Ihya Ulumuddin, sebuah karya Magnum Opus[1]
dari ulama terkenal Mazhab Syafi’i, dialah Abu Hamid Al Ghazali (450-505 H),
terkenal dengan sebutan Imam Al Ghazali, sang Hujjatul Islam (Pembela Islam).
Kitab yang agung mengupas sisi-sisi unik
kehidupan, meski tak sedikit kalangan yang mencibir tentang kitab al Ihya,
namun sungguh bagi orang yang berakal sehat, tentu ia akan berfikir bahwa titik
noda hitam kecil dalam selembar kain putih, tentu tak sontak merubah warna kain tersebut menjadi
hitam.
Lihatlah betapa keluhuran ilmu akhlak seorang ulama,Imam Asy
Syafi’I, bukan dirinya yang menceritakan namun seorang ulama besar setelahnya,
menceritakan dengan runut dalam kitabnya Ihya Ulumuddin.
Al Ghazali berkata,”Kami menceritakan ulama Islam, kalian
tahu bahwa apa yang kami sebutkan ini bukanlah untuk membuat noda bagi mereka,
namun pada ulama-ulama seperti Imam
Malik, Imam Ahmad, Abu Hanifah dan
Sufyan Tasuri terkumpul pada diri mereka sifat-sifat mulia; abid ( ahli
ibadah) Zahid (zuhud terhadap dunia) ‘Alim ( berilmu), ikhlas
karena Allah dan Faqih (paham).[2]
Imam Syafi’i membagi malam menjadi tiga bagian, sepertiga
untuk ilmu, sepertiga untuk ibadah dan sepertiga lagi untuk tidur.
Berkata Ar Rabi’,” Imam Syafi’i khatam Al Qur’an sebanyak 60
kali pada bulan Ramadhan, semuanya dikhatamkan di dalam shalat.
Imam Syafi’i berkata,” Aku tak pernah kenyang sejak enam
belas tahun lalu, karena kekenyangan dapat menambah berat badan, mengurangi kecerdasan, membuat hati keras dan malas beribadah.
Imam Syafi’i pernah ditanya tentang suatu permasalahan,
namun ia diam tak menjawab, lalu seseorang berkata,” Wahai Imam, mengapa anda
tidak menjawab?”. Lalu ia berkata,” Hinga aku tahu keutamaan itu dalam jawaban,
atau diamku.”
Imam Syafi’i berkata,” Seorang ahli hikmah menasehati ahli
hikmah lainnya,” Engaku telah diberikan ilmu, jangan engkau kotori ilmumu
dengan gelapnya dosa, dan engkau tetap dalam kegelapan itu, saat ahli ilmu
sedang berjalan dengan cahaya ilmunya”.
Sedangkan sifat zuhudnya terlihat saat Imam Syafi’I berkata,”
Barang siapa yang terkumpul dalam dirinya cinta dunia dan cinta sang Pencipta,
sungguh ia pendusta”. Suatu hari Imam
Syafi’I menuju Yaman dengan beberapa tokoh, lalu ia kembali menuju Mekkah dengan
membawa sepuluh ribu dirham yang dibagi-gabikan kepada manusia, hingga tak
tersisa sama sekali. Pernah suatu kali, cemeti yang ada ditangannya terjatuh. Lalu
seseorang mengambilkannya dan ia memberikan lima puluh dinar atas perbuatan
orang tersebut. karena menurut beliau zuhud adalah, barangsiapa yang mencintai
sesuatu ia akan menahannya,taka da orang yang enggan berpisah dengan harta
melainkan orang yang merasakan dunia itu kecil dihatinya.
Telah meriwayatkan Abdullah bin Muhammad al
Balwi, ia berkata,”Aku bersama Umar bin Nabatah sedang duduk mengingat seorang
hamba ahli ibadah lagi zuhud. Lalu Umar bin Nabarah berkata,”AKu tak melihat
orang yang lebih wara’ dan fasih selain Muhammad bin Idris Asy Syafi’i”.
Suatu hari Al Harits
bin Labid pergi ke Shafa, ia adalah murid Shalih al Mari, ia dikaruniai suara
yang indah, saat sedang shalat ia membaca ayat Al Qur’an:
هَذَا
يَوْمُ لَا يَنْطِقُونَ (35) وَلَا يُؤْذَنُ لَهُمْ فَيَعْتَذِرُونَ (36)
Inilah hari saat mereka tidak bisa berbicara, dan tidak
diizinkan kepada mereka mengemukakan alasan agar mereka dimaafkan”. (QS. Al
Mursalat: 35-36)
Aku melihat Imam Syafi’I setelah mendengar ayat itu, memucat
warna kulitnya, bergetar hebat dan akhirnya terjatuh pingsan. Saat terjaga ia
berdoa:
“Aku berlindung dari termasuk golongan pendusta dan
pembangkang”. Ya Allah Engkaulah tempat tunduknya hati-hati orang-orang yang
arif dan merindukan-Mu, ya Allah berikanlah kemurahanmu dan pengampunanmu untuk
mengampuni kelemahan dan kekurangan ku dengan kemuliaan wajah-Mu ya Allah”.
Obat dari Riya
Imam Syaf’i pernah ditanya tentang sifat riya, lalu beliau
menjawab: “Jika engkau bangga dengan amalmu , lihatlah keridhaan Allah,
pahala apa yang kau harapkan, azab apa yang kau takuti, nikmat apa yang kau
syukuri, ujian apa yang kau ingat, jika engkau berfikir satu saja dari sifat
tersebut, maka amalmu akan terasa kecil.
Imam Syafi’I berkata
من لم
يصن نفسه لم ينفع علمه, من أطاع الله تعالى بالعلم نفعه سره ,ما من أحد إلا له محب
ومبغض ,فإذا ان كذالك فكن مع أهل طاعة الله عز وجل
Barangsiapa yang tidak bisa
menjaga dirinya, maka ilmunya sia-sia, barangsiapa yang menaati Allah dengan
ilmunya, Allah akan memberi manfaat secara diam-diam, taka da seorangpun
melainkan ia memiliki yang dicinta dan dibenci, hendaklah kalian bersama ahli
taat kepada Allah.[3]
Imam Ahmad berkata,”Aku
shalat selama 40 tahun lalu, aku selalu mendoakan Imam Syafi’I . lihatlah
betapa akhlaq para ulama terdahulu keluhuran budi pekertinya. Itulah sekelumit
yang diceritakan Al Ghazali. Ia berkata,”Aku menukilkan kisah tersebut dari
kitab Manaqib As Syafi’i Syaikh Nasr bin Ibrahim Al Maqdisi, semoga Allah
merahmati beliau semuanya.