Senin, 25 November 2013

Bahaya Lisan



Lidah tak bertulang, begitu kata pepatah. Kecil bentuknya, namun besar  dampak yang ditimbulkannya. Dengan lisan bisa terjadi kesepakatan dan perdamaian, dengannya pula  api perselisihan dan permusuhan bisa berkobar.
Hasan Al Bashri berkata,” Lisan seorang mukmin ada di belakang hatinya, jika ia hendak berkata ia akan memikirkan akibatnya, sedangkan lisan seorang munafik ada didepan hatinya, ia berkata-kata tanpa berfikir akibatnya”
Secara fisik nikmat lidah wajib disyukuri, ia sebagai alat pengecap rasa, membolak-balik makanan didalam mulut hingga mendorongnya kedalam kerongkongan, maka tak heran jika seseorang menderita sariawan dilidah, lezatnya makanan tidak dapat diniikmati secara sempurna.
Nikmat ini disebutkan secara khusus oleh Allah didalam Al Qur’an:
Bukankah  Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata. Lidah dan dua bibir
( Al Balad:8-9 )
Lisan ibarat pisau bermata dua, jika digunakan dalam ketaatan, membaca Al Qur’an dan kebaikan lain, akan mendatangkan ridha Allah dan pahala,  itulah bentuk kesyukuran, namun jika dipergunakan untuk keburukan dan fitnah akan mendatangkan murka Allah dan dosa, itulah bentuk kufur nikmat.
Mengapa perlu waspada terhadap bahaya lisan?
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam telah menjelaskan dalam banyak hadits terkait dengan lisan diantaranya:
1.       Menyandingkan lisan dengan keimanan

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda,” Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia berkata baik atau diam ( Bukhari,6018, Muslim,47 )

Iman adalah bekal manusia menuju Allah, ia juga penyelamat dari azab kubur dan siksa neraka. Ketika lisan di sandingkan dengan keimanan berarti ia pun memiliki kedudukan istimewa dan menentukan dalam esensi keimanan. Hadits di atas menunjukkan jika lisan seseorang baik dalam bertutur kata, itu adalah refleksi keimanan didalam hatinya, begitupula jika lisan seseorang gemar berkata kotor, menyakiti orang lain dan tidak terkontrol, itu merupakan cerminan imannya.

2.       Lisan sumber ridha Allah

Rasulullah bersabda,” Seseorang mengucapkan perkataan tanpa disadarinya mengandung ridha Allah pada hari kiamat dan seseorang mengucapkan perkataan tanpa disadarinya mengandung murka Allah pada hari kiamat ( Bukhari, 7/79 )

Semua perkataan yang keluar dari lisan, aka nada perhitungannya di sisi Allah, baik dan buruk.  Perkataan yang baik selain menentramkan hati juga akan dibalas dengan kebaikan dan keridhaan Allah kelak, sedangkan perkataan yang buruk membuat hati gundah dan tidak tenang akan dibalas kelak dengan kemurkaan Allah pada hari kiamat. Semua tercatat rapi disisi Allah.

Firman Allah:

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلاَّ لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. ( Qaf:18)

Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini,” Malaikat menulis semua perkataan baik maupun buruk dari anak Adam. Hingga perkara kecil seperti makan, minum, bepergian, datang dan melihat sesuatu, ketika sampai pada hari Kamis, di beberkanlah semuanya dihadapan Allah.( Tafsir Ibnu Katsir,519)

3.       Tanda lurusnya hati
Rasulullah bersabda,” Tidak lurus iman seseorang hingga lurus hatinya, dan tidak lurus hati seseorang hingga lurus lisannya”.( HR. Ahmad )

Jelaslah bahwa lisan itu cerminan dari hati dan iman seseorang. Hati yang bersih menjadi tempat yang subur bagi keimanan. Hati yang kotor menyebabkan iman rusak dan lisan yang tak terjaga.

4.       Muslim yang baik selamat lisannya
Rasulullah bersabda,” Seorang muslim adalah yang orang lain selamat dari lisan dan tangannya.”( Ahmad,2/7086)

Seorang muslim ibarat lebah, dimana ia hingga tidak pernah membuat onar dan kerusakan. Lebah akan mengeluarkan madu nan manis yang sangat bermanfaat. Begitulah seorang muslim, kata-kata yang keluar dari lisannya tidak pernah menyakiti orang lain, sikapnya menarik dan akhlaknya mulia. Imannya tercermin dari perilaku yang membuat ketenangan  dimanapun ia berada. Setiap orang yang bertetangga dengan muslim, mereka akan mengambil kebaikan darinya. Karena muslim yang baik, akan menjadi panutan bagi masyarakat sekitarnya.

