Katak (Anura) adalah binatang amfibi
hidup didua alam, pemakan serangga yang hidup di air tawar atau di daratan,
berkulit licin, berwarna hijau atau merah kecokelat-cokelatan, kaki belakang
lebih panjang, pandai melompat dan berenang; sedangkan kodok, nama lain dari bangkong (bahasa Inggris: toad), memiliki kulit
yang kasar dan berbintil-bintil atau berbingkul-bingkul, kerap kali kering, dan
kaki belakangnya sering pendek saja, sehingga kebanyakan bangsa kodok kurang
pandai melompat jauh.
Katak
tergolong dalam ordo Anura, yaitu golongan amfibi tanpa ekor. Padaordo
Anura terdapat lebih dari 250 genus yang terdiri dari 2600 spesies.
Berikut ini terdapat 4 jenis katak di Indonesia yang dapat dikonsumsi oleh
masyarakat, yaitu:
1. Rana
cancrivora (katak sawah), hidup di sawah-sawah. Salah satu cirinya
terdapat bercak-bercak coklat tua pada punggung dari depan sampai belakang.
Ukuran badannya dapat mencapai 10 cm. Warna dagingnya putih.
2. Rana
Macrondo (katak hijau), yang berwarna hijau dan dihiasi totol-totol
coklat kehijauan. Badan bagian depan lebih tinggi dibandingkan badan bagian
belakang. Katak ini dapat tumbuh mencapai 15 cm. Pahanya panjang dan dagingnya
berwarna kekuningan. Hidup di sungai-sungai, dapat juga hidup di sawah-sawah.
3. Rana
Limnocharis (katak rawa), mempunyai daging yang rasanya paling enak,
ukurannya hanya 8 cm. Ciri lain dari katak ini adalah mempunyai warna kulit
coklat dengan totol-totol coklat gelap.
4. Rana
Musholini (katak batu atau raksasa). Ciri khas dari katak ini adalah
kepala berbentuk pipih dan moncong halus berbentuk segitiga, ujung moncong ada
yang runcing dan ada pula yang tumpul. Gendang telinganya terlihat jelas. Pada
kelopak matanya terdapat bintil-bintil. Pada bagian kepala dan punggung warna
kulitnya coklat kelabu muda atau kelabu hitam sampai hitam dengan bercak-bercak
hitam dan coklat. Pada bagian perut warna kulitnya putih bersih dan secara umum
seluruh permukaan kulitnya baik punggung maupun perut bila diraba terasa lebih
halus. Katak ini hanya terdapat di Sumatera terutama Sumatera Barat. Mencapai
berat 1,5 kg dan panjangnya mencapai 22 cm
Hukum memakan
daging Kodok adalah Haram
Dalam Kitab
Nailul Authar disebutkan bahwa katak merupakan binatang yang haram dibunuh, dan
para ulama menyebutkan bahwa binatang yang dilarang di bunuh maka dagingnya
juga haram dimakan.
وَرَوَى الْبَيْهَقِيُّ مِنْ حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ النَّهْيَ
عَنْ قَتْلِ الصُّرَدِ وَالضُّفْدَعِ وَالنَّمْلَةِ وَالْهُدْهُدِ
“Diriwayatkan oleh Al Baihaqi, dari Abu Hurairah bahwa ada
larangan membunuh,burung Shurad (sejenis pipit), katak, semut dan burung Hud-Hud.
Ketika
menjelaskan hadis dari Abdurrahman bin Utsman, As-Syaukani menyatakan,
ﻓِﻴﻪِ ﺩَﻟِﻴﻞٌ ﻋَﻠَﻰ
ﺗَﺤْﺮِﻳﻢِ ﺃَﻛْﻠِﻬَﺎ ﺑَﻌْﺪَ ﺗَﺴْﻠِﻴﻢٍ، ﺃَﻥَّ ﺍﻟﻨَّﻬْﻲَ ﻋَﻦْ ﺍﻟْﻘَﺘْﻞِ ﻳَﺴْﺘَﻠْﺰِﻡُ
ﺗَﺤْﺮِﻳﻢَ ﺍﻟْﺄَﻛْﻞ
Hadis ini dalil haramnya memakan katak, setelah kita menerima
kaidah, bahwa larang membunuh berkonsekuensi haram untuk dimakan.
