يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ
عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ
يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا
بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ
فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki
merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik
dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya,
boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu
sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk
panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak
bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. ( QS. Al Hujurat [49]: 11)
Tinjauan Bahasa
يَسْخَر
Merendahkan, menghina
Menurut Imam Al
Qurthubi:
وَالسُّخْرِيَةُ
الِاسْتِهْزَاءُ
Makna Sukhriyah
adalah istihza (menghina)[1]
تَلْمِزُوا
Kalian mencela
تَنَابَزُوا
بِالْأَلْقَابِ
Memangggil dengan
panggilan (gelar) buruk
Sabab
Nuzul Ayat
نَزَلَتْ فِي عِكْرِمَةِ بْنِ أَبِي
جَهْلٌ حِينَ قَدِمَ الْمَدِينَةَ مُسْلِمًا، وَكَانَ الْمُسْلِمُونَ إِذَا
رَأَوْهُ قَالُوا ابْنَ فِرْعَوْنِ هَذِهِ الْأُمَّةِ. فَشَكَا ذَلِكَ إِلَى
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَزَلَتْ
Ayat
ini turun pada Ikrimah bin Abu Jahl saat tiba di Madinah sebagai seoran muslim,
adalah kaum muslimin ketika melihatnya berkata,”Dia anak Fir’aun umat ini,
kemudian Ikrimah mengadu kepada Rasulullah, lalu turunlah ayat ini.[2]
Sedangkan Ibnu Abbas
menyebutkan turunnya ayat ini seperti tercatum dalam tafsirnya:
نزلت هَذِه الْآيَة فى ثَابت ابْن قيس بن شماس حَيْثُ ذكر رجلا من
الْأَنْصَار بِسوء ذكر أما كَانَت لَهُ يعير بهَا فِي الْجَاهِلِيَّة فَنَهَاهُ
الله عَن ذَلِك
Ayat
ini turun pada Tsabit bin Qais bin Syamas, saat seorang lelaki dari kalangan
Anshar menyebut buruk dan membuka aib ibunya saat masih jahiliyah. Lalu Allah
melarang hal tersebut.[3]
Kandungan
Ayat
Ayat
ini mengandung pelajaran adab terhadap manusia, baik individu maupun sosial. Larangan
Allah bagi kaum muslimin untuk merendahkan dan menghina orang lain. Karena kita
tidak tahu kedudukan seseorang di sisi Allah. Boleh jadi orang yang direndahkan
dan dihina memiliki kedudukan mulia di sisi Allah, dan ia lebih baik dari pihak
yang menghina dan merendahkan. Orang yang gemar merendahkan orang lain, sungguh
ia telah terjatuh dalam sifat sombong. Rasulullah Shalallahu Alaihi wasallam
bersabda:
وَحَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، وَمُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ، وَإِبْرَاهِيمُ بْنُ
دِينَارٍ، جَمِيعًا عَنْ يَحْيَى بْنِ حَمَّادٍ، قَالَ ابْنُ الْمُثَنَّى:
حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ حَمَّادٍ، أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ، عَنْ أَبَانَ بْنِ
تَغْلِبَ، عَنْ فُضَيْلٍ الْفُقَيْمِيِّ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ النَّخَعِيِّ، عَنْ
عَلْقَمَةَ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُودٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ
مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ» قَالَ رَجُلٌ: إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ
يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً، قَالَ: «إِنَّ اللهَ جَمِيلٌ
يُحِبُّ الْجَمَالَ، الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ، وَغَمْطُ النَّاسِ
Telah
menceritakan kepada kami, Muhammad bin al Mutsanna, dan Muhammad bin Basyar dan
Ibrahim bin Dinar, semuanya dari jalur Yahya bin Hammad, berkata Ibnu Mutsanna,”Telah
mennceritakan kepadaku Yahya bin Hammad, telah mengabarkan kepada kami Syu’bah
dari Aban bin Taghlab, dari Fudhail Al Fukaimi, dari Ibrahim An Nakha’i, dari ‘Alqamah,
dari Abdullah bin Mas’ud, dari Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam, bersabda,”Tak
akan masuk syurga barangsiapa yang di hatinya ada sebiji kecil dari sombong,
lalu seorang laki-laki berkata,” Ya Rasulullah sesungguhnya ada seseorang yang
menyukai pakaian dan alas kaki yang bagus.” Rasulullah bersabda,”Sesungguhnya
Allah Maha Indah dan menyukai keindahan, sombong adalah menolak kebenaran dan
merendahkan manusia.” (HR. Muslim, No.91)[4]
Dari
hadits di atas dapat diketahui, bahwa sifat sombong memiliki dua unsur:
a.
Menolak
kebenaran
b.
Merendahkan
manusia
Adapun
jika seseorang menyukai life style dari pakaian, alas kaki, kendaraan,
rumah dan lainnya, selama tidak menyebabkan kesombongan dan akhirnya menolak
kebenaran dan merendahkan manusia maka itu bukan sombong.
