Rabu, 30 September 2015

MUQADDIMAH TAFSIR BAGIAN II


 
1.      Menafsirkan Al Qur’an dengan pendapat para sahabat
Mengapa? Karena mereka  generasi terbaik yang hidup pada masa Rasulullah, mengetahui dan belajar langsung dari Beliau, mereka juga paling sedikit terdapat   perbedaan ( ikhtilafat), ilmu mereka lurus dan dalam, hati mereka bersih, adil dan selamat dari pengaruh hawa nafsu, sehingga penafsiran mereka lebih utama sepeninggal Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam.
Contoh dalam bersuci:
Firman Allah:
وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ
“ Adapun jika kalian sakit,atau dalam perjalanan atau setelah buang hajat atau telah menyentuh wanita.. ( QS. An Nisa:43)

Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu menafsirkan firman Allah:  أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ
Mulamasah ( menyentuh wanita ) bermakna jima’ ( berhubungan suami istri ) yang mewajibkan bersuci ( Ibnu Abi Syaibah,1/192)  ( Abdur Razaq fi Musanifihi, 1/134)

2.      Menafsirkan Al Qur’an dengan pendapat para tabiin
Karena mereka generasi terbaik setelah sahabat, mereka mengetahui dan mengalami masa kemuliaan bersama para sahabat sehingga pendapat tabiin lebih utama diterima dari yang lain pasca sahabat.
 Syaikhul islam Ibnu Taimiyah berkata:

من عدل عن مذاهب الصحابة و التابعين وتفسيرهم إلى مايخالف كان مخطأ في ذلك بل مبتدعا وإن كان مجتهدا مغفورا له خطؤه
                                                                                                                                                            Barang siapa yang meninggalkan madzhab para sahabat dan tabi’in dalam penafsiran, lalu beralih kepada penafsiran yang berbeda maka ia telah melakukan kesalahan bahkan bid’ah, jika ia seorang mujtahid maka kesalahannya itu akan diampuna” ( Majmu’ Fatawa, 13/362)

3.      Menafsirkan Al Qur’an dengan Bahasa Arab
Karena Al Quran diturunkan dalam Bahasa Arab, maka penafsiran yang sesuai adalah dengan merujuk kepada bahasa Arab.

Firman Allah:
إِنَّا جَعَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُون
“Sesungguhnya Kami menjadikan Al Qur’an dalam Bahasa Arab agar kalian mengerti”.   ( QS. Az Zukhruf:3 )

Jika terdapat perbedaan makna secara bahasa ( lughawi ) dan makna secara Syar’i             ( istilah), maka yang diambil adalah makna syar’i karena Al Qur’an diturunkan untuk menjelaskan syariat bukan untuk menjelaskan bahasa. (Syekh Utsaimin, Ushul fi Tafsir, 27 )

Contoh makna syar’i didahulukan:
وَلَا تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا وَلَا تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ
“ Dan janganlah engkau (Muhammad) melaksanakan shalat untuk  seseorang yang mati diantara mereka ( orang-orang munafik).. ( QS. At Taubah:83)

Secara bahasa shalat bermakna doa, sedangkan makna syar’ishalat disini adalah menyolatkan gembong munafik Madinah yaitu Abdullah Bin Ubay. Makna syar’i dalam ayat ini didahulukan dari pada makna secara bahasa.
Namun ada kalanya makna secara bahasa Arab didahulukan dari makna secara syar’i
Contoh:

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Ambillah Zakat dari harta mereka  guna membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka sesungguhnya doamu itu menumbuhkan ketentraman jiwa bagi mereka, Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui ( QS. At Taubah:103 )
Makna shalat disini adalah doa. Sesuai dengan hadits yang bersumber dari Abu Aufa diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa sanya Rasulullah bersabda,”
كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا أتي بصدقة قوم صل عليهم . فأتاه أبي بصدقة فقال: اللهم صل على ال أبي أوفى
 

“Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wasallam jika menerima orang yang membayar zakat Beliau mendoakan mereka, lalu datanglah ayahku membayar zakat, maka Nabi Berdoa,” Ya Allah berilah kesejahteraan kepada keluarga Abu Aufa. (HR.Muslim,1078, Bukhari, 1497, 4166)

A.    Ahli Tafsir (al mufassirun) Dari Kalangan Sahabat
As Suyuthi mengatakan bahwa ahli tafsir dikalangan sahabat  adalah Khulafaur Rasyidin ( Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman Bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib), namun riwayat dari mereka tergolong sedikit, kecuali Ali bin abi Thalib. Karena sedikitnya penulisan tafsir, dan mayoritas para sahabat adalah orang-orang yang memahami Al Qur’an.

