Rabu, 23 Mei 2018


Apakah hukum mencium  aroma makanan sehingga mengundang nafsu makan membatalkan puasa?

Jawaban:

Tidak mengapa mencium aroma makanan ketika sedang berpuasa, asalkan tidak menjadi hobi yang diperturutkan, apalagi ia sedang berpuasa.

Syekh Sulaiman bin Manshur al Jamal menyebutkan:

لانه ليس عينا ويؤخذ من هذا أن وصول الدخان الذي فيه رائحة البخور أو غيره   إلا جوفه لا يضر

Karena itu bukan materi, dari sini bahwasanya sampainya asap aroma wewangian atau lainnya terhirup kerongga perut tidak masalah (Hasyiyah Al Jamal, 2/318).

Adapun terkait mencicipi makanan hukumnya, boleh selama tidak berlebihan dan tidak tertelan.

لا بأس أن يذوق الطعام ؛ الخل أو الشيء ما لم يدخل حلقه وهو صائم

Ibnu Abbas berkata,” Tidak mengapa mencicipi makanan , cuka atau sejenisnya, selama tidak sampai tertelan saat sedang berpuasa” (HR Al Baihaqi, Abi Syaibah dalam Sunan Al Kubra)

Kesimpulan:

Saat berpuasa, sebaiknya dihindari mendekati makanan atau minuman karena khawatir memicu nafsu makan dan akhirnya tergiur membatalkannya. Perbanyak ibadah atau tilawah.

Bagaimana Hukum Berwudhu yang airnya tertelan?


Tanya:

Pak ustaz, saya berwudhu, nah kan ada sisa air wudhu yang masih ada di mulut, bagaimana hukumnya jika tertelan, terimakasih?

Jawab:

Ada dua kondisi jika air tertelan, sengaja dan tidak sengaja. 

Pertama, Jika sengaja maka hukumnya jelas batal karena dengan kesengajaan untuk membatalkan puasanya misalnya karena haus saat siang hari. 

Kedua, jika tertelan tidak sengaja maka tidak batal, seperti air sisa kumur kumur, berdasarkan hadits:

فقال رسول الله صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّم: أرأيت لو تمضمضت بماء وأنت صائم؟ قلت: لا بأس بذلك

Rasulullah SAW berkata, "Tidakkah kamu tahu hukumnya bila kamu berkumur dalam keadaan berpuasa?" Aku menjawab, "Tidak membatalkan puasa” (HR. Ahmad dan Abu Daud)

Juga disebutkan dalam hadits lain:

وَعَنْ لَقِيطِ بْنُ صَبْرَةَ, قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ أَسْبِغْ اَلْوُضُوءَ, وَخَلِّلْ بَيْنَ اَلْأَصَابِعِ, وَبَالِغْ فِي اَلِاسْتِنْشَاقِ, إِلَّا أَنْ تَكُونَ صَائِمًا أَخْرَجَهُ اَلْأَرْبَعَةُ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَة

Dari Laqith bin Shabrah ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sempurnakanlah wudhu’, dan basahi sela jari-jari, perbanyaklah dalam istinsyak (memasukkan air ke hidung), kecuali bila sedang berpuasa." (HR. Ibnu Khuzaemah- Shahih).

Kesimpulan: 

Sejauh mungkin menjaga diri agar air sisa wudhu agar tidak tertelan dan berhati-hati, kemudian karena sulit kondisi ini karena air pasti bercampur denga air liur, maka berdasarkan hadits diatas, tidak batal.

Wallahu A’lam


Kamis, 19 April 2018

Keutamaan Bulan Sya’ban


وَسُمِّيَ شَعْبَانُ لِتَشَعُّبِهِمْ فِيْ طَلَبِ الْمِيَاهِ أَوْ فِيْ الْغَارَاتِ بَعْدَ أَنْ يَخْرُجَ شَهْرُ رَجَبِ الْحَرَامِ وَهَذَا أَوْلَى مِنَ الَّذِيْ قَبْلَهُ وَقِيْلَ فِيْهِ غُيْرُ ذلِكَ
 .
“Dinamakan Sya’ban karena mereka berpencar-pencar mencari air atau di dalam gua-gua setelah bulan Rajab Al-Haram. Sebab penamaan ini lebih baik dari yang disebutkan sebelumnya. Dan disebutkan sebab lainnya dari yang telah disebutkan. Fathul-Bari (IV/213), Bab Shaumi Sya’ban.

ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ 
عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

Bulan Sya’ban –bulan antara Rajab dan Ramadhan- adalah bulan di saat manusia lalai. Bulan tersebut adalah bulan dinaikkannya berbagai amalan kepada Allah, Rabb semesta alam. Oleh karena itu, aku amatlah suka untuk berpuasa ketika amalanku dinaikkan.” (HR. An-Nasa’i no. 2359. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).

يَطَّلِعُ اللَّهُ إِلَى جَمِيعِ خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إِلَّا لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ

Allah mendatangi seluruh makhluk-Nya pada malam Nisfu Sya’ban. Dia pun mengampuni seluruh makhluk kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.”