Imam
Ibnu Katsir memaknai “ Ghamtu An Nas” adalah merendahkan dan mengecilkan
manusia, karena orang yang dihina boleh jadi memiliki kedudukan mulia disisi
Allah dibanding orang yang menghina.[5]
Imam
At Thabari menjelaskan bahwa larangan ini bersifat umum:
إن الله عمّ بنهيه المؤمنين عن أن يسخر
بعضهم من بعض جميع معاني السخرية، فلا يحلّ لمؤمن أن يسخر من مؤمن لا لفقره، ولا
لذنب ركبه، ولا لغير ذلك
Menurut At Thabari, larangan ini bersifat umum, tidak boleh
bagi kaum mukminin menghina sebagian dengan sebagian lain dalam segala makna,
tidak halal bagi seorang mukmin menghina mukmin lainnya karena kemiskinan,
dosa, dan lainnya.[6]
(وَلا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ)
janganlah
suka mencela dirimu sendiri
Seorang
muslim ibarat satu tubuh, jika ia mencela mukmin yang lain berarti ia seperti
mencela dirinya sendiri.
وتَلْمِزُوا معناه: يطعن بعضُكم على
بعض بذكر النقائص ونحوه، وقد يكون اللَّمْزُ بالقول وبالإشارة ونحوه مِمَّا يفهمه
آخر، والهَمْزُ لا يكون إلاَّ باللسان، وحكى الثعلبيُّ أَنَّ اللمز ما كان في
المشهد، والهَمْزَ ما كان في المغيب
·
Talmizu
maknanya adalah melukai sebagian dengan sebagian yang lain dengan menyebut
kekurangan-kekurangan dan sejenisnya,
·
Al Lamzu
dilakukan dengan ucapan dan isyarat yang dipahami orang lain.
·
Al Hamz tidak dilakukan kecuali dengan lisan,
·
Ats Tsa’alibi menyebutkan bahwa Al Lamz dilakukan saat pihak
tersebut hadir terlihat, sedangkan Al Hamz dilakukan saat pihak yang
dibicarakan tidak hadir.
Meski beragam pendapat tentang Al
Hamz dan Al Lamz mengerucut pada makna perbuatan mencela, mengejek
orang lain baik secara langsung, maupun tidak, baik didepan objek maupun
dibelakang objek yang dibicarakan.
وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ
“Jangan
memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan”
Abu
Bakar Al Jazairi menegasakan makna ayat tersebut:[8]
لا يدعو بعضكم بعضا بلقب يكرهه نحو يا فاسق يا جاهل
Janganlah memanggil sebagian kalian kepada sebagian lain, dengan
gelar (panggilan) yang ia tidak sukai, seperti ,” Wahai fasiq, Wahai Bodoh”.
Seburuk-buruk panggilan adalah, panggilan yang menuduh seseorang
fasik tanpa bukti setelah orang tersebut masuk Islam. Dan jika ia tidak
bertaubat dengan perbuatan tersebut diatas maka ia termasuk orang zalim.
Kesimpulan:
·
Ayat
ini mengandung adab-adab kepada individu dan kelompok, yaitu larangan sombong,
merendahkan, menghina, memanggil dengan panggilan buruk.
·
Berhari-hatilah
dalam menilai orang lain, apalagi merendahkannya baik dengan kata-kata atau
isyarat panca indera, karena boleh jadi mereka yang direndahkan kedudukannya
lebih mulia di sisi Allah, dibanding orang yang merendahkan.
والله
أعلام
[1] Al
Qurthubi, Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an, (Kairo: Dal Al Kutub Al Islamiyah,1964)
J.16 h. 324
[2] Al
Qurthubi, Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an, (Kairo: Dal Al Kutub Al Islamiyah,1964)
J.16 h. 325
[3] Al
Fairuz Abasi, Tanwirul Miqbas Fi Tafsir Ibni Abbas, (Libanon: Dar Kutub Al
Ilmiyah) J. 1. H. 436
[4]
Imam Muslim bin Hajjaj Abul Hasan al QushairiAn Naisaburi, Shahih Muslim, (
Beirut: Dar Ihya Turats) J. 1 h. 93
[5]
Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al Azhim, (Dar Thaybah Lin Nasyr,1420 H) j. 7 h,
376
[6] At
Thabari, Tafsir At Thabari, 22/ 298
[7] Abu
Zaid Ats Tsa’alibi, Tafsir Ats Tsa’alibi, Al Jawahir al Hassan Fi Tafsir al Qur’an,
(Beirut: Dar Ihya Turats, 1418H) j. 5 h. 272
[8]
Jabir Abu Bakar al Jazairi, Aisar Tafasir, (Saudi: Maktabah Al Ulum Wal Hikam, 1424H)
5/127