وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا
وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
…Beri maaflah
kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka
tolonglah kami terhadap kaum yang kafir" (QS. Al Baqarah: 286)
Bahasa Arab Al A’fwu (العفو ), wa’fu ana
adalah permohonan maaf, karena ayat ini berupa perintah seseorang yang
lebih rendah kedudukannya, karena ia bersalah
kepada Dzat yang lebih tinggi
kedudukannya dalam hal ini adalah Allah maka dimaknai sebagai doa. Agar
Allah
tidak mengazabnya karena lalai dalam urusan dan terbatas dalam melakukan
perintah. Dalam konteks manusiawi meminta maaf terjadi jika salah satu pihak
melakukan kesalahan, baik ringan atau fatal, sehingga pihak yang bersalah
meminta agar kesalahanya tersebut tidak naik ke proses lanjut.
Maghfirah adalah ampunanan, waghfirlana (ampuni kami)
lebih kepada doa agar Allah menutup rapat-rapat dosa, aib dan kesalahan kita.
Permohonan agar Allah tidak membuka aib-aib secara terang-terangan dihadapan
manusia, saat masih didunia atau kelak saat Yaumul Hisab.
Rahmat adalah kasih sayang Allah, warhamna ( rahmati
kami, kasihi kami) rahmat yang meliputi ampunan dan maghfirah-Nya. Karena
seseorang tidak masuk surga dengan sendirinya, atau mengandalkan amal-amalnya
saja, namun Allah-lah yang menurunkan rahmat-Nya, hingga Dia memasukkan
hamba-hamba-Nya ke surga.
Ketiga hal diataslah yang dibutuhkan oleh orang-orang yang
bersalah pada saat yang bersamaan, ia butuh meminta maaf dan pemaafan sebagai
manusia yang tak luput dari salah dosa, agar Allah tidak memproses lebih lanjut
dan mengazabnya. Ia juga butuh agar Allah menutupi kesalahan-kesalahannya,
tidak disebarkan ke khalayak, karena fitrah orang yang bertaubat ia pasti punya
malu. Dan yang ketiga ia butuh kasih sayang Allah, saat didunia, saat
menghadapi mau, saat di alam kubur dan saat Hari Perhitungan kelak.
Akhir ayat ini tidak
menyebut lafaz ربنا (Ya Tuhan kami)
tidak seperti di awalnya, mengapa? Karena seruan biasanya untuk sesuatu yang
jauh. Sedangkan seorang hamba yang disiplin dalam melaksanakan perintah Allah,
tunduk dan taat kepada-Nya, memohon ampun, segera bertaubat jika ia bersalah,
maka Allah akan dekat dengannya, ia tak
perlu berlantang suara dalam memohon, cukup lirih saja, Allah pasti mendengar
karena ia sudah dekat dengan-Nya.
(Imam Ar Razi, Abu Abdillah bin Umar
bin al Hasan bin Husaini At Taimy (606H), Mafatihul Ghaib, Beirut, Dar Ihya
Turats, 1420H, Juz 7, h. 124)
Menjelang Dini
0.29
06/04/2018