Selasa, 27 September 2016

SETIAP MUSLIM BERSAUDARA, BERDAMAILAH




إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Sesungguhnya orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (QS. Al Hujurat [49]:10)

Tinjauan Bahasa


إِخْوَةٌ

Bersaudara

فَأَصْلِحُوا

damaikanlah (perbaikilah hubungan)

Kandungan Ayat

Ayat ini memiliki korelasi dengan ayat sebelumnya, yaitu saat dua golongan kaum muslimin berselisih pendapat bahkan terbawa dalam peperangan seperti kisah dalam perang Shiffin dan Perang Jamal. Al Qurthubi dalam Tafsirnya menyebutkan bahwa Ahlul Bagy (Pihak yang melawan pemerintahan yang sah) mereka masih sama-sama beriman kepada Allah. Buktinya adalah Allah masih menyebut mereka sebagai  ikhwatan mukminin (saudara seiman) meski mereka membelot Al Harits bin Al A’war berkata,” Ali bin Abi Thalib menceritakan, saat ditanya apakah Ahlul Baghy musyrik? Ali bin Abi Thalib menjawa,” Tidak”. Mereka bertanya kembali,” Apakah mereka munafiq?’. Ali bin Abi Thalib menjawab,”Tidak, karena kaum munafik tidak mengingat dan menyebut nama Allah melainkan hanya sedikit. Mereka bertanya kembali,” Lalu bagaimana keadaan mereka?”. Lalu Ali bin Abi Thalib menjawab:[1]
إخواننا بغوا علينا.
Mereka adalah saudara kami yang membelot dari kami

Seorang muslim itu bersaudara, dalam agama dan kehormatan, bukan hanya dalam nasab. Karena ikatan persaudaraan secara agama lebih kokoh dibanding ikatan persaudaraan karena nasab. Buktinya, ikatan persaudaraan karena nasab bisa terputus karena murtad (keluar) dari agama Islam, sehingga tidak memiliki hak-hak semestinya dalam agama, misal, hak waris. Salah satu yang menyebabkan terputusnya hak waris adalah jika ahli waris berbeda agama dengan si mayit.
 Syekh Wahbah Zuhaili mengungkapkan bahwa setiap muslim harus mewaspadai terjadinya sengketa yang terjadi antara dua orang muslim. Karena akibat sengketa tersebut bisa meluas sehingga menyebar menjadi perselisihan dua golongan besar dari kaum muslimin. Dan persaudaraan yang sebenarnya adalah persaudaraan dua orang mukmin.

كلمة إِنَّمَا للحصر تفيد أنه لا أخوة إلا بين المؤمنين، ولا أخوة بين المؤمن والكافر، لأن الإسلام هو الرباط الجامع بين أتباعه، وتفيد أيضا أن أمر الإصلاح ووجوبه إنما هو عند وجود الأخوة في الإسلام، لا بين الكفار

Kalimat “Innama” fungsinya sebagai pembatas ( lil hashr) maksudnya adalah tiada persaudaraan kecuali antara sesama mukmin. Tidak ada persaudaraan antara mukmin dan kafir. Karena Islam merupakan pemersatu diantara pengikutnya. Ayat ini juga memiliki maksud bahwa wajibnya perdamaian (islah) jika terdapat persaudaraan seagama islam, bukan dengan orang kafir.[2]

Hadits-Hadits Tentang Persaudaraan Muslim

1.      Sesama muslim ibarat satu tubuh


عَن النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ"مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوادِّهم وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَوَاصُلِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ الْوَاحِدِ، إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بالحُمَّى والسَّهَر

“Dari Nu’man bin Basyir berkata,” Telah bersabda Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda,” Perumpamaan mukmin dalam berkasih sayang dan interaksinya, seperti satu tubuh, jika salah satu anggota tubuh merasa sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan dengan panas dan terjaga.”(HR. Bukhari No. 6011, Muslim No.  2586)

2.      Dilarang berbuat zalim dan membiarkan saudara

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ، حَدَّثَنَا اللَّيْثُ، عَنْ عُقَيْلٍ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ أَنَّ سَالِمًا أَخْبَرَهُ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، أَخْبَرَهُ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «المُسْلِمُ أَخُو المُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يُسْلِمُهُ، وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ، وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً، فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ يَوْمِ القِيَامَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ القِيَامَةِ
“Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair, telah bercerita kepada kami Al Laits dari ‘Uqail dari Ibnu Syihab bahwasanya Salim mengabarkan kepadanya, bahwasanya Abdullah bin Umar Radhiyallahuanhuma mengabarkannya,” bahwasanya Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabda,” Seorang muslim adalah bersaudara, tidak boleh berbuat zalim, dan tidak boleh membiarkannya (cuek). Barangsiapa yang menolong keperluan saudaranya, maka Allah akan memenuhi hajatnya, barangsiapa yang menolong kesulitan saudaranya maka Allah akan menolong kesulitannya pada hari kiamat, barang siapa yang menutupi aib saudaranya, maka Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat.”[3] ( HR. Bukhari)