Apa saja amalan pada bulan Sya’ban:
1.       
Segera melunasi hutang puasa

كَانَ يَكُونُ عَلَىَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِىَ إِلاَّ فِى شَعْبَانَ

Aku masih memiliki utang puasa Ramadhan. Aku tidaklah mampu mengqodho’nya kecuali di bulan Sya’ban.” Yahya (salah satu perowi hadits) mengatakan bahwa hal ini dilakukan ‘Aisyah karena beliau sibuk mengurus Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Bukhari no. 1950 dan Muslim no. 1146)

2.      Perbanyak amal dengan membaca Al Qur’an

كَانَ عَمْرٌو بْنِ قَيْسٍ إِذَا دَخَلَ شَهْرُ شَعْبَانَ أَغْلَقَ حَانَوَتَهُ وَتَفْرُغُ لِقِرَاءَةِ القُرْآنِ

‘Amr bin Qois ketika memasuki bulan Sya’ban, beliau menutup tokonya dan lebih menyibukkan diri dengan Al Qur’an.

3.      Perbanyak amal shalih

Abu Bakr Al Balkhi berkata,

شَهْرُ رَجَبٍ شَهْرُ الزَّرْعِ ، وَشَهْرُ شَعْبَانَ شَهْرُ سَقْيِ الزَّرْعِ ، وَشَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرُ حِصَادِ الزَّرْعِ

“Bulan Rajab saatnya menanam. Bulan Sya’ban saatnya menyiram tanaman dan bulan Ramadhan saatnya menuai hasil.

4.       Bertaubat dari syirik dan permusuhan

إِنَّ اللَّهَ لَيَطَّلِعُ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ, فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ, إِلاَّ لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ.

Sesungguhnya Allah muncul di malam pertengahan bulan Sya’ban dan mengampuni seluruh makhluknya kecuali orang musyrik dan musyahin

Selasa, 10 April 2018

Tiga Perkataan Imam Asy-Syafi’i Yang Belum Pernah diucapkan oleh Ulama Sebelumnya















 1.       Jika hadits itu Shahih maka ambillah, dan tinggalkan perkataanku

Ini perkataan Imam asy-Syafi’i yang dinukil oleh Abu Hatim Ibnu Hibban dari Ibnu Khuzaimah dan dari Al Muzani, “Aku mendengar Imam Asy-Syafi’i berkata:

إِذَا صَحَّ لَكُمُ الْحَدِيثُ، فَخُذُوا بِهِ، وَدَعُوا قَوْلِي

“Jika hadits itu Shahih maka ambillah, dan tinggalkan perkataanku”.

Ini adalah ucapan beliau yang sangat terkenal, sering digunakan sebagai hujjah, baik bagi pendukung atau kelompok lain yang memusuhi beliau. Ucapan yang cerdas bernas dan sarat dengan makna agung mulia, artinya hadits Nabi kedudukannya lebih tinggi dibanding dengan perkataan beliau.

2.       Aku tidaklah berdebat dengan seseorang hanya untuk menyalahkannya

Bersumber dari Ibnu Munzir, aku mendengar Al Hasan bin Muhammad Az Za’farani berkata, ia mendengar Imam As Syafi’fi berkata:

مَا نَاظَرْتُ أَحَدًا فَأَحْبَبْتُ أَنْ يُخْطِئَ

“Aku tidaklah berdebat dengan seseorang hanya untuk menyalahkannya”

Ini ucapan yang luar biasa, saat seorang yang berilmu lalu berdialog dan berdebat dengan lawan pendapat apalagi levelnya dibawah,  tentu akan sangat mudah mengalahkan dan menyalahkannya. Namun Imam Asy Syafi’I tidak lakukan itu, Itulah akhlak ulama yang sesungguhnya. Lihatlah sekarang, tidak sedikit orang berdebat dengan maksud menyalahkan orang lain dan menganggap pendapatnya paling benar.

3.      Aku ingin jika manusia tahu kitab-kitab ini, mereka tidak menisbatkannya kepadaku.

Perkataan ini dari Rabi’ bin Salman, ia mendengar Imam Syafi’i berkata:

وَدِدْتُ أَنَّ النَّاسَ لَوْ تَعَلَّمُوا هَذِهِ الْكُتُبَ، وَلَمْ يَنْسُبُوهَا إِلَيَّ

      “Aku ingin jika manusia tahu kitab-kitab ini, mereka tidak menisbatkannya kepadaku”
Itulah akhlak ulama yang patut diteladani, jadi belajarlah terus, cari guru yang banyak, jangan sombong, jangan pernah puas terhadap ilmu.

(Ibnu Abi Hatim, Adabu Asy Syafi’i wa Manaqibuhu, Beirut: Darul Kutub Al Ilmiyah, th 2003, Juz 1/ 248)

Menjelang Ashar, 10/04/2018