5.       Lisan jaminan masuk surga
Rasulullah bersabda,” Dari Sahl bin Saad Rasulullah bersabda,” Barangsiapa yang dapat menjamin kepadaku untuk menjaga apa yang ada di antara kedua janggutnya ( lisan ) dan kedua kakinya ( kemaluan ), aku menjaminya dengan surga.( Bukhari,6109)

Surga adalah dambaan setiap insan, disana kenikmatan abadi disediakan Allah bagi hamba-hamba –Nya. Surga yang luasnya seluas langit dan bumi sangatlah menarik hati setiap orang beriman. Salah satu jaminan dari Allah agar masuk surga adalah terjaganya lisan dari perkataan yang tidak berguna.

6.       Syarat keselamatan
Hadits yang bersumber dari Uqbah bin Amir radhiyallahu anhu ia berkata,” Aku bertanya kepada Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam,” Apakah keselamatan itu? Beliau bersabda,” Jagalah lisanmu, berlapanglah dirumahmu, tangisis dosamu.” ( Tirmidzi, hadits Hasan )

Keselamatan adalah dambaan setiap manusia, ketenangan merupakan impian setiap kita. salah satu syarat mendapatkan ketenangan dan keselamatan adalah terjaganya lisan. Karena lisan yang terjaga dari berkata-kata kotor akan menentramkan diri dan manusia disekelilingnya. Semoga Allah tunjukkan jalan keselamatan itu bagi kita semua. Amin . fauzan.

Rabu, 20 November 2013

Sepenggal Perjalanan

Tak terasa usiaku sudah menginjak kepala tiga, usia yang sudah tidak lagi muda, uban dikepalaku pun mulai berani  menampakkan jatidirinya perlahan-lahan namun pasti. Sementara rambutku perlahan-lahan pamit tak kembali lagi terutama garda terdepan.

Tak terasa, sudah banyak hal yang aku kerjakan, sebagian masih berproses, sebagian masih jalan ditempat.
namun itulah manusia, selalu merasa kurang dan memang tidak mungkin sempurna.

Banyak hal yang belum ku raih untuk membahagiaan orang-orang yang aku cintai, ortu, mertua dan keluarga kecilku dengan dua bidadari imut, cantik nan shalihah semoga menjadi qurrata a'yun dunia akheratku.

Hidup begitu singkat, kemarin seolah aku masih kanak-kanak, bermain bola, mandi di kali, mencari rumput untuk kambing rama ku ke sawah dan ladang. sekarang aku sudah jadi bapak-bapak.

Syukur,  Alhamdulillah itulah ungkapan yang paling indah aku ungkapkan kepada Allah. yang telah membimbingku hingga kini, semoga hidanyah  Nya tidak terputus kepadaku hingga akhir hayatku kelak. Amiin

Selasa, 12 November 2013

Konsep Khiyar ( pilihan ) Dalam Transaksi Ekonomi Syari'ah



Pengertian khiyar

Menurut bahasa khiyar adalah memilih yang terbaik diantara dua hal atau lebih.
Secara istilah khiyar adalah hak bagi pihak-pihak yang melakukan transaksi untuk melangsungkan atau membatalkan transaksi tersebut sesuai dengan syarat dan sebab tertentu ( al fikh al al Islami madkhal lidirasatihi,458)

Tujuan khiyar
Tujuannya adalah memberikan hak kepada para pihak yang bertransaksi adar tidak rugi dan menyesal dikemudian hari. Selain untuk menjamin akad atas dasar kerelaan kedua belah pihak.

Macam-macam khiyar
a.       Khiyar Majlis ( pilihan berdasarkan tempat )
Yaitu hak para pihak yang bertransaksi untuk melakukan akad atau membatalkannya selama masih berada ditempat akad akad dan belum berpisah. Khiyar ini hanya dikenal oleh kalangan Syafiiyah dan Hanabilah.
Dalilnya adalah:
البَيِّعَانِ بِالِخيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا
“Dua orang yang melakukan akad jual beli masing masing pihak memiliki hak pilih selama keduanya belum berpisah badan ( Bukhâri Muslim )

Makna ‘berpisah badan menurut ulama Syafiiyah diserahkan kepada kebiasaan setempat.
b.      Khiyar syarat ( pilihan berdasarkan syarat )

Sesuai dengan namanya, kedua belah pihak yang bertransaksi menyepakati syarat yang mereka kemukakan dalam transaksi. Misal:  Saya akan membeli barang ini dengan syarat saya berhak meneruskan atau membatalkannya setelah lima hari. 