3.      Allah akan menolong hamba, selama ia menolong saudaranya


وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ

Allah akan menolong hamba-Nya, selama ia menolong saudaranya ( HR. Muslim, No. 2699)


4.      Doa saudara Muslim terkabul

عن أبي الدرداء رضي الله عنه قال: قال رسول اللهِ صلى الله عليه وسلم "إِذَا دَعَا الْمُسْلِمُ لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ قَالَ الْمَلَكُ: آمِينَ، وَلَكَ بِمِثْلِهِ

Dari Abu Darda berkata,”Rasulullah Shalallahu Alaihi wa sallam bersabda,”Jika seorang muslim mendoakan saudaranya diam-diam, malaikat berkata,”Amiin” bagimu demikian”. (HR. Muslim No. 2732)

 
5.      Tidak boleh merendahkan dan meremehkan

اَلْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يَخْذُلُهُ وَلاَ يَحْقِرُهُ اَلتَّقْوَى هَهُنَا يُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ : بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَعِرْضُهُ وَمَالُهُ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ 
.
Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya. Ia tidak boleh tidak menzaliminya, merendahkannya dan tidak pula meremehkannya. Taqwa adalah di sini. – Beliau menunjuk dadanya tiga kali-. (kemudian beliau bersabda),”Cukuplah seseorang dikatakan buruk bila meremehkan saudaranya sesama muslim. Seorang Muslim terhadap Muslim lain; haram darahnya, kehormatannya dan hartanya. [HR. Muslim No.2564 dari Hadits Abu Hurairah)

6.      Larangan tidak bertegur sapa melebihi tiga hari

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى، قَالَ: قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَزِيدَ اللَّيْثِيِّ، عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثِ لَيَالٍ، يَلْتَقِيَانِ فَيُعْرِضُ هَذَا وَيُعْرِضُ هَذَا، وَخَيْرُهُمَا الَّذِي يَبْدَأُ بِالسَّلَامِ»

“Telah berkata bercerita kepada kami Yahya bin Yahya, ia berkata,” Aku membaca atas Malik dari Ibnu Syihab dari Atha bin Yazid Al  Laitsi dari Abu Ayub Al Anshari, bahwasanya Rasulullah bersabda,” Tidak dihalalkan bagi seorang muslim berpaling dari saudaranya melebihi tiga hari, mereka bertemu namun saling menghindari, yang paling baik diantara mereka adalah yang terdahulu memulai salam.” (HR. Muslim No. 2650)


7.      Sesama muslim saling menguatkan

اَلْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Seorang mukmin bagi mukmin lainnya laksana bangunan, satu sama lain saling menguatkan. [Muttafaq ‘Alaihi].

Menurut As Sa’di persaudaraan sesama muslim tidaklah terpisah dengan batas-batas wilayah, artinya dimanapun muslim berada, selama beriman kepada Allah, para rasul, Malaikat, Kitab-kitab, hari akhir dan takdir maka mereka adalah saudara seiman yang memiliki ukhuwah imaniyah.[4]

Sayid Qutub mengatakan,” 

ومما يترتب على هذه الأخوة أن يكون الحب والسلام والتعاون والوحدة هي الأصل في الجماعة المسلمة

Sudah semestinya ukhuwah menjadi landasan bagi Jamaah kaum muslimin dengan  pondasinya cinta, salam (damai), kerjasama, dan persatuan.[5]

فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ
Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu

Kewajiban mendamaikan saudara seiman yang bertikai hendaklah dengan prinsip-prinsip keadilan, agar tujuan utama perdamaian tercapai.[6]

Kesimpulan

1.      Setiap muslim adalah bersaudara yaitu ikatan persaudaraan Islam merupakan ikatan akidah, lebih kokoh dari sekedar ikatan nasab, karena ikatan nasab bisa terputus jika berubah agamanya.

2.      Setiap muslim memiliki hak-hak dan keutamaan, ibarat satu tubuh yang memiliki peran dan kesatuan gerak.

3.      Hendaklah mendamaikan saudara muslim yang bertikai dengan tetap mengedepankan prinsip-prinsip keadilan.

والله أعلم


[1] Al Qurthubi, Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an, ( Kairo: Dar Al Kutub Al Ilmiyah, 1384H) j. 16 h. 324
[2] Wahbah Az Zuhaily, Tafsir Al Munir, (Damaskus: Dar Al Fikr, 1418H), J. 26 h. 239
[3]  Imam Al Bukhari Shahih al Bukhari,  ( Dar Tuq An Najah, 1422H) j. 3 h. 128 No. 2442, Sahih Muslim No.  2580
[4] Abdurrahman Nashir As Sa’di, Taisir al Karim Ar Rahman Fi Tafsir Kalam Al Mannan, (Muasasah Ar Risalah, 1420H) j 1. H. 800
[5]  Sayid Qutub, Fi Zilalil Qur’an, ( Beirut: Dar As Syuruq,  1412H) J. 6 h. 3343
[6] Ibnu Asyur, At Tahrir wa Tanwir, (Tunis, Dar Tunis Lin Nasyr, 1984) J. 26 h. 246

Tidak ada komentar:

Posting Komentar