Diantara ahli tafsir yang terkenal dikalangan sahabat adalah:
1.      Ali bin Abi Thalib
Ali bin Abi Thalib adalah anak paman Nabi, Abu Thalib, sekaligus menantu, karena menikah dengan Fatimah binti Muhammad. Ali masuk islam saat masih belia termasuk dalam golongan assabiqunal awwalun, lahir tahun ke 10 sebelum kenabian, beliau dipanggil sebagai Abul Hasan dan Abu Thurab. Terkenal dengan kecerdasan dan  kekuatan hafalannya serta keberaniannya, sehingga Umar pun kagum terhadap kecerdasan Ali. Para Ulama Nahwu mengibaratkan aka nada permasalahan nahwu jika Abul Hasan ( Ali bin Abi Thalib ) tidak hadir di majelis.
Ali bin Abi Thalib berkata:

سلوني سلوني سلوني عن كتاب الله تعالى  فو الله ما من أية إلأ وأنا أعلم أنزلت بليل ونهار
Bertanyalah kepadaku, Bertanyalah kepadaku, Bertanyalah kepadaku tentang Kitabullah, Demi Alllah tak satupun ayat yang Allah turunkan di siang maupun malam. melainkan aku mengetahuinya.” ( Ushulun fi Tafsir,34)

2.      Abdullah bin Mas’ud
Beliau termasuk yang awal dalam keislaman, Rasulullah pernah berkata kepadanya,”
إنك لغلام معلم, (engkau adalah anak yang pandai)” (HR. Ahmad, 1/379)
Rasulullah juga pernah bersabda,” Barangsiapa yang ingin mempelajari Al Qur’an seperti kondisi diturunkan, maka belajarlah dari Ibnu Ummi ‘Abd (Abdullah Bin Mas’ud ) ( HR. Ibnu Majah,139)
Beliau berkata,” Demi Allah yang tiada sesembahan selain-Nya, Tidaklah satu ayatpun yang diturunkan Allah melainkan aku mengetahui dimana dan kepada siapa turunnya, jika ada orang yang lebih mengetahui dariku tentang Al Qur’an meski harus mengendarai unta, aku akan kesana”. ( HR.Bukhari, 5002, Muslim, 2463)




3.      Abdullah bin Abbas
      Beliau adalah anak paman Rasulullah, Abbas bin Abdul Muthalib. Terkenal dengan sebutan Turjumanul Qur’an ( Penafsir Al Qur’an ). Rasulullah  pernah mendoakan Abdullah bin Abbas seperti diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya:
روى الإمام أحمد في مسنده مِن حَدِيثِ ابنِ عَبَّاسٍ رضي اللهُ عنهما: أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى اللهُ عليه وسلم وَضَعَ يَدَهُ عَلَى كَتِفِي أَوْ عَلَى مَنْكِبِي،  ثُمَّ قَالَ: "اللَّهُمَّ فَقِّهْهُ فِي الدِّينِ، وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيل
Imam Ahmad meriwayatkan dari hadits Abdullah bin Abbas radhiyallahu anhuma, Rasulullah meletakkan tangan di pundak atau dibahuku, lalu berdoa,” Ya Allah berilah ia kepahaman didalam agama dan ajarkan ia ta’wil ( tafsir )”. ( Ahmad,2/225, no.2397 )