( Nailul Authar, 8/143)
Bagaimana Fatwa MUI tentang Katak?
MEMAKAN DAN MEMBUDIDAYAKAN KODOK
Rapat Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia,
yang diperluas dengan beberapa utusan Majelis Ulama Daerah, beberapa Dekan Fakultas
Syari'ahIAIN dan tenaga-tenaga ahli dari Institut Pertanian Bogor, yang
diselenggarakan pada hari senin, 18 Shafar 1405 H. (12 Nopember 1984 M.) di
Masjid Istiqlal Jakarta, setelah :
Menimbang :
Bahwa akhir-akhir ini telah tumbuh dan
berkembang usaha pembudidayakan kodok oleh sebagian para petani ikan.
Mendengar :
a. Pengarahan Ketua Umum Majelis Ulama
Indonesia dan Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia.
b. Keterangan para ahli perikanan tentang
kehidupan kodok dan peternakannya.
c. Makalah-makalah dari Majelis Ulama
Daerah Sumatera Barat, NTB, IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, IAIN Walisongo
Semarang.
d. Pembahasan para peserta dan
pendapat-pendapat yang berkembang dalam sidang tersebut.
Memperhatikan dan memahami :
a. Ayat-ayat al-Qur’an dan as-Sunnah, serta
kaidah-kaidah fiqhiyah antara lain :
1. Surat al-An’am ayat 145
“Katakanlah : Tiada aku peroleh dalam wahyu
yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak
memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yangmengalir atau
daging babi karena sesungguhnya semua itu adalah kotor ataubinatang yang
disembelih atas nama selain Allah.”
2. Surat al-Mai’dah ayat 96
“Dahalalkan bagimu binatang buruan laut dan
makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi
orang orang yang dalam perjalanan.
3. Surat Al-A’raf, ayat 157
“Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik
dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk”.
b. Hadits-hadits Nabi Muhammad SAW :
“Dari Abdurrahman bin Utsman Al Quraisy
bahwanya seorang tabib (dokter) bertanya kepada Rasulullah SAW, tentang kodok
yang dipergunakan dalam campuran obat, maka Rasulullah SAW melarang
membunuhnya.” (Ditakharijkan oleh Ahmad dan dishahihkan Hakim, ditakhrijkannya
pula Abu Daud dan Nasa’I).
c. Memanfaatkan kulit bangkai selain
anjing dan babi, melalui proses penyamakan, dibolehkan menurut ajaran agama.
d. Semua binatang yang hidup menurut
jumhur ulama hukumnya tidak najis kecuali anjing dan babi.
e. Khusus mengenai memakan daging kodok,
jumhur ulama berpendapat tidak halal, sedangkan sebagian ulama yang seperti
Imam Malik menghalalkan.
f. Menurut keterangan tenaga ahli dari
Institut Pertanian Bogor Dr. H. Mahammad Eidman M.Sc. bahwa dari lebih kurang
150 jenis kodok yang berada di Indonesia baru 10 jenis yang diyakini tidak
mengandung racun, yaitu :
1. Rana Macrodon
2. Rana Ingeri
3. Rana Magna
4. Rana Modesta
5. Rana Canerivon
6. Rana Hinascaris
7. Rana Glandilos
8. Hihrun Arfiki
9. Hyhrun Pagun
10. Rana Catesbiana
Maka dengan bertawakal kepada Allah SWT,
sidang :
MEMUTUSKAN
1. Membenarkan adanya pendapat Mazhab
Syafii/jumhur Ulama tentang tidak halalnya memakan daging kodok, dan
membenarkan adanya pendapat Imam Maliki tentang halalnya daging kodok tersebut.
2. Membudidayakan kodok hanya untuk
diambali manfaatnya, tidak untuk dimakan. Tidak bertentang dengan ajaran Islam.
Jakarta, 18 Shafar 1405 H
12 Nopember 1984 M
KOMISI FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua
PROF.KH.IBRAHIM
Sekretaris
H.MAS’UD
** Kesimpulan dari fatwa MUI adalah
memperbolehkan budidaya kodok dan menetapkan keharaman mengkonsumsi kodok
mengikuti pendapat mayoritas ulama’.