Selasa, 10 April 2018

Tiga Perkataan Imam Asy-Syafi’i Yang Belum Pernah diucapkan oleh Ulama Sebelumnya















 1.       Jika hadits itu Shahih maka ambillah, dan tinggalkan perkataanku

Ini perkataan Imam asy-Syafi’i yang dinukil oleh Abu Hatim Ibnu Hibban dari Ibnu Khuzaimah dan dari Al Muzani, “Aku mendengar Imam Asy-Syafi’i berkata:

إِذَا صَحَّ لَكُمُ الْحَدِيثُ، فَخُذُوا بِهِ، وَدَعُوا قَوْلِي

“Jika hadits itu Shahih maka ambillah, dan tinggalkan perkataanku”.

Ini adalah ucapan beliau yang sangat terkenal, sering digunakan sebagai hujjah, baik bagi pendukung atau kelompok lain yang memusuhi beliau. Ucapan yang cerdas bernas dan sarat dengan makna agung mulia, artinya hadits Nabi kedudukannya lebih tinggi dibanding dengan perkataan beliau.

2.       Aku tidaklah berdebat dengan seseorang hanya untuk menyalahkannya

Bersumber dari Ibnu Munzir, aku mendengar Al Hasan bin Muhammad Az Za’farani berkata, ia mendengar Imam As Syafi’fi berkata:

مَا نَاظَرْتُ أَحَدًا فَأَحْبَبْتُ أَنْ يُخْطِئَ

“Aku tidaklah berdebat dengan seseorang hanya untuk menyalahkannya”

Ini ucapan yang luar biasa, saat seorang yang berilmu lalu berdialog dan berdebat dengan lawan pendapat apalagi levelnya dibawah,  tentu akan sangat mudah mengalahkan dan menyalahkannya. Namun Imam Asy Syafi’I tidak lakukan itu, Itulah akhlak ulama yang sesungguhnya. Lihatlah sekarang, tidak sedikit orang berdebat dengan maksud menyalahkan orang lain dan menganggap pendapatnya paling benar.

3.      Aku ingin jika manusia tahu kitab-kitab ini, mereka tidak menisbatkannya kepadaku.

Perkataan ini dari Rabi’ bin Salman, ia mendengar Imam Syafi’i berkata:

وَدِدْتُ أَنَّ النَّاسَ لَوْ تَعَلَّمُوا هَذِهِ الْكُتُبَ، وَلَمْ يَنْسُبُوهَا إِلَيَّ

      “Aku ingin jika manusia tahu kitab-kitab ini, mereka tidak menisbatkannya kepadaku”
Itulah akhlak ulama yang patut diteladani, jadi belajarlah terus, cari guru yang banyak, jangan sombong, jangan pernah puas terhadap ilmu.

(Ibnu Abi Hatim, Adabu Asy Syafi’i wa Manaqibuhu, Beirut: Darul Kutub Al Ilmiyah, th 2003, Juz 1/ 248)

Menjelang Ashar, 10/04/2018

ANTARA MAAF, AMPUNAN DAN RAHMAT




وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ 

…Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir" (QS. Al Baqarah: 286)

Bahasa Arab Al A’fwu  (العفو  ), wa’fu ana  adalah permohonan maaf, karena ayat ini berupa perintah seseorang yang lebih rendah kedudukannya, karena ia bersalah  kepada Dzat  yang lebih tinggi kedudukannya dalam hal ini adalah Allah maka dimaknai sebagai doa. Agar 


Allah tidak mengazabnya karena lalai dalam urusan dan terbatas dalam melakukan perintah. Dalam konteks manusiawi  meminta maaf terjadi jika salah satu pihak melakukan kesalahan, baik ringan atau fatal, sehingga pihak yang bersalah meminta agar kesalahanya tersebut tidak naik ke proses lanjut.