Kecerdasan Abdullah bin Abbas juga diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari:
روى البخاري في صحيحه مِن حَدِيثِ ابنِ عَبَّاسٍ رضي اللهُ عنهما قَالَ: "كَانَ عُمَرُ يُدْخِلُنِي مَعَ أَشْيَاخِ بَدْرٍ، فَكَأَنَّ بَعْضَهُمْ وَجَدَ فِي نَفْسِهِ، فَقَالَ: لِمَ تُدْخِلُ هَذَا مَعَنَا وَلَنَا أَبْنَاءٌ مِثْلُهُ؟ فَقَالَ عُمَرُ: إِنَّهُ مَنْ قَدْ عَلِمْتُمْ، فَدَعَاهُ ذَاتَ يَوْمٍ، فَأَدْخَلَهُ مَعَهُمْ، فَمَا رُئِيتُ أَنَّهُ دَعَانِي يَوْمَئِذٍ إِلَّا لِيُرِيَهُمْ، قَالَ: مَا تَقُولُونَ فِي قَوْلِ اللهِ تَعَالَى: ﴿ إِذَا جَاء نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْح ﴾ فَقَالَ بَعْضُهُمْ: أُمِرْنَا أَنْ نَحْمَدَ اللهَ وَنَسْتَغْفِرَهُ إِذَا نُصِرْنَا وَفُتِحَ عَلَيْنَا، وَسَكَتَ بَعْضُهُمْ فَلَمْ يَقُلْ شَيْئًا، فَقَالَ لِي: أَكَذَاكَ تَقُولُ يَا ابْنَ عَبَّاسٍ؟ فَقُلْتُ: لَا، قَالَ: فَمَا تَقُولُ؟ قُلْتُ: هُوَ أَجَلُ رَسُولِ اللهِ صلى اللهُ عليه وسلم أَعْلَمَهُ لَهُ، قَالَ: ﴿ إِذَا جَاء نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْح ﴾، وَذَلِكَ عَلَامَةُ أَجَلِكَ، ﴿ فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا ﴾، فَقَالَ عُمَرُ: مَا أَعْلَمُ مِنْهَا إِلَّا مَا تَقُولُ.
Al Bukhari meriwayatkan dalam kitab Sahihnya dari hadits Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, ia berkata,” Umar bin Khattab mengikutkanku bersama Ahli Badr, seolah-olah  sebagian dari mereka ada yang sesuatu dalam dirinya, dan berkata,” Mengapa engkau ( Umar )  mengikutkan anak ini bersama kami?, kamipun memiliki anak-anak seusianya”. Umar menjawab,” Dia seperti yang sudah kalian tahu”. Pada suatu hari Umar mengajaknya dan mengikutkan bersama mereka, hanya sekedar memperkenalkan Ibnu Abbas dihadapan Ahli Badr. Lalu Umar bertanya,” Bagaimana pendapat kalian tentang firman Allah:
﴿ إِذَا جَاء نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْح ﴾
“ Apabila datang pertolongan Allah dan kemenangan”. (QS. An Nasr:1)
Mereka menjawab,” Kita diperintahkan untuk memuji Allah dan memohon ampunan jika kita memperoleh kemenangan, sebagian sahabat lagi terdiam tak berkata. Lalu Umar bertanya kepadaku,”Apakah pendapatmu seperti mereka wahai Ibnu Abbas?, Aku berkata, “Tidak! Itu adalah ajalnya Rasulullah yang Allah beritahukan kepadanya. Ia (Ibnu Abbas) menafsirkan/penaklukan Makkah. Itu adalah suatu tanda tentang ajalmu (hai Muhammad) karena itu bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan istighfarlah (mohon ampun) kepada-Nya. Sungguh ia adalah Penerima Taubat". Umar berkata: "Demi Allah, saya tidak mengetahui kandungannya sebelum engkau jelaskan". ( Sahih Bukhari: 4970)

B.     Ahli tafsir (al mufassirun) Dari Kalangan Tabi’in
1.      Penduduk Mekkah: mereka adalah murid-murid dari Ibnu Abbas yaitu: Mujahid, Ikrimah dan Atha’ bin Abi Rabbah
2.      Penduduk Madinah: mereka adalah murid-murid dari Ubay bin Ka’ab yaitu: Zaid bin Aslam, Abu al Aliyah, Muhammad bin Ka’ab al Qurdzi.
3.      Penduduk Kuffah: mereka adalah murid dari Ibnu Mas’ud yaitu: Qatadah, Al Qamah dan Asy Sya’bi.


Sejarah Ulama-Ulama Tafsir dan Kitab-kitabnya ( bersambung )


MUQADDIMAH TAFSIR AL QUR'AN




 
    Pengertian tafsir secara bahasa

Para ulama ahli bahasa berbeda pendapat tentang akar kata ‘tafsir’ dalam dua pendapat:
Pendapat pertama:  

قيل هي من " الفَسْرُ " بمعنى البيان والكشف ، وفسَّرَه أبانه ووضحه ، وفسر القول إذا كشف المراد عن اللفظ المشكل

Berasal dari kata “ al fasru” artinya al bayan ( penjelasan ) dan al kasyfu ( menyingkap ), fassarahu berarti menjelaskan dan menerangkannya, fasaral qaul, jika menyingkap makna-makna dari lafadz yang sulit. (Ibnu Mandzur, Lisanul Arab, 5/555) Mukhtarus Sihah1/211, Azhari, Thdzibul Lughah, 12/407)

Allah berfirman didalam Al Qur’an:
 وَلَا يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلَّا جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا

            Dan mereka (orang-orang kafir itu) tidak datang kepadamu (membawa) sesuatu yang        aneh, melainkan Kami datangkan kepadamu yang benar dan penjelasan yang paling baik     ( QS. Al Furqan:33)
  
