Ghazwul fikri adalah peperangan yang tidak
menggunakan senjata api, namun ia merusak pola fikir ( akidah ) sehingga
berimbas pada perilaku yang digelorakan oleh kaum yang tidak senang dengan
Islam, identitas Islam tetap dianut namun perilaku dan pemikiran sama sekali tidak mencerminkan akhlak Islami.
Perang ini sangat berbahaya sebab ia merangsek kedalam diri
umat Islam tanpa disadari dengan menyebarkan keragu-raguan dalam pondasi
keislaman sehingga Islam sebagai ajaran akan ditinggalkan perlahan-lahan oleh
pemeluknya,
Kata-kata
Mulai dari meninggalkan tutur kata islami, sehingga
kata-kata yang keluar dari lisan manusia sudah jauh dari nilai Islam bahkan
tidak bermakna sama sekali, kasar dan arogan terhadap umat islam, tidak ada
simpati sama sekalai terhadap islam dan kaum muslimin.
Pakaian
Cara berbusana, sehingga perlahan-lahan umat islam akan
meninggalkan cara berpakaian islami yang menutup aurat. Kaum wanita bangga
dengan memamerkan auratnya dan membiarkan terbuka dan dinikmati oleh siapa
saja. Ketika ditegur mereka menjawab ini hak asasi dan bagian dari privasi
saya, apa urusannya dengan anda.
Gaya hidup
Orang lebih senang dengan gaya hidup yang free, serba bebas.
Tidak mau ada aturan dan kekangan dari siapapun dan dari pihak manapun. Semua berjalan
tanpa norma dan kebijakan, karena menurut mereka aturan hanya akan mengekang
kreatifitas dan cara perfikir seseorang. Sekarang zaman bebas. Bukan saatnya
lagu ada batasan dan kekangan.
Sejarah awal ghazwul fikri
Di penghujung tahun 1217 M terjadi kesepakatan antara Paus
Roma yang pada saat itu dijabat oleh Honoreus III dengan instansi Kristen Prancis
dipimpin oleh Raja Louis IX pasca
kekalahan perang Salib. Pada tahun 1250 M mulai tercetus ide untuk memerangi
kaum muslimin dari dalam. Belajar dari
perang Salib, kaum muslimin sangat sulit untuk dikalahkan dengan perlawanan fisik
dan senjata. Ide ini memuncak pada tahun 1788 M ketika rencana besar mereka
untuk menghancurkan kaum muslimin berangsur-angsur berjalan dan mulai
menampakkan hasil positif.
Dua Senjata Ghazwul Fikri
Pertama, orientalisme ( isytisyraqiyah )
Maksudnya adalah mempelajari islam dari sudut pandang orang
non islam ( Kristen ) dari segi akidah, sejarah, peradaban, hukum dan
kebudayaan mereka untuk diterapkan dalam internal umat islam. Target utamanya
adalah membuat keraguan terhadap Islam dan hukum-hukum didalamnya. Sehingga ketika
kaum muslimin ragu, mereka akan meninggalkan islam dan berpaling dari ajaran
Islam. [1]
Tiga hal yang diharapkan dari orientalisme ini adalah:
menutup penyebaran islam di negeri negeri Nashrani. Memerangi islam dan
mencabik-cabik ajaran islam dari dalam dan mengajak kaum muslimin untuk menjadi
Nashrani. Bentuknya bisa bemacam-macam diantaranya:
-
Mengingkari kebenaran wahyu
Al Qur’an
-
Mengingkari kenabian
Muhammad Shalallahu Alaihi wa Sallam,
-
Mengingkari hadits sebagai
sumber hukum dalam ajaran Islam.
-
Ke Mahasucian Allah
terbatas dll.
Kedua, Westernisasi ( kebarat-baratan )
Adalah mengambil ajaran barat secara keseluruhan dan bangga
dengan semua yang datang dari Barat. Terutama system hidup dan kebudayaan barat
yang sangat bertentagan dengan ajaran
Islam.
[1] Ru’yatul
Islamiyah Lil Istisyrak hal 7, Ahmad Gharab, Al Islam Baina Ahqad At Tabsyir wad
halal al aisytisyrak, Abdurrahman Amirah.