Maghfirah adalah ampunanan, waghfirlana (ampuni kami) lebih kepada doa agar Allah menutup rapat-rapat dosa, aib dan kesalahan kita. 

Permohonan agar Allah tidak membuka aib-aib secara terang-terangan dihadapan manusia, saat masih didunia atau kelak saat Yaumul Hisab. 

Rahmat adalah kasih sayang Allah, warhamna ( rahmati kami, kasihi kami) rahmat yang meliputi ampunan dan maghfirah-Nya. Karena seseorang tidak masuk surga dengan sendirinya, atau mengandalkan amal-amalnya saja, namun Allah-lah yang menurunkan rahmat-Nya, hingga Dia memasukkan hamba-hamba-Nya ke surga.

Ketiga hal diataslah yang dibutuhkan oleh orang-orang yang bersalah pada saat yang bersamaan, ia butuh meminta maaf dan pemaafan sebagai manusia yang tak luput dari salah dosa, agar Allah tidak memproses lebih lanjut dan mengazabnya. Ia juga butuh agar Allah menutupi kesalahan-kesalahannya, tidak disebarkan ke khalayak, karena fitrah orang yang bertaubat ia pasti punya malu. Dan yang ketiga ia butuh kasih sayang Allah, saat didunia, saat menghadapi mau, saat di alam kubur dan saat Hari Perhitungan kelak.

 Akhir ayat ini tidak menyebut lafaz ربنا  (Ya Tuhan kami) tidak seperti di awalnya, mengapa? Karena seruan biasanya untuk sesuatu yang jauh. Sedangkan seorang hamba yang disiplin dalam melaksanakan perintah Allah, tunduk dan taat kepada-Nya, memohon ampun, segera bertaubat jika ia bersalah, maka Allah akan dekat dengannya,  ia tak perlu berlantang suara dalam memohon, cukup lirih saja, Allah pasti mendengar karena ia sudah dekat dengan-Nya

(Imam Ar Razi, Abu Abdillah bin Umar bin al Hasan bin Husaini At Taimy (606H), Mafatihul Ghaib, Beirut, Dar Ihya Turats, 1420H, Juz 7, h. 124)

Menjelang Dini 

0.29
06/04/2018

Selasa, 06 Maret 2018

Tafsir Surat Al Kautsar Ayat Kedua




Tafsir Surat Al Kautsar Bagian 2

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (2)
Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.


·         Mufrodat
فَصَلِّ
Maka dirikanlah shalat

لِرَبِّكَ
Karena Tuhanmu
وَانْحَرْ
Dan berkorbanlah

·         Kandungan Ayat
Setelah Allah memberikan anugerah yang banyak berupa Al Kautsar, kebaikan-kebaikan yang bergam dan sungai di surga yang diperuntukan bagi orang-orang yang beriman, pada ayat kedua ini, Allah memerintahkan kepada manusia untuk melaksanakan amalan istimewa yaitu mendirikan shalat dan berkurban.

Karena orang beriman ia akan mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah meskipun ibadah tersebut berat dan sulit. Ketika tujuannya Allah semata, maka segala tantangan berat berbekal sabar, akan mudah dilaluinya.
Firman Allah:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
‘Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam (QS. Al An’am:162)

Sedangkan orang musyrik, mereka melakukan ibadah bukan karena Allah, tidak murni dalam ibadah maupun dalam pengorbanannya.

Firman Allah:
وَلا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ
Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. (QS. Al An’am:121)

·         Makna Fashalli (فصل )

Imam Ibnu Jarir At Thabari menyebutkan makna kata “fashali” (kerjakanlah shalat), yang dimaksud shalat disini adalah:

1.      Menurut Atha yang dimaksud shalat disini adalah shalat fajar (shalat subuh) dalam pendapat lain beliau memaknai shalat adalah bersyukur kepada Allah.
2.      Ibnu Abbas memaknai sebagai shalat maktubah (shalat wajib)
3.      Qatadah memaknai sebagai shalat Idul Adha dan An Nahr artinya menyembelih hewan kurban.
4.      Mujahid memaknai an nahr adalah penyembelihan hewan qurban di Mina.
5.      Said bin Jubair menyebutkan:

كانت هذه الآية، يعني قوله: (فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ) يوم الحديبية، أتاه جبريل عليه السلام فقال: انحر وارجع، فقام رسول الله صلى الله عليه وسلم، فخطب خطبة الفطر والنحر (1) ثم ركع ركعتين، ثم انصرف إلى البُدن فنحرها، فذلك حين يقول: (فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ)

Ayat ini turun pada peristiwa Hudibiyah, saat malaikat Jibril datang dan berkata kepada Rasulullah shalalallahu alaihi wasallam, kemudian Rasul bangkit dan berkhutbah hari raya Idul Fitri dan An Nahr (Hari raya kurban), lalu beliau rukuk dua kali rukuk, setelah selesai beliau menyembelih unta, saat itu beliau menyebut ayat:
(فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ)
Dan dirikanlah shalat lalu berkurbanlah (Tafsir At Thabari,24/655)

·         Makna     وانحر (wan Nahr)

Menurut imam Al Mawardi ada lima:

1.      Sembelihlah hewan kurbanmu (Ibnu Jubair, Ikrimah, Mujahid dan Qatadah)
2.      Lanjutkan ibadahmu (Ad Dhahaq)
3.      Letakkan tangan kanan diatas tangan kiri pada waktu shalat (Ali dan Ibnu Abbas)
4.      Mengangkat tangan saat takbiratul ihram (Ali)
5.      Menghadap kiblat dalam shalat juga dalam sembelihanmu ( Abu Al Ahwash)-Tafsir Al Mawardi, 6/355)

Korelasi ayat (munasabah) dengan Perjanjian Hudaibiyah

1.      Perjanjian Hudaibiyah terjadi pada tahun ke-6 hijriyah
2.      Rasulullah bermaksud menunaikan umrah dan mengajak kaum muslimin yang berada di Madinah untuk menunaikan umrah sebagai salah satu ajaran Islam, saat Rasulullah menyampaikan mimpi beliau dengan para sahabat, sedang memasuki Masjidil Haram, mengambil kunci Ka’bah, menunaikan umrah, tawaf dan bercukur rambut (tahalul). Setelah dikabarkan mimpi tersebut, para sahabat senang sekali dan bersiap-siap untuk menuju Mekkah.
3.      Kaum muslimin berjumlah 1400 orang, keluar bersama unta-unta mereka, tanpa membawa senjata, bukti mereka tidak ingin berperang.
4.      Kaum musyrik Quraisy berusaha menghalangi kaum muslimin, setelah kaum Muslimin tiba di Usfan (sekitar 80 km dari Mekah), Busra bin Sufyun datang dengan membawa kabar tentang Quraisy yang telah mengetahui kedatangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mereka telah menyiapkan pasukan untuk menghalangi kaum Muslimin memasuki Mekah. Dan Khalid bin Walid dengan pasukan kudanya sudah sampai di daerah Kura’ al-Gamim yang jaraknya dengan Mekah sekitar 64 km.
5.      Untuk menghindari pertempuran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil jalan alternatif melalui Tsaniyyatil Mirar yaitu nama suatu tempat Hudaibiyah.
6.      Rasulullah mengirim utusan untuk bernegosiasi menegaskan bahwa kedatangan mereka adalah untuk umrah, lalu memilih Umar bin Khattab, namun Umar menolak

 يا رسول الله صلى الله عليه وسلم ليس لي بمكة أحد من بني كعب يغضب لي إن أوذيت، فأرسل عثمان بن عفان، فإن 
عشيرته بها، وإنه مبلغ ما أردت، فدعاه، وأرسله إلى قريش