            Pendapat kedua:
 قيل : هو مقلوب من " سَفَر " بمعنى كشف، يقال : سَفَرت المرأةُ سفوراً إذا ألقتْ خِمَارَها عن وجهها وهي
 سافرة ، وأسفر الصبح أضاء وأشرق

            Tafsir merupakan bentuk terbalik dari kata “safara” artinya menyingkap, dikatakan            safarat imra’atu safuran, jika ia menyingkap penutup wajahnya, “asfara subha” jika             cahayanya bersinar terang. ( Fairuz Abadi, Qamus Al Muhith 2/113, Zarkasyi, Al        Burhan 1/148)
 
B.     Pengertian tafsir secara istilah
Beragam pendapat para ulama terkait pengertian tafsir menurut istilah, diantaranya:
1.     Ibnu Juzayyi( 741 H ) berpendapat yang dimaksud dengan tafsir adalah:

شرح القرآن، وبيان معناه ، والإفصاح بما يقتضيه بنصِّه ،أو إشارته ، أو نحوهما
“Penjabaran dan penjelasan makna Al Qur’an, keterangan yang sesuai dengan nash    ( teks ) atau isyarat atau sejenisnya ( Ibnu Juzayyi, at Tashil  li Ulumi at Tanzil 1/6 )

2.     Abu Hayyan Al Andalusy ( 745 H )

علمٌ يُبحثُ فيه عن كيفية النطق بألفاظ القرآن ، ومدلولاتها ، وأحكامِها الإفرادية والتركيبيَّةِ ، ومعانيها التي تُحمل ُ عليها حالَ التركيبِ ، وتتمات ذلك
Ilmu yang membahas tatacara pengucapan lafadz Al Qur’an, petunjuk, hukum-hukum baik tunggal maupun tarkib  ( susunan kalimat ), dan makna yang tercakup didalam susunan kalimat tersebut dan kesempurnaannya ( Abu Hayyan, Al Bahrul Muhith 1/ 23 )

Beliau lalu menjelaskan yang dimaksud dengan ilmu disini adalah ilmu yang luas cakupannya, yang membahas tentang ilmu Qiraat dan lafadz, ilmu Sharaf, I’rab. Bayan dan ilmu Badi’, ilmu Nasakh dan Mansukh, Sabab Nuzul serta kisah-kisah didalam Al Qur’an.

3.     Imam Al Zarkasy ( 794 H ) berpendapat bahwa:

علم يفهم به كتاب الله تعالى المنزل على نبيه محمد صلى الله عليه وسلم وبيان معانيه واستخراج أحكامه وحكمه
             Ilmu untuk memahami kitab Allah yang diturunkan kepada Rasulullah Shalallahu                             Alaihi Wasallam beserta penjelasan makna dan memilah hukum dan hikmahnya                                           ( Al Burhan Fi Ulumil Qur’an 1/19)

4.     Al Jurjany ( 816 H) berpendapat:

توضيح معنى الآية وشأنها وقصتها والسبب الذي نزلت فيه بلفظ يدل عليه دلالة ظاهرة
Ilmu yang menjelaskan makna dan kondisi ayat, kisah-kisah, sebab-sebab ayat diturunkan dengan lafadz yang menunjukkan makna yang jelas (At Ta’rifat, 67 )

5.     Ibnu Asyur berpendapat:
هو اسم للعلم الباحث عن بيان معاني ألفاظ القرآن وما يستفاد منها باختصار أو توسع
Ilmu yang meneliti tentang makna lafadz Al Qur’an dan kandungannya secara simple atau luas, ( At Tahrir wa Tanwir, 1/3)

6.     Az Zarqani berpendapat:

علم يُبحث فيه عن أحوال القرآن الكريم من حيث دلالته على مراد الله تعالى بقدر الطاقة البشرية
Ilmu yang membahas tentang Al Qur’an dari sisi petunjuk   dan apa yang Allah kehendaki dari ayat tersebut sesuai dengan kemampuan manusiawi. ( Manahilul Irfan 2/4 )

Dari berbagai pendapat ulama tentang pengertian ilmu tafsir dapat disimpulkan bahwa ilmu tafsir adalah:  Ilmu yang membahas tentang penjelasan dan penjabaran makna Al Quran sesuai dengan kemampuan manusiawi berdasarkan nash dan isyarat-isyarat yang terkandung didalamnya.

