih seperti dulu, ada pohon rambutan tempat dahulu
aku memanjat untuk mengambil buahnya pada acara rutin pengajian pekanan, atap
plafon rumah yang terbuat dari bambu pun masih seperti dulu, lubang disana
sini. Sepeda motor pun masih yang dulu.
Sementara aku. Tubuhku semakin gemuk, rumahpun sudah
berpindah ke komplek perumahan, motorku pun sudah berganti dua kali, namun….
Guru..
Aku salut padamu. Dengan
kesederhanaanmu. Dengan ilmumu. Dengan ketulusanmu. Dengan semua yang telah
engkau berikan kepadaku. Dengan tatapan wajahmu yang tidak pernah menyimpan kebencian
kepada siapapun. namun aku belum bisa sepenuhnya mengamalkan ajaranmu.
Guru…
Maafkan aku
Muridmu …
Tidak ada komentar:
Posting Komentar