Selama tenggang waktu tersebut, kedua belah pihak tidak boleh melakukan transaksi dengan barang yang sama kepada orang lain.

c.       Khiyar ta’yin ( pilihan  berdasarkan penentuan barang )
Jika transaksi yang dilakukan dalam banyak jenis barang, kemudian penjual meminta kepada pembeli untuk memilih jenis barang  yang disenangi.( Al fikhul Islami wa Adillatuhu,525 )

d.      Khiyar aib
Transaksi dapat dibatalkan jika terdapat cacat  ( aib ) pada objek transaksi.

e.      Khiyar ru’yah
Merupakan pilihan bagi pembeli untuk menyatakan berlaku atau batalnya jual beli yang dilakukan terhadap satu objek yang belum dilihat ketika akad.

Hadits nabi:
من اشترى شيئا لم يره فالبيع جائز وله الخيار إذا رآه ، إن شاء أخذه بجميع الثمن وإن شاء رده
Barangsiapa membeli sesuatu yang belum dilihatnya, jual belinya boleh, dan ia berhak memilih jika telah melihatnya, antara mengambil atau menolak ( Nashbur Rayah, 441 )

Jumat, 08 November 2013

Hukum menunda Qadha puasa hingga tiba Ramadhan Berikutnya



Menunda qadha puasa hingga tiba bulan Ramadhan berikutnya tidak terlepas dari tiga kondisi:
1.       Sengaja

Jika seseorang mengetahui hukum, namun sengaja mengulur-ulur waktu hingga tiba bulan Ramadhan berikutnya, yang harus ia lakukan adalah:
a.       Segera bertaubat kepada Allah, tidak mengulangilagi dikemudian hari, karena ia dengan sengaja bermaksiat dengan  meremehkan perintah Allah.

Firman Allah:
“Bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu…” (Ali ‘Imrân: 133)
b.      Ia wajib mengqadha puasanya setelah bulan Ramadhan berakhir

2.       Tidak sengaja
Dua keadaan orang yang tidak mampu berpuasa sehingga ia menunda qadha puasa adalah:
a.       Sementara
Jika ia sudah memiliki kemampuan untuk mengganti ( sehat ) maka ia segera mengganti puasa tersebut. Berdasarkan firman Allah:

Dan barang siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain.” (Al-Baqarah: 185)

b.      Permanen
Jika ketidakmampuannya bersifat permanen, tidak bisa hilang dan tidak bisa sembuh, maka baginya harus memberi makan orang miskin sejumlah hari yang ditinggalkannya sebanyak 1 sha’ sehari ( 1 sha’= kira-kira 1,5 kg beras ).

Dan jika ia meninggal dunia maka keluarganyalah yang menanggung  fidyah tersebut (I'laamul Muwaqqi'iin ,3/554)

3.       Tidak tahu
Hal ini terjadi karena minimnya pengetahuan agama , belum baligh, hilang akal dan ia tidak mengetahui jumlah hari yang ditinggalkan.
Apabila seseorang tidak tahu dan sulit untuk mendapatkan pengetahuan agama, karena tinggal di pedalaman, maka tidak ada beban apapun kepadanya, namun jika ia ragu, hendaklah meyakinkan dirinya semampu mungkin akan jumlah hari yang ia tinggalkan.
Firman Allah:
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (Al-Baqarah: 286)
Dan firman Allah:
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu,” (Qs. At-Taghâbun: 16)


Kamis, 07 November 2013

Bolehkah menimbun barang ?



Menimbun barang  dengan maksud dijual  kembali  pada saat harga naik untuk mendapatkan keuntungan yang besar hukumnya haram.  Karena menimbun barang menunjukkan sikap tamak dan moral yang buruk. 

Sabda Rasulullah saw:
مَنْ اِحْتَكَرَ فَهُوَ خَاطِئٌ
Siapa yang menimbun, ia telah bersalah ( Muslim,13 )
Maksud bersalah dalam hadits ini adalah menyimpang dari prinsip jual beli yang berdasarkan syariat. 

Sabda Nabi:
Seburuk-buruk hamba adalah penimbun, jika mendengar harga murah ia murka, jika barang mahal ia bersuka cita. (Musnad Ahmad ,351 )

Sabda Nabi:
Orang yang menyediakan barang, ia akan mendapat rezeki, orang yang menimbun  akan dilaknat ( Tirmidzi,40 )

Para ulama fikih menyimpulkan, penimbunan barang yang diharamkan bila memenuhi kriteria sebagai berikut:

a.       Barang yang ditimbun merupakan kelebihan kebutuhan dari tanggungan selama setahun. Karena seseorang memiliki tanggungan  untuk persediaan nafkah diri dan keluarganya dalam tenggang waktu setahun.
b.      Tujuan penimbunan adalah materi semata, agar barang tersebut dapat dijual kembali saat harga naik.
c.        Kondisi konsumen sangat membutuhkan barang tersebut.
d.      Yang ditimbun adalah segala jenis barang yang dapat membahayakan stabilitas ekonomi masyarakat luas.        ( Al Fikh Al Islami al Muqarin alal Madzahib 71-72)