C.     Pembagian Tafsir
Tafsir ada dua jenis:
1. Tafsir bil ma’tsur ( menggunakan  ilmu yang diturunkan Allah dan Rasulnya )
2. Tafsir bi Ra’yi ( menggunakan  akal )

D.    Metode Menafsirkan Al Quran
1.     Menafsirkan Al Quran dengan Al Quran
Ibnul Qayyim Al Jauziyah berkata,” Menafsirkan Al Qur’an dengan Al Qur’an adalah metode terbaik karena Allahlah yang menurunkan Al Qur’an dan Dia yang lebih mengetahui maknanya.” ( at Tibyan fi Aqsamil Qur’an, 185)
Contoh contoh berikut menukil  dari kitab Ushul Fi Tafsir karya Syekh Muhammad Shalih al Utsaimin:
·         Firman Allah:

وَمَا أَدْرَاكَ مَا الطَّارِقُ
“ Dan tahukah kamu apakah yang datang pada malam hari?” ( QS. At Thariq:2 )

Makna dari at Thariq ditafsirkan oleh ayat ketiga:
النَّجْمُ الثَّاقِبُ
“ Yaitu bintang yang bersinar terang” ( QS. At Thariq:3 )



·         Firman Allah:

وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْقَارِعَةُ
“Dan tahukah kamu apakah hari kiamat itu?” ( QS. Al Qari’ah:3 )

Pengertian Al Qariah  ( hari kiamat ) ditafsirkan oleh ayat berikutnya:

 يَوْمَ يَكُونُ النَّاسُ كَالْفَرَاشِ الْمَبْثُوثِ
“Pada hari itu manusia seperti anai-anai ( laron ) yang beterbangan” ( QS. Al Qari’ah:4)

·         Firman Allah
أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“ Ingatlah wali-wali Allah itu tidak ada rasa takut pada mereka dan tidak bersedih hati “ ( QS. Yunus:62 )

Kalimat  أَوْلِيَاءَ اللَّهِ  (wali-wali Allah) ditafsirkan oleh ayat berikutnya”
 الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ
“ ( Yaitu ) orang-orang yang beriman dan senantiasa bertakwa”

·         Firman Allah:
                        وَالْأَرْضَ بَعْدَ ذَلِكَ دَحَاهَا
                “Dan setelah itu bumi dihamparkan” ( QS. An Naziat:30 )
                        Makna kalimat دَحَاهَا ditafsirkan oleh ayat setelahnya yaitu:                       

                 أَخْرَجَ مِنْهَا مَاءَهَا وَمَرْعَاهَا
                        “darinya dipancarkan mata air dan ditumbuhkanlah tanaman”(QS. An Naziat”31)
 
2.     Menafsirkan Al Quran dengan perkataan Rasulullah, karena Rasulullah adalah Penyampai risalah Allah, tentu beliau lebih mengetahui maksud dari firman Allah, disini Al Qur’an ditafsirkan dengan sunnah Rasulullah.
·         Contoh:

لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَة
“ Bagi orang-orang yang berbuat baik ada pahala yang terbaik dan tambahannya” ( QS. Yunus:26 )

Makna  وَزِيَادَة ( tambahannya ) diterangkan oleh hadits Rasulullah sebagai “ melihat wajah Allah Subhanahu wata’ala. Seperti disebutkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim dari hadits Abu Musa dan Ubay bin Ka’ab. Ibnu Jarir meriwayatkan hadits dari Kaab Bin Ujrah dari Suhaib bin Sinan dalam Sahih Muslim, saat hijab terbuka dan tak ada yang lebih aku sukai selain melihat wajah Allah Subhanahu wata’ala, kemudian Rasulullah membaca ayat tersebut diatas.(HR. Muslim no. 181 )
·         Contoh
وَأَعِدُّواْ لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدْوَّ اللّهِ وَعَدُوَّكُمْ (الأنفال:60
                        “Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan                         kekuatan yang kamu miliki, dari pasukan berkuda yang dapat menggentarkan                                 musuh-musuh Allah dan musuhmu ( QS. Al Anfal:60
               
                        Kemudian Rasulullah menafsirkan makna quwwah dalam haditsnya:
عَنْ أَبِي عَلِيٍّ ثُمَامَةَ بْنِ شُفَيٍّ أَنَّهُ سَمِعَ عُقْبَةَ بْنَ عَامِرٍ يَقُولُا سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُو عَلَى الْمِنْبَرِ يَقُولُ وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ أَلَا إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ أَلَا إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ أَلَا إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ
[ متفق عليه ]
Dari Abi Umamah Ali bin Syufa ia mendengar Uqbah bin Amir berkata,” Aku mendengar Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Salam berkata dari atas mimbar,” Dan persiapkanlah segala kemampuan dengan kekuatan kalian, ketahuilah kekuatan adalah melempar, kekuatan adalah melempar, kekuatan adalah melempar” ( Mutafaq Alaih )

Bersambung….