 “Wahai Rasulullah saya khawatir terhadap diri saya sendiri dari orang-orang Quraisy. (karena) di Mekah tidak ada satu pun Bani Adiy bin Ka’ab yang bisa menolongku, sementara kaum Quraisy sudah mengetahui bagaimana permusuhannku dan bagaimana kerasnya aku terhadap mereka. Saya akan tunjukkan orang yang lebih terpandang di mata kaum Quraisy daripada aku yaitu Utsmân bin Affân Radhiyallahu anhu, kemudian beliau memanggil Utsman dan mengutusnya kepada Quraiys. (Shafiyurrahman al Mubarakfury, Ar Rahiqil Makhtum, 1/311)


7.      Lama berselang waktu, tersiar kabar bahwa Utsman bin Affan terbunuh, kemudian Rasulullah memanggil para sahabat untuk berjanji setia (bai’at)  untuk sabar membela Islam, setia dan siap mati untuk Islam, dan tidak akan berkhianat dalam peperangan.semua sahabat berbaiat di bawah sebuah pohon kecuali seorang munafiq yang bernama Jad bin Qais.
Baiat inilah yang dikenal dengan Baiatur Ridhwan, seperti disebutkan dalam firman Allah:
لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ.
 Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon (QS. Al Fath:18)

8.      Isi perjanjian Hudaibiyah

1.      Rasulullah tidak diperkenankan memasuki Mekkah untuk mengerjakan umrah tahun ini harus kembali, namun boleh melakukannya tahun depan.
2.      Gencatan senjata antara kedua belah pihak selama 10 tahun
3.      Suku-suku lain yang akan ingin ikut dalam perjanjian dibolehkan masuk kedalam barisan kedua belah pihak tersebut.
4.      Orang Quraisy yang melarikan diri ke Madinah tanpa izin walinya lalu bergabung dengan Rasulullah segera dikembalikan ke Mekkah, sedangkan orang Madinah melarikan diri ke Mekkah maka tidak boleh dikembalikan.

9.      Beberapa Sahabat tidak setuju dengan isi perjanjian 

1.      Ali bin Abi Thalib terdiam

Dari butir-butir perjanjian tersebut terlihat Rasulullah “mengalah” kepada Quraiys Mekkah, Beliau memanggil Ali bin Abi Thalib untuk menulis kalimat:

  
بسم الله الرحمن الرحيم

(Bismillahirrahmanirrahim) lalu seorang Quraiys bernama Suhail  datang merevisi seraya berkata,” Aku tidak mengenal Ar Rahman”, rubahlah kalimat itu dengan kalimat:
بسمك اللهم (bismika Allaumma). Lalu Suhail berkata  disini tertulis kalimat rasulullah رسو الله  ,
 ia berkata,” Jika engkau Rasul tentu kami tak kan menolakmu ke Baitullah rubahlah kalimat itu dengan namamu dan orang tuamu, 

محمد بن عبد الله  (Muhammad bin Abdullah)  lalu Nabi bersabda,” Aku adalah Rasulullah, meski engkau mendustaiku”. Dan Nabi memerintahkan kepada Ali bin Abi Thalib untuk merubahnya, namun Ali tidak setuju dan cenderung diam, hingga akhirnya Nabi menghapusnya dengan tangannya sendiri.

2.      Umar bin Khattab

Salah seorang sahabat yang merasa paling terpukul adalah Umar bin Khattab dalam dialognya dengan Rasulullah:

يا رسول الله ألسنا على حق وهم على باطل؟ قال: بلى. قال: أليس قتلان في الجنة وقتلاهم في النار؟ قال: بلى. قال: ففيم نعطي الدنية في ديننا، ونرجع ولما يحكم الله بيننا وبينهم، قال: «يا ابن الخطاب إني رسول الله ولست أعصيه، وهو ناصري، ولن يضيعني أبدا» قال: أو ليس كنت تحدثنا أنا سنأتي البيت فنطوف به؟ قال: بلى، «فأخبرتك أنا نأتيه العام؟ قال: لا. قال: فإنك آتيه ومطوف به
Wahai Rasulullah bukankah kita dalam kebenaran dan mereka dalam kebathilan? Nabi menjawab,” Tentu”. Bukanlah kita jika terbunuh masuk surga dan mereka masuk neraka?”. Nabi menjawab,”Tentu”. Umar berkata,”Mengapa kita merendahkan agama kita”? maka hendaknya kita kembali kepada hukum Allah antara kita dan mereka”. Nabi bersabda,”Wahai Ibnu Khattab aku adalah Rasulullah, aku tak bermaksiat kepada Allah, Dia adalah penolongku, Dia tak kan meninggalkanku selamanya”. Umar berkata,”Bukankah engkau mengatakan kepada kami bahwa kita akan tawaf di Baitullah?”. Nabi bersabda,”Benar, (akan tetapi) apakah aku mengatakan kepadamu bahwa kita akan mendatangingya pada tahun ini?” Umar berkata,Tidak”. Lalu Nabi bersabda,” Sesungguhnya engkau akan mendatanginya dan melakukan thawaf.” ( Shafiyurrahman Al Mubarakfuri, Ar Rahiqil Makhtum,(Beirut: Darul Hilal) juz 1/317)
Dengan gundah, kemudian Umar mendatangi Abu Bakar Radhiyallahu anhu dan mengutarakan perkataan yang sama seperti yang diutarakan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Kemudian Abu Bakar Radhiyallahu anhu mengingatkan Umar Radhiyallahu anhu , “Sesungguhnya ia adalah benar-benar utusan Allah dan dia tidak sedang bermaksiat kepada Rabbnya dan Dialah penolongnya, patuhilah perintahnya ! Demi Allâh Azza wa Jalla sesungguhnya ia di atas kebenaran. (HR. al-Bukhari/al-Fath (11/167- 178/ no:2731,2732) dan (12/271/ no:3182) dan Muslim (3/1412/no:1785) dan Ahmad (4/325) dengan sanad yang hasan)

10.  Nabi tahalul

Diceritakan dalam ar Rahiqil Makhtum kisah tahalulnya Rasulullah:

 

ولما فرغ رسول الله صلى الله عليه وسلم من قضية الكتاب قال: قوموا، فانحروا، فو الله ما قام منهم أحد حتى قال ثلاث مرات، فلما لم يقم منهم أحد قام فدخل على أم سلمة، فذكر لها ما لقي من الناس، فقالت: يا رسول الله أتحب ذلك؟ أخرج، ثم لا تكلم أحدا كلمة حتى تنحر بدنك، وتدعو حالقك فيحلقك، فقام فخرج فلم يكلم أحدا منهم حتى فعل ذلك، نحر بدنه، ودعا حالقه فحلقه، فلما رأى الناس ذلك قاموا فنحروا، وجعل بعضهم يحلق بعضا

Setelah selesai persoalan penulisan perjanjian, nabi bersabda,”Bangkitlah semua dan sembelihlah hewan, namun tak seorangpun menyambutnya hingga beliau memanggil sebanyak tiga kali. Lalu Beliau menemui kepada Ummu Salamah dan menceritakan hal yang terjadi, lalu Ummu Salamah berkata,”Wahai Rasulullah, apakah engkau ingin mereka mengikutimu?”.” Keluarlah, jangan bicara kepada seorangpun hingga engkau menyembelih untamu, kau panggil tukang cukurmu untuk mencukurmu, lalu Nabi keluar, tidak bicara kepada siapapun dan melakukan apa yang disampaikan oleh Ummu Salamah. Saat orang-orang melihat, mereka melakukan apa yang Rasulullah lakukan dan memoton hewan, mereka saling bercukur seolah seperti hendak membunuh satu sama lain. (ar Rahiqil Makhtum, 1/314)

والله أعلم